BAB 48

882 168 6
                                    

"Kita harus segera melancarkan rencana," kata Sekar ketika ia sudah menutup pintu rumah ibunya yang terletak di sekitar istana.

Hastuti yang sedari tadi memang menunggu kedatangan Sekar pun membantu putrinya untuk melepaskan selendang yang dikenakan oleh Sekar.

Beberapa hari terakhir, sangat sulit bagi mereka untuk bertemu karena Sekar yang disibukkan dengan berbagai acara pelepasan sang mendiang raja, sementara Hastuti disibukkan dengan urusan dapur selama acara berlangsung.

"Apakah kamu sudah memberitahu Gusti  Raden Ajeng Nariah?" tanya Hastuti.

Sekar menggelengkan kepalanya. "Walaupun dia sudah setuju dengan rencana ini, tapi hatinya terlalu murni untuk mengetahuinya."

Hastuti hanya diam.

"Ibu sudah mempersiapkan segalanya?" tanya Sekar.

"Semuanya sudah siap. Tapi, bagaimana bisa kamu membuat Drastha Raden Mas Tarendra menikahi Gusti Raden Ajeng Nariah ketika Drastha sudah memiliki wanita yang dicintainya? Drastha sudah memilih sepalih Gesang-nya."

Sekar tersenyum. "Mereka berdua tidak akan menikah, Ibu."

"Maksudmu?"

Senyuman kembali mengembang di wajah Sekar. Ia yakin akan apa yang dikatakannya karena ia mendengar sendiri dengan telinganya. Ia mendengar pembicaraan antara Ningsih, ibu mertuanya, dengan seorang tetua kerajaan mengenai bintanga Tatjana.

"Bintang wanita itu tidak ditemukan dimanapun. Dan ketidakberadaan bintang wanita itu di langit akan membuat para tetua sulit untuk menentukan apakah mereka cocok untuk menikah," jelas Sekar.

Kening Hastuti berkerut. "Bagaimana bisa bintang seseorang yang hidup tidak ada di langit?"

"Itulah yang Sekar dengar dari seorang tetua. Ibu, mereka tidak akan bisa menikah karena para tetua tidak akan mengizinkannya. Drastha tidak bisa melanggar ucapan para tetua karena dia tidak memiliki pilihan lain. Dengan begitu, kita bisa memikirkan rencana agar Nariah bisa menikah dengan Drastha."

"Tapi Drastha tetap memiliki pilihan. Jangan lupakan kejadian lima tahun yang lalu, ketika Drastha meninggalakan upacara peringatan kelahirannya yang ke tujuh belas. Dia meninggalkan istana ini untuk tinggal bersama ibunya ketika mengetahui semuanya."

Sekar menggeleng. "Dulu dia adalah seorang pangeran mahkota. Tapi sekarang, dia adalah rajanya. Drastha tidak bisa bertindak seperti lima tahun yang lalu, Ibu. Dia tidak memiliki pilihan."

Akhirnya Hastuti hanya diam karena merasa ada kebenaran di dalam kata-kata anaknya. "Kapan kita akan melakukannya?"

"Tepat di malam penobatan Drastha menjadi seorang raja," jawab Sekar yakin.

Ia sangat yakin jika rencananya akan berhasil. Padahal, Sekar hanya mendengar sepenggal pembicaraan antara Nastiti dan Joko. Ia hanya mendengar bagian dimana Joko mengatakan belum menemukan bintang Tatjana. Sekar tidak mendengar bagian selanjutnya, ketika Joko mengatakan kalau bintang Tatjana berada di gugus para raja terdahulu.

φ

"Walaupun  upacara pelepasan mendiang Raja sudah selesai, kulo masih tidak bisa melepaskannya, Eyang."

Nariah memilih untuk mengunjungi eyang-nya setelah semua upacara selesai pada hari ini. Selain ibunya, sang eyang adalah orang terdekatnya. Ia yakin eyang-nya juga masih sangat menderita atas kepergian mendiang raja.

"Semua orang menangis ketika pertama kali mendengar berita kematiannya. Seiring berjalannya waktu, mereka mulai bisa melupakannya. Namun kulo sama sekali tidak bisa beranjak ke tahap itu. Kulo tetap berada di antara kabut kesedihan," kata Nariah lagi.

Ningsih menyentuh telapak tangan Nariah. Sebagai seorang putri raja, cucunya ini harus menjadi wanita tegar. Ia tahu kalau masalah kecil tidak akan membuatnya menangis dan Nariah bukanlah orang yang mudah menceritakan perasaannya kepada orang lain.

"Kita belum mampu berpindah ke sana, cucuku. Walau bagaimanapun, hidup harus terus berjalan. Lambat laun kita pasti bisa mencapai titik dimana kita bisa menerima."

"Eyang. Apakah salah jika kulo ingin tetap berada di sini?" tanya Nariah.

"Sama sekali tidak. Ini adalah rumahmu. Tapi, seperti wanita lainnya, kamu harus mencari hidupmu. Jika kehidupan laki-laki dimulai pada usia tujuh belas, maka perempuan memulai hidupnya ketika ia menikah, Nariah."

Nariah menundukkan kepalanya. Biasanya, ketika ia menceritakan sesuatu kepada eyangnya, ia akan mendapatkan jawaban yang bisa menenteramkan hatinya. Namun kali ini, ia merasa kalau jawaban itu bukanlah jawaban yang ia inginkan.

Untuk pertama kalinya, eyangnya tidak mengerti apa yang diinginkannya. Ternyata, eyangnya sama seperti orang lain di istana ini yang menginginkannya untuk pergi jauh.

φ

"Mbakyu!"

Tatjana yang baru akan memetik putik bunga melati tersenyum dan tahu betul siapa yang memanggilnya. "Raden Mas."

Hari ini, istana kerajaan sudah mulai dibuka dan Ajinata sudah mulai bersekolah kembali.  Kedua orangtuanya pun akhirnya pulang sebelum penobatan Derish karena ada urusan mendadak yang harus mereka lakukan.

"Saya baru pulang dari sekolah. Mbakyu tahu? Suasana di luar istana ternyata lebih sibuk karena akan ada penobatan Kang Mas untuk menjadi raja selanjutnya."

Tatjana tidak tahu bagaimana keadaan di luar istana karena ia memang tidak ingin meninggalkan istana ini walaupun ia bisa pergi sebentar.

"Saya kira, Mbakyu akan keluar sesekali menggunakan lorong rahasia," kata Ajinata.

"Aku gak mau pergi dari sini," jawab Tatjana jujur.

"Mbakyu sangat mencintai Kang Mas, ya?"

Semilir angin menerbangkan rambut Tatjana yang hari ini tidak disanggul. "Aku mau menjaganya."

Ia tahu kalau dirinya sangat mencintai Derish. Namun, alasan paling kuat mengapa ia berada disini adalah karena ia ingin memastikan Derish aman. Entah apakah ini cinta atau ia merasa bertanggung jawab akan lelaki itu, ia tidak tahu.

Mungkin inilah yang dirasakan oleh Derish ketika ingin selalu menjaganya. Ia hanya tidak bisa meninggalkan Derish ketika tahu kalau di dalam istana ini, ada orang-orang jahat di dalamnya.

Ajinata tersenyum, senyuman yang entah mengapa menyakiti hatinya sendiri. "Mbakyu, saya akan menjaga Mbakyu juga."

"..."

"Mbakyu sibuk menjaga Kang Mas dan Ibu Araya sementara tidak ada yang menjaga Mbakyu."

Tatjana duduk di sebuah batu besar dan menatap Ajinata. Jika dipikir, Ajinata dengan Celon—adiknya—pasti seusia. Mungkin itulah sebabnya mengapa ia sangat mudah dekat dengan Ajinata. Karena Ajinata menggantikan sosok Celon di tempat ini.

"Raden Mas gak perlu menjaga aku karena—"

"Bisa Mbakyu mengizinkan saya? Karena keinginan Mbakyu untuk menjaga Kang Mas sama besarnya seperti saya ingin menjaga Mbakyu," potong Ajinata.

"..."

Karena ada Derish yang akan menjaga aku. Itulah kalimat yang ingin Tatjana katakan tadi.

φ

The Perfect BouquetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang