Partner Piket Ngeselin

31 9 23
                                    

Bismillahirrahmanirrahim, Semoga banyak yang suka hehe,,

****

 "Terus lo jajan apa Nin!" tanya Ronald saaat Nina menyerahkan kepadanya uang 10 ribuan beserta uang 5000 yang Andita kasih sebelum mereka berangkat tadi.

"Bang Ronald tenang aja, Nina punya jalan keluarnya kok Bang!" Nina melepas helm yang ia kenakan, lalu menaruhnya di salah satu spion motor Ronald.

"Jangan bilang lo mau ngutang ya! Ish malu-maluin aja ni Anak!"

"Eh, nggak kok Bang. Enak aja! Nina masuk duluan ya! Piket kelas soalnya, Bye!"

Sepeninggal Nina, Ronald yang masih stay diatas motornya dihampiri segerombolan cowok yang ternyata para sahabatnya.

"Ciye, belum genap seminggu sekolah kita kedatangan para murid baru lo udah bisa ngebet anak kelas 10 aja sih Ron! Cakep bener lagi!" kata cowok bername tag Royan.

"Iya Nih! Enak bener jadi lo!" sahut yang lainnya.

"Emang lo udah putus sama si Lola anak kelas 11 IPS itu? Kayaknya belum genap sebulan kalian jadian deh!" Kali ini suara Kak Gandha. Ternyata dia juga termasuk salah seorang teman dekat Ronald.

"Kalian pada ngasal deh! Tuh cewek tadi adek gue anjay!"

"Iya adek. Adek ketemu gede kan?" ledek Royan seraya menyeggol lengan Ronald. Yang lain jadi tertawa mendengar penuturan Royan yang memang palik nyeblak itu. Soalnya ketika Ronald terciduk pasti alasannya kalau bukan temen lama, sahabat masa kecil, saudara sepupu, bahkan anak tetangga.

"Kalian ngadi-ngadi ya! Dia memang adek kandung gue sekandung-kandungnya. Pernah tumbuh dirahim dan keluar dari jalan yang sama. Kalian nggak liat kalau kita mirip?" Ketiganya menggeleng.

"Dia terlalu cantik untuk jadi adek kandung lo Ron! Wkwkwkwk!" Ronald menjitak kening Royan kesal. Ronald merasa terhina secara tidak langsung.

"Makanya Ron jangan suka bohong, sekalinya jujur nggak dipercaya kan hahah!" sahut Gandha.

"Tapi lo percaya kan Nda?" tanya Ronald

"Gue sih percaya, dulu waktu kita maen kerumah lo adek lo pernah lewat sekilas."

"Emang lo pernah ikut maen-maen ke rumah gue? Perasaan nggak pernah deh!" Ronald berpikir keras. Seingatnya, dia nggak pernah menjamu Gandha di rumahnya.

"Yaelah pernah lah Bambang! Waktu ngerjain tugas klipping kelas 10 dulu!"

"Bambang nama Opah gue woy!" Ketiga teman Ronald tertawa. Bukan kali pertama mereka kena semprot Ronald karena nama opahnya.

"Btw kalau setiap gue ke rumah lo kok nggak pernah liat adek lo ya Ron!"

"Masak sih? Oh mungkin saat lo ke rumah gue dia lagi nggak ada! Emm kalian kalau masih mau nongkrong di parkiran lanjutin aja! Gue masuk dulu ya, mau ngapel ke kelas 11 IPS bye!" Gandha dan kedua temannya melihat gidek kearah Ronal yang berlari menjauh. Mereka berempat memang sudah menjalin persahabatan sejak menjadi murid baru, satu kelas waktu dulu. hanya Ronald saja yang nyasar ke jurusan IPS.

***

Bel masuk kelas memang masih 20 menit lagi. Nina sengaja berangkat ke sekeloah lebih awal karena hari Sabtu adalah piketnya menyapu kelas. Mana lagi teman piketnya adalah Alexa, mustahil sekali dia berangkat pagi hanya untuk menyapu, Mustahil. Ingat, MUSTAHIL!

Sebelum menuju kelasnya, Nina mengambil sapu dan peralatan kelas di kantor terlebih dahulu. Tapi, lemari bagian kelasnya sudah kosong plong. Petanda bahwa seseorang telah ada yang mengambilnya.

"Oh, mungkin si Bintang-bintang itu!"

Dengan lahkah ringan dan riang, Nina menuju ruang kelasnya yang terletak di ujung gedung lantai 3. SMA Nusantara terdiri dari 3 Gedung untuk masing-masing jurusan. Gedung A untuk jurusan IPA, Gedung B untuk IPS, Gedung C untuk Bahasa, dan satu gedung lagi gedung D untuk kantor guru, perpustakaan, aula, dan sanggar, dan tempat serbaguna lainnya. Dan setiap gedungnya tersusun dari 3 lantai. Lantai 3 untuk kelas 10, lantai 2 untuk kelas 11, dan lantai dasar untuk kelas 12. Jika direkam dari atas sana, SMA Nusantara terlihat seperti bangun persegi. Dengan lapangan luas yang terbentang di tengah sebagai inti pusat antara gedung satu dengan gedung lainnya.

Saat meninjakkan sepatunya di ruang kelasnya, Nina terpenjat kaget karena lantainya telah bersih kinclong. Begitupun papan tulisnya, seakan bersih suci tanpa noda.

"Eh, lo yang piket ini sendirian!" Nina mendekati orang yang dia yakini menjadi teman piketnya.

"Menurut lo?"

"Hehe, maaf ya nggak bantu." ujar Nina merasa bersalah.

"Balikin sapu ke kantor sana!" Nina melihat kearah pojokan yang ditunjuk anak menyebalkan itu.

"Sekarang?"

"Lo kira?"

"Bukannya nanti kalau mau pulang ya?"

"Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti?'

"Kalau bisa nanti kenapa harus sekarang?" Nina berkacak pinggang, kesabarannya menghilang. Padahal tadi dia nanyanya baik-baik. Lama-lama tuh anak minta dijitak juga. Oh ternyata begini perangai cowok yang dipuja-puji Echa karena kegantengannya itu. Woekkk amit-amit menyebalkan banget.

"Lo enak Cuma balikin sapu doang, gue sendirian yang nyapu kelas sebesar ini!"

"Siapa suruh nggak mau nunggu!"

"Siapa suruh datang telat?" Nina bungkam. Padahal menurutnya dia nggak telat, hanya saja tu anak yang terlalu pagi. Tanpa berkata-kata lagi, Nina balik badan dan langsung mengambil dua sapu beserta kemoceng dan cikrak yang tergeletak di pojokan kelas. Malas memperpanjang perdebatan.

"Sumpah dosa gue apa sih? Kenapa harus dapat temen piket kayak dia, kayak Alexa juga woah!" batin Nina frustasi. Kakinya dihentakkan keras-keras saat lewat didepan Akseliam. Dia harus melangkah jauh lagi dan menuruni beberapa tangga untuk kembali menuju kantor yang terletak di gedung D seberang sana.

  ***

Haninah ( Honey Bunny Sweety)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن