Azam manggut-manggut seraya menghela nafas. "Oke," ucapnya lalu memesan tiket. "Tiga, ya, Mbak."

"Tambah satu lagi, Mbak."

Azam menoleh ke samping. Berkerut kening mendapati gadis di sampingnya tengah menyunggingkan senyum padanya.

"Hai," sapa gadis itu melambaikan tangan pada Azam. Kening Azam masih berkerut saja, antara mengingat gadis dihadapannya namun lupa siapa. "Aku Salsa." Gadis bernama Salsa itu memberitahukan namanya. Sadar betul jika Azam tidak mengingat dirinya.

"Ah, Salsa," ucap Azam seraya manggut-manggut. "Ya, aku ingat sekarang."

Salsa tersenyum, canggung. "Aku gabung sama kalian, ya?" pintanya memohon pada Azam. "Sebenarnya aku bakalan nonton sama temen, tapi sudah menunggu lama tapi dia belum datang juga."

Azam tidak langsung menyetujui permintaan Salsa. Berniat bertanya pada Fathan dan Naura terlebih dahulu. Namun melihat wajah datar Naura dengan sorot mata yang menunjukkan ketidaksukaan membuat Azam memilih untuk menentukan sendiri.

Azam mengangguk seraya menyunggingkan senyum. "Boleh," katanya pada Salsa. "Tambah satu tiket lagi, Mbak."

"Makasih," ucap Salsa tersenyum lebar.

Naura mendesah mendengar persetujuan Azam. Pria itu bahkan memesankan dan membayar tiket gadis tak dikenal itu. Ah, ya, hanya Naura dan Fathan yang tidak mengenali gadis itu. Atau, Fathan juga sebenarnya mengenalinya?

Naura mendengus kesal lalu merampas satu tiket dari tangan Azam. Dengan sedikit menghentakkan kaki Naura berjalan meninggalkan Azam, Fathan, dan gadis bernama Salsa itu memasuki ruang bioskop.

"Sepertinya dia nggak suka dengan keberadaanku," kata Salsa menyadari ketidaksenangan Naura.

"Nggak perlu dipikirkan ... dia memang seperti itu," jelas Fathan. Salsa mengangguk saja. Ketiganya pun lantas berjalan mengikuti Naura yang sudah berjalan terlebih dahulu.

Berjalan memasuki ruang bioskop, Fathan dan Salsa tampak berbincang-bincang -- setelah berkenalan. Lain halnya dengan Azam, tak sepatah kata pun keluar dari mulut pria itu. Ia hanya tengah sibuk memikirkan sesuatu yang membuat bibirnya terus saja menyunggingkan senyum sejak kepergian Naura tadi.

Mungkinkah Naura cemburu?

Entah benar atau tidak. Tapi sepertinya perasaan Azam mulai terjawab sudah. Entah gadis itu menyadarinya atau tidak, tapi Naura mulai menunjukkan perasaannya sekarang.

"Woi, Zam!" tegur Fathan. Azam tersentak dibuatnya. "Ditanyain Salsa itu ... bukannya dijawab malah melamun ... senyum-senyum sendiri lagi." Fathan menggerutu pelan -- kesal.

Azam menoleh. "Kamu tanya apa tadi, Sa?" tanyanya pada Salsa.

"Eh, itu." Salsa gelagapan. "Habis ini kamu mau kemana?"

Azam tampak bingung, menatap Fathan kemudian. "Habis nonton kita kemana?" tanyanya pada Fathan.

Fathan mengedikkan bahu. "Nggak tau."

Salsa terkekeh. "Kalian jalan-jalan tapi nggak tau tujuannya kemana?"

"Bukan," kata Azam. "Kita cuma mengikuti kemana Naura pergi."

Salsa terdiam. Entah apa yang spesial dari gadis bernama Naura itu hingga dua lelaki didekatnya ini mengikuti keinginannya.

"Oh, begitu." Salsa manggut-manggut. "Naura itu siapa, sih?" tanyanya kemudian, menatap Azam dan Fathan bergantian.

"Naura itu..."

"Ayo, masuk! Flimnya sudah mau dimulai." Azam memotong perkataan Fathan yang berniat menjelaskan. Berjalan memasuki ruang bioskop terlebih dahulu meninggalkan Fathan dan Salsa di belakangnya.

Tak menatap Naura. Azam duduk di sebelah kanan gadis itu. Sedangkan Fathan duduk di sebelah kiri Naura, dan Salsa duduk di sebelah kanan Azam.

Naura menyeringai kesal. Azam sengaja mengabaikannya, atau kehadiran gadis di sampingnya mengalihkan perhatian pria itu?

Menyebalkan!

Disaat ada gadis lain di dekatnya, ia lupa siapa yang sejak dulu ia kejar.

"Jangan melihatku seperti itu," bisik Azam tanpa menatap Naura. Kepala Naura semakin jelas bergerak memandang Azam. "Atau kamu mau melihatku kehilangan iman disini?" tanya Azam melanjutkan kalimatnya -- menatap Naura kali ini.

Naura terdiam, tidak mampu mengalihkan pandangan. Tatapan Azam seolah mengunci Naura -- segala pergerakannya, seakan memaksa gadis itu membalas tatapannya.

Azam menyeringai jahil. "Flimnya sudah dimulai," katanya.

Naura yang sejak tadi diam tampak bingung harus melakukan apa. Perlahan kepalanya bergerak menatap layar lebar di depannya.

Azam tersenyum menatap kediaman Naura. Tubuhnya lantas bersandar ke punggung kursi lalu arah pandangnya mengikuti arah pandang gadis itu.

___________





PENDAMPING PILIHAN (SELESAI)Where stories live. Discover now