BAB 38

861 168 12
                                    

Elijah tersenyum ketika ia tiba di payon omah Denawa  setelah berhari-hari disibukkan oleh tugas yang diberikan oleh sang pangeran. Beberapa hari ini, ia tidak meninggalkan perpustakaan kerajaan sama sekali. Pangerannya mengatakan kalau ini adalah tugas khusus yang harus ia selesaikan dengan baik.

"Salam, Raden Mas Ajinata," sapa Elijah ketika melihat Ajinata  menuruni tangga payon omah Denawa.

Ajinata tersenyum dan sedikit berlari ketika melihat Elijah, karena ajudan kakak tertuanya itu adalah salah satu orang yang ia sukai. "Mas Elijah? Kemana saja Mas Elijah selama ini?"

"Kulo sangat sibuk dengan tugas dari Drastha, Raden Mas. Oh iya, Raden Mas melihat Drastha?" tanyanya dengan sopan.

Ajinata terlihat berpikir. "Kang Mas ndak kelihatan sejak pagi tadi, Mas Elijah. Sepertinya Kadhaton Utama sangat sibuk."

Elijah mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kalau begitu, kulo akan mencari Ajeng Tatjana saja, Raden Mas."

"Mas Elijah, sampaikan salam saya untuk Mbakyu Tatjana ya. Saya ndak sabar untuk melihat pesta pernikahan kerajaan. Pestanya pasti sangat mewah dan meriah. Pasti Raja akan memberikan banyak hadiah ke masyarakat."

"Lho, Raden Mas setuju kalau Ajeng Tatjana menjadi istrinya Drastha?"

Ajinata menganggukkan kepalanya kuat-kuat. "Saya dan Kang Mas Aghiya sudah mempersiapkan hadiah terbaik untuk pernikahan mereka nanti."

Ajinata mengembangkan senyumannya, tidak sabar lagi ingin melihat Kang Mas tertuanya menikah dan tidak sabar untuk menggodanya.

"Kenapa Raden Mas Ajinata terlihat sangat bahagia dengan pernikahan itu?" tanya Elijah bingung.

Apakah hanya dirinya yang tahu sifat asli dari Tatjana?

Ajinata menatapnya dengan penuh arti. "Karena saya baru melihat Kang Mas Tarendra tersenyum sangat lebar ketika dia bersama dengan Mbakyu Tatjana. Mas Elijah pasti tahu bagaimana sulitnya Kang Mas Tarendra tersenyum di dalam istana ini."

"..."

"Saya merasakannya, Mas Elijah. Pasti akan sangat melegakan ketika menemukan seseorang yang bisa membuat kita tersenyum di dalam Kadhaton ini."

Elijah mengangguk mengerti dengan ucapan sang pangeran. Mengapa ia tidak menyadari hal itu? Mengapa ia tidak menyadari kalau, bagaimanapun sikap dan kultur calon istri sang pangeran mahkota, wanita itu mampu membuat pangeran mahkota-nya tersenyum lebar?

"Pasti sangat melegakan, terutama untuk Kang Mas Tarendra," sambung Ajinata. Ia kembali tersenym, berharap kalau kang mas-nya akan selalu tersenyum seperti itu.

φ

Tatjana merasa kosong setelah ia kembali dari taman istana. Sekarang ia merasa marah kepada dirinya sendiri. Ia merasa marah ketika meninggalkan Derish yang masih berlutut. Ia tidak tahu apa alasannya namun, saat ia meninggalkan Derish di taman utama, ia merasa seperti meninggalkan Derish sendirian.
Setiap langkah yang ia ambil begitu menyakitkan baginya.

"Raden Ayu," sapa Tatjana setelah melihat Araya yang sudah menunggunya. Ia masih berada di Payon Omah Tabib karena dokter Marinda belum mengizinkannya untuk pulang.

Sementara Araya merasa sedikit bingung ketika Tatjana memanggilnya dengan sebutan Raden Ayu padahal, Tatjana sendiri yang mengatakan kalau ia merasa canggung jika harus memanggilnya dengan gelar itu.

"Tatjana, kamu baru saja mencari udara segar?" tanya Araya.

Bahkan udara di taman justru membuat napas menjadi sesak, jawab Tatjana dalam hati. Namun, ia tidak bisa mengatakan hal itu. Maka dari itu, ia berusaha untuk tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Apa perasaanmu sudah membaik?" tanya Araya lagi.

Tidak.

"Iya, Raden Ayu."

Araya menarik tangan Tatjana dengan lembut lalu membawanya untuk duduk di tepi ranjang. "Derish sudah menemuimu?"

"Raden Ayu," panggil Tatjana. "Kulo ingin pulang."

Kini, Tatjana tidak bisa membendung air matanya lagi. Sejak tadi ia merasa ingin menangis karena tidak memahami perasaannya sendiri. Ia merasa takut, khawatir, kecewa dan sedih. Semua perasaan itu membuanya merasa ingin menangis.

"Kulo ingin pulang dan melupakan semua yang ada di sini."

"..."

"Kulo takut dengan istana ini," kata Tatjana yang berusaha agar suaranya bisa dimengerti.

"Tatjana.." kata Araya yang tidak bisa mengatakan apapun lagi.

Tatjana menundukkan kepalanya. "Kulo ingin hidup di tempat yang seharusnya. Ini bukan tempat kulo."

Araya yang sejak awal sudah memahami perasaan Tatjana pun menitikkan air matanya. Ia tahu kalau semua ini adalah hal yang begitu besar untuk Tatjana. Ia melihat perubahan itu, betapa istana ini bisa merubah seseorang hanya dalam hitungan hari.

Tatjana berubah, ia tahu itu. Perubahan itu datang begitu cepat, dan hampir menghancurkan diri gadis ini.

Dipeluknya Tatjana yang masih menitikkan air mata. Ia mengelus rambut Tatjana yang disanggul rapih. Bagaimanapun, ia tidak bisa menghalangi keputusan Tatjana. "Apa kamu sudah membicarakannya dengan Derish?"

"Drastha sudah bertemu dengan kulo di taman, Raden Ayu. Kulo sudah mengatakannya kepada Drastha," jawab Tatjana.

Araya melepaskan pelukan mereka dan menghapus air mata Tatjana. "Kamu bisa pulang, Nak. Besok Tante akan mengantarkanmu ke rumah orangtuamu dan menjelaskan segalanya."

Ternyata seperti ini akhirnya. Ia memejamkan matanya dan menarik napas. Besok, ia akan pergi dari istana ini dan ia akan bisa bernapas dengan bebas lagi.

φ

Btw, sudah follow author belum nih? Kalah belum, silakan follow ya gaissh. Dan jangan lupa buat vomment okeiih!♡♡

The Perfect BouquetWhere stories live. Discover now