BAB 11

1.2K 210 11
                                    

Derish memasuki sebuah private room restoran yang sudah ia pesan sebelumnya untuk menemui Adiningrum. Ia menoleh kepada Elijah dan mengatakan kalau Elijah bisa meninggalkan mereka dan menunggu di luar. Namun, ajudannya itu menolak.

“Raden Ayu Araya meminta kulo untuk memastikan Raden Mas dan Ajeng Adiningrum untuk tidak berpegangan tangan,” jawab Elijah yang masih kesal dengan wanita biasa yang tadi bisa memegang tangan seorang pangeran dengan leluasa.

Sementara Adiningrum tersenyum mendengar jawaban Elijah. Ia adalah teman Derish sejak kecil dan sering bermain dengan pangeran mahkota ini. Ia juga sangat mengenal Elijah yang sudah bersama dengan Derish sejak kecil.

“Ya sudah, Mas Elijah bisa ikut ngobrol di sini,” kata Adiningrum meminta Elijah untuk duduk di antara mereka.

Dengan senang hati, Elijah menarik kursi dan duduk sedikit lebih jauh dari mereka.

“Jadi, kamu akan pergi ke Melbourne?” tanya Derish.

Adiningrum menganggukkan kepalanya. “Bapak memintaku untuk mengunjungi kamu dulu, Raden Mas.”

“Adiningrum, soal pertunangan ini..” kata Derish. Ia akan membahas pertunangan mereka karena itulah satu-satunya alasan ia mau bertemu dengan Adiningrum di sini. “Aku tidak bisa melakukannya karena aku tidak mencintai kamu. Aku tidak mau kamu bernasib sama dengan Ibuku.”

“Raden Mas,” potong Adiningrum. “Aku tahu kamu tidak ingin menikah dengan aku dan aku tidak bisa melakukan apapun. Dari kita berdua, hanya kamu yang berhak memutuskan segalanya. Lagipula, aku memiliki banyak mimpi untuk menjelajahi dunia. Menjadi ratu di Balwanadanawa bukanlah impianku karena aku tidak mau terkurung di kerajaan yang sangat besar itu.”

“Balwanadanawa memang memiliki daya tarik untuk membuat semua wanita ingin memilikinya, Raden Mas. Tapi, aku juga sudah membesar di lingkungan kerajaan dan aku tahu kalau tidak ada istana yang menyenangkan. Istana selalu memiliki dua sisi. Sisi yang biasa kita lihat adalah sisi yang ingin diperlihatkan oleh dinding istana sementara sisi lainnya adalah sisi yang ingin istana perlihatkan kepada orang-orang yang sudah memasukinya, dan aku tidak mau terjebak di dalamnya.”

Derish tahu kalau Adiningrum sagat memahami semua ini dan ia juga sangat memahami apa yang baru saja Adiningrum katakan. Dari dulu hingga kini, hanya ada satu hal yang membuat dinding sebuah istana tetap kokoh namun juga rawan akan kehancuran, yaitu darah.

Walaupun sekarang makna darah tidak sama seperti pertumpahan darah pada masa dulu, namun hingga kini Derish masih bisa merasakan kekejaman dinding istananya sendiri.

Dan ibunya adalah salah satu contoh dari kekejaman dinding istana.

“Kamu ingin melepaskan diri dari sisi lain dinding istana itu?” tanya Derish.

“Ya, Raden Mas. Aku sudah tidak mau terlibat lebih banyak dengan dinding istana. Walaupun Bapak ku akan marah, aku yakin dia akhirnya akan mengerti. Aku ingin terbang bebas, Raden Mas. Aku ingin mencari cinta di duniaku sendiri.”

Derish merasa lega karena kata-kata Adiningrum. Wanita seperti Adiningrum memang harus mencari dan terbang di dunia yang bebas.

“Aku akan mengatakan kepada Raja kalau kita tidak akan bisa melanjutkan pertunangan ini,” kata Derish.

Adiningrum menganggukkan kepalanya. “Dari dulu, kita hanya cocok sebagai teman. Tapi, Raden Mas. Carilah calon istri yang benar-benar kamu cintai karena satu-satunya hal yang membuat seseorang tidak merasa terkurung di dalam dinding istana adalah cinta.”

φ

Derish kembali ke kampus tempat Tatjana berlatih teater setelah ia bicara dengan Adiningrum. Ia meminta Elijah untuk mengantar Adiningrum ke bandara dan sekarang sudah pukul empat sore. Tatjana pasti masih latihan teater. Ia memutuskan untuk kembali ke kampus ini karena ingin mengantar Tatjana pulang dengannya.

The Perfect BouquetWhere stories live. Discover now