After : Dua Puluh Tiga

Start from the beginning
                                    

Dava memandang Abila lama. Matanya tidak bisa lepas dari mata hitam Abila. Sudah hampir lima kedipan tapi Dava belum juga bisa mengalihan tatapannya. Ia masih berusaha mengendalikan dirinya.

Dirinya, ah, sudah tidak bisa berkata-kata lagi.

"Dava. Hm?" Abila memanggil.

Dava mengangguk.

AT

Rumah besar dengan dua lantai ini penuh di isi oleh orang-orang yang menyanyangi Jafran. Semua penghuni komplek menyempatkan diri untuk menghadiri dan membacakan yasin untuk Jafran.

Perwakilan guru dan murid khususnya kelas XII IPA 1 bergantian masuk untuk memberikan bela sungkawanya pada Raka.

Raka, laki-laki itu. Anak itu. Kakak itu. Sedang duduk di samping kanan bapaknya. Di tangannya ada buku yasin yang sejak tadi tidak di tutup. Mulut Raka terus bersuara melantunkn ayat-ayat suci penghantar ketenangan untuk sang bapak.

Dava dan Abila duduk di sisi Raka. Menguatkan pundak anak yang ayahnya telah tiada. Sedangkan Keira, memilih berada di samping Rahmi yang sedang menangis tersenduh-senduh.

"Kuat, Rak. Lo harus kuat." kata Dava di samping kanannya.

Raka hanya mengangguk. Ia tidak bisa memberi respon.

Abila menyingkirkan buku yasin di tangan Raka. Menarik Raka dalam pelukannya membuat tangis Raka yang semula pelan kini mengencang.

Jujur, Dava tidak tega melihat ini. Ini adegan yang begitu menyayat untuknya.

Sambil mengusap pungung Raka sambil berucap, "Raka boleh sedih. Raka boleh nangis. Raka juga boleh mengurung diri. Tapi ingat, apa yang terjadi kalau Raka lakuin itu semua?"

"Raka masih punya Ibu yang harus Rak jaga. Raka masih punya tanggung jawab untuk bahagiain orang tua yang tinggal satu."

Abila merasakan pundaknya bergetar hebat. Suara isak Raka pun sangat terdengar dengan jelas.

"Raka ga bisa egois. Raka anak laki-laki yang hebat. Raka anak yang di banggakan oleh Bapak dan Ibu Raka. Jadi, Raka harus jadi apa yang mereka harapkan, ya?"

Jujur. Abila meruntuki air mata sialan yang mengalir di pipinya. Abila cepat-cepat menghapusnya.

Raka mengeratkan pelukannya. Mencari kenyamanan di antara curuk leher Abila.

"Raka. Raka Raditiya. Udah, ya. Nanti Bapak Raka ikut sedih kalo lihat anaknya nangis. Raka harus kuat. Lihat itu, Bapak Raka senyum, lho, berarti beliau bahagia. Jadi, Raka jangan nangis, nanti beliau ga senyum lagi."

"Udah, yuk."

Abila membantu Raka melepaskan pelukan yang erat itu. Di pegang kedua bahu Raka lalu di tatap dengan maksud menguatkan Raka.

"Ayo, kita baca yasinnya lagi." ajaknya.

Raka mulai membuka yasinnya kembali, membacanya lagi dengan air mata yang mati-matian ia tahan.

Dava yang setia di samping Raka juga melakukan hal yang sama. Abila melirik depannya, Keira mengangguk padanya memberitau jika keadaan Rahmi juga sudah lumayan bisa di kendalikan.

Sanak saudara dan para tetangga tidak putus-putusnya membacakan yasin. Walau bergantian tapi hal ini tidak terputus sejak tadi.

Guru yang di tugaskan datang mendekati Rahmi, memeluknya bagi yang sesama wanita dan memberikan ucapan belq sungkawa. Siswa siswi yang datang hanya di izinkan masuk untuk bersalaman pada Rahmi lalu keluar lagi menunggu di luar.

Mereka tidak tega untuk mendekat pada Raka. Raka yang terkenal bar-bar dan tidak bisa diam itu, kini menjadi diam tanpa suara seperti bukan dirinya.

Kenzo. Ingat dengan Kenzo? Ya, laki-laki itu sejak pagi sudah di sini menemani Raka dan juga membantu untuk menyiapkan air untuk para orang yang datang.

Laki-laki itu memilih menyibukkan dirinya sendiri tidak mau menemani Raka. Ia takut bukan menguatkan malah semakin membuat Raka sedih.

"Raka, Adikmu." kata Rahmi tiba-tiba.

Mata Raka memutar mencari Jayden yang tidak terlihat sama sekali. Ia beranjak dari duduknya dan langsung berjalan meninggaljan ruang tamu yang di jadikan tempat menaruh jenazah.

Keira memelototi Dava yang hanya diam, "Dav, temenin Raka!"

Dava menggeleng, "Gue belum selesai. Abila aja."

"Bil-"

Keira belum selesai bicara tapi Abila sudah berlari mengejar Raka yang ada di atas tangga.

Mata Keira tidak lepas dari Dava yang terlihat acuh padanya.

"Apa?" tanya Dava ketika matanya lagi-lagi bertemu dengan Keira.

"Harusnya lo." ucapnya tanpa suara.

Dava hanya tersenyum.

After

Hayhay.

Ehmm... Sekilas info aja kali ya, hehehe.

Gue dapet kabar dari penerbit kalo TASYA bakalan mulai PO di antara dua kemungkinan.

-Pertama, akhir bulan ini.
-Kedua, awal bulan depan.

Jadi, jangan lupa nabung, ya...

Di jamin ga ngecewain deh

After that [Selesai]Where stories live. Discover now