BAB 26

1K 171 9
                                    

Di ruang makan istana, semua keluarga inti kerajaan sudah berkumpul untuk melakukan acara makan malam. Makan malam adalah acara yang harus diikuit oleh seluruh anggota keluarga inti kerajaan bersama sang Raja. Semua orang sudah berkumpul, termasuk Araya yang duduk di sebelah Hapsari, Ibunda Raja yang merupakan mertuanya.

Sekar menatap interaksi antara Hapsari dan Araya yang terlihat begitu dekat, ia membayangkan bagaimana nanti jika ia menggantikan posisi mertuanya sebagai Ibunda Raja.

“Aghiya, Ajinata. Di mana Kangmas kalian?” tanya Sekar kepada anak-anaknya yang duduk di sebelahnya. Sejak tiba di ruang makan hingga kini, ia sama sekali tidak melihat Derish di manapun. Bahkan kursi dan piringnya masih kosong. 

“Kangmas ndak keluar kamar dari semalam, Bu,” jawb Aghiya sambil memakan makanannya.

“Tadi kita lihat dokter Marinda dari lantai kamar Kangmas Tarendra kan, Kangmas Aghiya?” tanya Ajinata yang ingat kalau saat mereka akan pergi ke Kadhaton Utama ini, mereka melihat dokter Marinda meninggalkan Payon Omah Denawa.

“Lha.. iya, Kangmas ingat,” jawab Aghiya yang baru mengingatnya. “Apa Kangmas sakit? Kangmas ndak menyuruh kita dekat-dekat dengan kamarnya, kan?”

“Iya, ya. Apa nanti kita harus melihat keadaan Kangmas?” tanya Ajinata.

“Tapi Kangmas ndak kasih izin kita untuk dekat-dekat..”

Sekar yang hanya mendengar pembicaraan mereka pun berkata, “Sudah-sudah. Kalau Kangmas kalian ndak mau di jenguk, kalian ndak boleh jenguk.”

Kedua anaknya diam, lalu menganggukkan kepala karena bagaimanapun, mereka tidak bisa melanggar perintah dari seorang pangeran mahkota. Sementara Sekar kembali menatap ke seberang ruangan, menatap Araya yang terlihat biasa saja. Jika sang pangeran mahkota sedang sakit, Araya tidak akan terlihat tenang seperti ini.

Apa yang sedang terjadi?

“Dua hari lagi kita akan melakukan upacara tahun baru,” kata Yang Mulia Raja ketika semua orang sudah selesai makan. Semua orang menundukkan kepalanya dan meletakkan tangan di bawah meja karena akan mendengarkan sang Raja berbicara.

“Aku akan mengatakan ini kepada seluruh keluargaku. Mungkin usiaku tidak akan lama lagi dan seharusnya aku tidak perlu khawatir karena Drastha-ku sudah sangat siap untuk megnggantikan tempatku.”

“Tapi ternyata aku masih merasa khawatir karena ada satu hal yang belum aku laksanakan,” Yang Mulia lalu menatap Nariah, putrinya yang duduk di sebelah kirinya. “Aku akan segera mencarikan calon suami untuk putriku. Satu tahun lagi Gusti Raden Ajeng Nariah menyelesaikan kuliahnya dan setelah itu, aku ingin menikahkannya dengan seorang lelaki yang sangat layak untuknya.”

Melalui ujung matanya, Sekar menatap Nariah dan tersenyum kecil saat sang putri terlihat tidak setuju dengan kata-kata sang raja. Namun, Nariah hanya diam tanpa mengatakan apapun.

Bodoh, pikirnya.

Jika Nariah adalah wanita cerdas, Nariah akan menerima tawarannya. Sekarang ia hanya perlu menunggu, apakah tuan putri akan tetap menjadi putri yang patuh, atau ia akan menjadi putri yang mulai memiliki keinginan.

φ

Part ini sedikit banget, ya?
Tulis di komen kalau mau double update OKEIIH😊😊

The Perfect BouquetWhere stories live. Discover now