Bab XII

1.9K 163 84
                                    

Rafa keluar ruangan dengan mata memerah. Laki-laki itu bersender di dinding sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Nak, ada apa?" Nova mendekat ke arah putranya yang menangis tanpa suara. "Anak kamu lahir kok malah sedih?"

Rafa memeluk ibunya dengan sangat erat. Laki-laki itu menangis di bahu sang ibu sekarang. "Aretha ... Khalisa, anak aku. Anak aku ... udah pergi, Ma. Rafa gagal jadi ayah, Rafa nggak bisa jagaian anak Rafa, Ma."

Pintu ruangan terbuka, kemudian disusul oleh para suster yang mendorong brangkar milik Aretha dengan sangat cepat.

"Pak anak saya kenapa?" tanya Mahendra panik.

"Kondisi anak anda menurun, Pak. Nyonya Aretha terlalu kaget ketika melihat buah hatinya yang telah tiada," jawab dokter tersebut.

"Maksud dokter apa? Itu tadi masih ada bayi yang nangis. Dokter kalo ngomong jangan sembarangan, ya!"

"Anak nyonya Aretha hanya satu yang selamat. Satu lagi yang perempuan dia tidak bisa bertahan, Pak. Saya permisi dulu." Dokter tersebut langsung buru-buru menyusul bramgkar Aretha yang sudah memasuki ruang ICU.

"Kamu yang sabar, Nak. Kamu harus kuat, kamu harus kuatin istri kamu. Dia yang butuh semangat kamu kali ini, Raf." Vino memeluk putranya yang sangat-sangat rapuh kali ini.

Mereka semua benar-benar tak menyangka akan mendapat berita suka dan duka di waktu bersamaan.

"Kamu adzanin dulu anak kamu. Dia juga butuh ayahnya. Jangan egois dengan memikirkan kesedihan terus-menerus, Raf."

Rafa mengusap wajahnya, kemudian berdiri menuju ke ruangan yang semula di tempati Aretha. Rafa mendekatkan dirinya ke arah box bayi. Dirinya benar-benar tak menyangka akan bertemu dengan anaknya secepat ini.

 Dirinya benar-benar tak menyangka akan bertemu dengan anaknya secepat ini

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.


Rafa mengangkat tubuh anaknya dengan hati-hati. "Kalandra Realtas Diandre." Laki-laki itu mencium kening anaknya, kemudian langsung mengadzaninya dengan suara yang bergetar.

"Allahu Akbar Allahu akbar ....."

—oOo—

"Mama!" Aretha menolehkan kepalanya ketika suara anak kecil masuk ke dalam indera pendengarannya.

"Khalisa? Ini kamu, Nak?" Aretha memeluk tubuh anak perempuannya yang sudah kira-kira sudah berumur enam tahun.

"Iya. Ini Khalisa." Khalisa menguraikan pelukannya, kemudian menghapus air mata ibunya. "Mama jangan sedih. Khalisa bahagia di sini. Khalisa selalu sama Mama, Khalisa nggak pernah ninggalin Mama, Khalisa sayang sama Mama."

"Mama juga sayang sama Khalisa, Nak."

Aretha membuka matanya ketika sebuah mimpi yang seperti nyata bisa menghampiri dirinya. Wanita itu menolehkan kepalanya ketika tangannya digenggam oleh seseorang.

Trust Me Aretha (Republish)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon