Gara-gara Nina

23 11 0
                                    


Bismillah, semoga banyak yang suka hehe,,,


*** 

"Bang, Nina mau tanya sesuatu!" ujar Nina kepada Ronald saat mereka baru sampai rumah.

"Apaan?"

"Bang Ronald kenal sama kak Gandha nggak?" Ronald menoleh kearah Nina yang tiba-tiba merangkul lengannya.

"Kenapa memangnya? Lo naksir Gandha?"

"Huuushhh!" Nina membungkam mulut ember abangnya itu.

"Jangan keceng-kenceng Bang, kalau mama tau habislah kita!"

"Lo aja kali yg habis, gue mah bebas!"

"Iya deh terserah, kenal dia, kan?"

"Kenal. Tapi lo jangan naksir dia!" ucap Ronald dengan nada serius.

Nina mengerutkan keningnya penasaran, "Memangnya kenapa Bang?"

"Lo tau sendiri kan Gandha orangnya lumayan ganteng!" Nina mengangguk pelan

"Bukan lumayan lagi Bang, tapi emang guwanteng bangetttt!"

"Heleh serah lo deh. Gue kasih tau ya, kalau orang ganteng itu gue jamin 100 % play boy dan banyak cewek yang ngejar-ngejar dia Nin! Contohnya kayak gue ini!" Bola mata Nina melotot,

"Gue dan Gandha 11-12 sama-sama gantengnya, kan?" sombong Ronald, tapi ucapannya memang fakta sih.

"Yang serius dong Bang! Lagian nggak semua orang ganteng itu play boy kayak Bang Ronald ih!" Ronald tertawa,

"Oke oke, kalau lo mau tau tentang Gandha ada syaratnya!"

"Pakek syarat segala sih, kayak ikutan giveaway aja!" sahut Nina, Ronald sudah berdiri di depan pintu kamarnya bersiap-siap masuk.

"Mau tau nggak?" tawar Ronald. Mengambil keuntungan dari Nina adalah hobinya.

"Iya deh iya! Apa syaratnya?"

"Syaratnya adalah nanti lo harus kerjain tugas ngerasume pelajaran sosiologi gue! Setuju kan? Bye!" Ronald menutup pintu kamarnya tanpa menunggu reaksi Nina.

Brak brak brak, "Abang!" Nina menggedor-gedor pintu Ronal geram.

***

Dengan perasaan dongkol Nina meresume pelajaran sosiologi Ronal yang materinya nggak sedikit itu. Demi informasi tentang Gandha, Nina rela melakukan apapun syarat yang diajukan Ronald meskipun jari-jarinya pegel serasa mau patah saja hehe.

Konsentrasinya terganggu tatkala opa menyalakan televisi dengan volume yang cukup keras. Nina yang memang sedang berada di meja makan langsung menghampiri opah yang ternyata sedang menyaksikan acara super dangdut di channel tv kesayangannya.

"Opa, Nina kecilin sedikit ya volumenya!" pinta Nina, tangannya meraih remote yang berada di diatas tv.

"Jangannn!" sahut opah tanpa menoleh kearah Nina.

"Sedikit aja opa, Nina belajarnya keganggu!" gerutunya,

"Belajar itu di kamar, bukan di meja makan! Kamu tau sendiri kan telinga opa budek, kalau dikecilin opa jadi tidak dengar! Duduk sini dulu Nin!" Opah memukul-mukul tempat disampingnya, isyarat memintanya cepat duduk.

"Ada apa sih opah!"

"Gimana, menurutmu dia cantik nggak?" jari opah menunjuk kearah seorang biduan yang sedang nyanyi dangdut di televisi.

"Cantiklah opa, dia kan Dewi Persik!" jawab Nina sekenanya. Jari-jarinya gatal ingin cepat kembali menulis tugas resume dari Ronald.

"Kamu setuju enggak, kalau dia jadi Omah mu?"

"Maksud opah?" tanya Nina tak paham dengan ucapan opahnya.

"Ya, opah ingin menikahinya, sepertinya opah jatuh cinta pada pandangan pertama deh, gimana? Dia cocok kan sama opah?"

"OPAA! Kumat deh halunya!" Nina mengecilkan volume televisi 3 tingkat tanpa menunggu persetujuan opanya.

"Bye Opa! Nina mau nulis lagi!" Meninggalkan Opanya yang hanya melihat ke arah televisi tanpa berkedip.

"Suaranya dedek Dewi Persik kemana ya? Kok nggak kedengaran?" lirih opa keheranan. Lebih mendekat kearah televisi, sampai-sampai menempelkan telinganya di layar kaca.

Di meja makan, Andita tengah berdiri berkacak pinggang membaca kertas resume tulisan Nina.

"Tugasnya Ronald kok kamu yang kerjain, Nin?" tanya Andita dengan raut muka selidik. Membuat bulu kuduknya merinding. Opah benar, harusnya tadi dia mengerjakannya di kamar saja memang.

"Hehehe, itu Ma, itu loh!"

"Ronald! Dimana kamu? Sini cepat!"

***

Nina dan Ronald tertunduk patuh mendengar ceramah malam Mamanya. Sejak dahulu, Andita memang pantang mendengar, melihat, ataupun mengetahui jika salah seorang anaknya mengerjakan tugas saudaranya yang lain. Prinsip yang dia tanamkan sejak mereka masih kecil adalah bertanggung jawab penuh atas tugas sendiri, bukan tugas orang lain, terlebih jika masalah tugas atau Pr sekolah.

"Nina! Memangnya kamu sendiri tidak punya tugas?" Andita mengintimidasi. Layaknya seorang Bos perusahaan yang menegur kinerja pegawainya.

"Tugas untuk besok udah selesai semua kok Ma, tinggal yang pekan depan aja!" Nina menjawab sambil tertunduk, sesekali melirik kearah Ronal yang juga tengah duduk di sampingnya.

"Alasan kamu ngerjain tugas Ronal?"

Nina terdiam, bingung mau jawab apa.

"Mau berbakti sama saudara? Saling tolong menolong? Begitu?" Nina dan Ronald saling pandang cengengesan.

"Ronald! Kenapa kasih tugasmu Ke Nina? Jari-jarimu sakitkah?"

"Hehe itu LOH Ma! Tugas Ronald banyak banget. Nggak bisa kalau dikerjakan Cuma dengan kedua tangan Ronald. Harus dikumpulkan besok loh!"

"Hmmm, Dari kemaren-kemaren kemana aja? Sukanya menimbun tugas di akhir kamu Ron! Kalian ini masih SMA, masih sekolah. Guru-guru kalian juga akan ngasih tugas jauh-jauh hari, bukan anak kuliahan yang asal jepret suruh kumpulin besoknya, paham?"

"Paham Ma!"

"Sebagai hukuman, besok kalian akan Mama kasih uang saku 5000 dibagi dua!"

"Haa! Yang bener saja Ma? Besok Ronal ada Mapel Olahraga Loh! Dua Ribu Lima Ratus itu uang jajannya anak kelas 3 SD kali Ma!"

"Oke Ma siap! Nina nggak papa kok!" Nina tersenyum kearah Ronald. Ronald melirik kearah Nina Snewen. Tadi dia ngasih Resumannya ke Nina karena dia ingin minta info tentang Gandha kan? Jadi asal muasal hukuman ini sepenuhnya dari Nina, Ronald merasa seharusnya dia tak perlu ikut dihukum. Apalagi jika Andita tau alasan sebenarnya, sayangnya Ronald masih punya hati nurani keAbangan.

"Yauadah, sekarang kalian langsung balik ke kamar masing-masing! Dan Ronald, selesaikan tugasmu sendiri. Satu jam lagi Mama koreksi!"

"Iya Maa!" Nina dan Ronald langsung berbalik arah, menuju kamar.

"Ini semua gara-gara lo Nin!" bisik Ronal di pembatas pintu.

"Hehe Bang Ronald tenang aja! Nina punya sisa uang 10.000, besok buat Abang semua deh! Tapi jangan lupa info-info tentang Kak Gandha, tadi udah Nina tulisin hampir setengah Bab loh Bang!"

"Iya-iya Gue ceritain besok di sekolah aja ya, biar aman!"

"Okey Bang, siap!" suara gebrakan ringan pintu menjadi pemisah Nina dan Ronald. Mereka masuk ke kamar masing-masing.

Nina meraih jaket violet yang ia kenakan ke sekolah tadi pagi. Diambilnya uang kertas yang terselip di sakunya.

"Ah, untuk sejak kemaren-kemaren gue hemat!" Nina menyeringai, memandang gemas dua uang kertas bergambar pahlawan Oto Iskandar Dinata dan Frans Kaisepeo. 10k untuk Ronald, dan 20k untuk dirinya sendiri.


***

Haninah ( Honey Bunny Sweety)Where stories live. Discover now