Bab 17

1.1K 202 11
                                    

"Ma, gak ada yang perlu di khawatirkan," kata Ardi yang tahu betul kekhawatiran istrinya. Sekarang sudah malam dan sudah dua belas jam dari terakhir kali mereka mengantar Tatjana untuk pergi ke Balwanadanawa.

"Kamu yang gak apa-apa. Tapi aku yang khawatir."

"Bukannya kamu yang mempercayai Derish?" tanya Ardi santai.

"Tapi Derish membawanya ke kerajaannya, Pa! Apa Tatjana bisa mengikuti tradisi mereka? Apa Tatjana akan baik-baik aja?" tanya Nataline yang kesal dengan suaminya yang terlihat baik-baik saja.

Ardi tersenyum mendengar hal itu. "Jadi kamu tidak mengkhawatirkan Derish yang bisa saja berbuat sesuatu kepada Tatjana? Kamu mengkhawatirkan anak kita yang mungkin tidak bisa mengikuti cara mereka?"

"Aku mengkhawatirkan semuanya. Anak-anak kita membuat aku selalu khawatir," jawab Nataline.

"Kamu memang selalu mengkhawatirkan anak-anak kita bahkan sampai mereka sudah dewasa seperti sekarang."

"..."

"Aku sangat beruntung memiliki kamu sebagai istri dan ibu yang selalu mengkhawatirkan anak-anak kita. Tapi, sepertinya kamu harus mulai memikirkan hal lain."

Nataline diam sambil mendengarkan kata-kata Ardi.

"Kamu tahu kenapa aku mengizinkan Derish untuk membawa Tatjana ke kerajaannya? Karena aku tahu kalau Derish akan mengantarkan anak kita dengan baik ke rumah ini lagi. Dia akan menjaga Ruby kita."

"Kamu gak mengerti, Pa."

"Aku mengerti, Ma. Aku tahu kalau Derish mencintai Tatjana dan aku tidak bisa berpikir, apakah ada orang lain yang lebih pantas selain Derish untuk mencintai Tatjana? Sama seperti kamu, aku sangat mengkhawatirkan anak-anak kita."

"..."

"Aku tahu dia adalah gadis yang sangat cantik. Semua orang ingin memilikinya. Aku sangat khawatir dengan semua itu. Dia adalah tuan putri aku. Tapi, sampai kapan kita harus terus khawatir dengan dia? Dia adalah Ruby, Ma. Dia adalah Ruby kita. Biarkan berlian kita menentukan sendiri, di mana dia harus berhenti," kata Ardi.

φ

"Raden Ayu Araya sudah kembali ke Payon Omah Denaya," kata Hastuti, ibu dari Raden Ajeng Sekar kepada putrinya itu.

Sementara Sekar hanya diam sambil menatap wajahnya pada pantulan cermin. Ia tahu kalau Araya sudah kembali ke istana dan membawa seorang gadis bersama mereka. Ia tersenyum marah, bahkan sekarang Araya sudah bisa membawa orang asing-wanita biasa-ke dalam istana.

"Yu, apa yang akan kamu lakukan sekarang? Cepat atau lambat, Yang Mulia pasti akan segera memberikan takhta kepada pangeran mahkota. Sebelum itu terjadi, kita bisa melakukan segala cara untuk mencapai tujuan kita," kata Hastuti lagi.

"Apa Ibu berpikir untuk menjadikan Aghiya atau Ajinata untuk menjadi penerus takhta dan menyingkirkan Drastha Raden Tarendra?" tanya Sekar.

Hastuti menganggukkan kepalanya dan mengambil sisir untuk menyisir rambut panjang putrinya. Mereka sudah berhasil hingga berada di posisi ini. Hanya sedikit langkah lagi hingga mereka mendapatkan apa yang mereka mau.

"Aghiya dan Ajinata tidak akan bisa menjadi Raja, Bu. Aku tahu bagaimana anak-anakku. Mereka tidak memiliki jiwa seorang raja dan para tetua tidak akan memilih mereka karena mereka tidak memiliki tanda seorang raja," jawab Sekar.

Ia sudah sangat sering memikirkan kemungkinan itu. sejak Derish menjadi putranya hingga Derish membongkar segalanya, ia sudah tahu kalau Derish adalah satu-satunya calon penerus kerajaan ini. Lagipula, ia tidak akan memilih jika salah satu dari anak-anaknya yang akan menjadi raja.

"Kalau para tetua tidak memilih raja mana pun, kerajaan ini akan hilang, Bu. Kita tidak boleh gegabah."

"Lalu apa yang akan kita lakukan, nduk? Kalau Drashta Raden Tarendra tetap menjadi raja, maka yang akan menjadi Ibu raja adalah Raden Ayu Araya. Kamu akan selamanya menjadi selir biasa." Nastiti tidak bisa berpikir kalau semua rencana mereka akan hilang begitu saja.

Sekar menatap wajah ibunya dan tersenyum. "Ibu tahu? Sejak Raden Mas lahir, dia sudah menjadi anakku dan aku membesarkannya seperti anakku sendiri hingga dia membongkar semuanya. Waktu pertunangannya, aku bertemu dengannya dan dia tetap memanggilku dengan sebutan Ibu. Aku adalah ibunya."

"..."

"Aku adalah ibunya dan kita bisa menyingkirkan ibunya yang lain. Dengan begitu, aku yang akan menjadi ibu dari seorang raja."

Hastuti terdiam mendengar jawaban dari putrinya. Sejak kecil, ia sudah mengajarkan putrinya untuk mendapatkan apa yang diinginkan, bagaimanapun caranya dan sepertinya sekarang ia tinggal menikmati hasil dari apa yang sejak dulu ia ajarkan.

φ

Araya meletakkan secangkir teh yang ia buat kepada Adipati Kala, suaminya. Ia baru saja tiba di Payon Omah Denaya ketika dayang utamanya mengatakan kalau Kala sudah menunggu di dalam. Setelah selesai membuat teh, ia duduk di meja yang berhadapan dengan suaminya.

"Ibu memintaku untuk mengatakan ini kepada kamu, dia memintamu untuk tetap tinggal di Payon Omah Denaya karena bagaimanapun, kamu adalah Ibu dari seorang putra mahkota."

"Bagaimana kabar Ibu? Aku ndak sempat menjenguk Ibu waktu itu," jawab Araya. "Mas, aku akan mengatakan ini lebih dulu kepada kamu. Derish, anak kita, sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan pertunangan dengan Ajeng Adiningrum. Mereka sudah sepakat untuk tidak melanjutkannya."

Wajah Kala berubah ketika mendengar hal itu. "Apa yang ada di dalam pikirannya?"

"Bahwa dia tidak ingin menyakiti seorang wanita karena pernikahan," jawab Araya. "Karena dia tahu betul bagaimana menderitanya seseorang yang harus menghabiskan hidupnya dalam pernikahan yang tidak didasari oleh cinta."

"Tapi para tetua ingin mereka menikah. Dia adalah putra mahkota dan sangat sulit mencari wanita yang sesuai untuk mendampinginya sebagai seorang Ratu," jelas Kala.

"Biarkan dia mencari sendiri, Mas," kata Araya yang menahan kesedihannya. "Apa Mas ndak sedih melihat putra kita yang harus siap mengemban tanggung jawab yang tidak pernah dia impikan?"

Kala meminum teh yang dibuatkan oleh istrinya ini. Dalam diamnya, ia merindukan rasa teh yang hanya bisa dibuat oleh Araya. "Dia sudah menderita sangat banyak, bahkan dia membenciku karena sudah membuatmu pergi dari Payon Omah."

"Dia sangat merindukan kamu," jawab Araya. "Dia merindukan kamu yang selalu mengajarinya anglep bandayuda sewaktu kecil, dia merindukan kamu yang mengajarinya menangkap ikan. Tapi dia sama sepertimu, sangat keras kepala dan tidak ingin memperlihatkan kerinduannya."

"..."

Araya kembali berkata, "Mas, aku tahu kalau Derish ndak bisa lari dari tanggung jawabnya sebagai calon penerus takhta. Tapi, bisa kamu memberikan dia kebebasan untuk menemukan cintanya? Aku hanya bisa mengupayakan agar setelah menjadi raja, dia tidak akan merasa menanggung semuanya sendiri karena dia memiliki seseorang yang sangat dicintainya berada di sebelahnya."

"Apa gadis yang kamu bawa adalah cintanya?" tanya Kala kepada istrinya.

Araya mengangguk. "Derish membawanya karena ingin memperkenalkannya kepada Kadhaton."

φ

The Perfect BouquetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang