BAB 39

822 163 9
                                    

Tatjana menatap ke sekitar kamar yang ia tempati selama berada di sini. Ketika tiba di payon omah Dhami untuk yang pertama kalinya, ia merasa sangat terpukau dengan tempat ini dan dengan lancangnya, ia mengatakan kepada Derish bahwa payon omah Dhami ini adalah miliknya. Padahal, tidak ada satupun dari tempat ini yang merupakan miliknya. Padahal, ia bukanlah bagian dari tempat ini.

Semakin lama memikirkan hal itu, dadanya terasa semakin sesak. Sepertinya ia memang tidak bisa berada di sini lebih lama lagi. Ia menunduk, menatap kedua tangannya dan tersenyum. Setelah keluar dari sini, ia hanya memiliki dua tangan ini untuk dirinya sendiri.

"Ajeng Tatjana."

Suara itu membuat Tatjana menoleh. "Mbak Wahyuni?"

Ia berdiri dan segera berlari lalu memeluk dayang itu. Lagi-lagi, ia menangis. Namun kali ini, tangisannya tidak berair mata. Tangisannya justru hanya menimbulkan isakan. "Mbak wahyuni baik-baik aja?"

"Kulo baik-baik saja, Ajeng," jawab Wahyuni.

Seolah tidak percaya dengan kata-kata itu, Tatjana melepaskan pelukan mereka dan memeriksa tubuh Wahyuni.

"Gimana kamu bisa ke sini? Derish sudah mengizinkan kamu?"

Wahyuni menganggukkan kepalanya. "Mungkin Ajeng ndak merasakannya tapi di Kadhaton Utama, suasana sangat serius. Kesehatan sang raja semakin memburuk dan akses keluar masuk dihentikan, Ajeng. Ajeng ndak bisa pulang hari ini."

Semua keamanan diperketat di sekitar istana dan segalanya terasa sangat sunyi karena semua protokol keamanan digerakkan. Keselamatan Raja adalah yang utama dan meskipun tidak akan ada perang saudara atau perang kekuasaan dengan kerajaan lain di zaman sekarang, tapi itu tetap harus dijalankan.

Tatjana menghela napas tanpa disadarinya. Apakah kadhaton ini begitu membencinya, hingga ia harus merasa sesak untuk waktu yang lebih lama lagi? Pertanyaan itu tiba-tiba saja muncul di dalam kepalanya.

Apakah Kadhaton ini bahagia melihatnya sengsara?

"Gimana dengan Derish?" pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibirnya.

"Drastha pasti sangat sibuk dan akan sangat sulit untuk bertemu dengannya di waktu seperti ini."

Tatjana yang tahu kalau dirinya tidak akan bisa pulang hari ini menundukkan kepala dan menatap kedua tangannya. Luka di punggungnya sudah sembuh, hanya menyisakan lebam yang tidak lagi terasa sakit.

"Sekarang saya harus apa?" gumam Tatjana.

Satu-satunya alasan ia ingin pergi dari sini adalah karena ia ingin bisa bernapas dengan lega. Namun, ketika ia tidak bisa keluar sekarang, ia harus melakukan sesuatu yang bisa mengalihkan pikirannya.

"Kadhaton ini memiliki taman herbal tersendiri. Kalau Ajeng ingin melakukan sesuatu, Ajeng bisa membantu para tabib disana. Taman herbal pasti lebih menenangkan bagi Ajeng."

Tatjana menganggukkan kepalanya. Ia akan pergi ke manapun asalkan dirinya bisa menyibukkan diri. Tidak ada lagi yang tersisa untuknya di tempat yang sangat indah sekaligus menyeramkan ini.

φ

Tatjana menatap tumpukan kertas yang sepertinya sudah disusun dengan sangat rapih ini. Bahkan, Tatjana tidak melihat lakukan apapun pada permukaan kertas itu.

Saat ia akan pergi ke taman herbal, tiba-tiba saja Elijah mendatanginya dan ingin bicara dengannya.

"Kalau kamu ingin mengganggu saya, saya tidak akan menyukainya," kata Tatjana yang sama sekali tidak mengerti dengan tumpukan kertas itu.

"Walah dalah.. Ajeng, saya baru saja selesai melakukan tugas dari Drastha karena harus memberikan ini kepada Ajeng."

Tatjana mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"

"Beberapa hari yang lalu, Drastha meminta saya untuk menyelesaikan tugas punya Ajeng Tatjana. Katanya, Ajeng pasti lupa punya tugas kuliah karena akan sangat sibuk dengan acara pertunangan yang sebentar lagi akan dilakukan."

"..."

"Butuh waktu lama untuk menyelesaikannya. Tapi untungnya, saya ini sangat pintar," sambung Elijah yang sama sekali tidak tahu kalau Tatjana sedang menahan sesaknya.

"..."

"Drastha sangat mempedulikan Ajeng dan dia sepertinya tidak mau Ajeng memiliki nilai jelek. Drastha bahkan bilang kalau ini adalah tugas penting yang harus kulo selesaikan dengan baik."

"..."

"Ini adalah salinannya dan ini adalah file nya." Elijah meletakkan sebuah flashdisk di meja. "Kulo akan menemui Drastha dulu. Drastha pasti melupakan kebutuhannya sebagai manusia di saat seperti ini."

φ

The Perfect BouquetWhere stories live. Discover now