Chapter 1 : Stone

Start from the beginning
                                    

Gabrielle tidak mengindahkan perkataan Ansell, ia mengalihkan  pandangannya ke arah lain, di mana sepupunya -Carlson- menendang bamper mobil kesal. Namun, tatapan kembali beralih ke arah Anver, sepupu yang nyaris merebut kemenangan darinya. Pria itu diam saja di wajah dingin tidak terbacanya.

"L, tangkap!" seru Frank melempar kunci mobilnya ke arah Gabrielle.

Bukannya mengindahkan seruan Frank, Gabrielle malah menghindari kunci mobil itu dengan tenang seolah tidak menerima, sehingga Ace -asisten Gabrielle- yang menyambutnya. Ya, taruhan balapan liar itu seperti biasa, mobil yang dipakai.

"One more time," ucap Gabrielle tenang. Netra biru lautnya menatap Anver yang masih setia memerhatikan Gabrielle.

Anver mengangkat sebelah alisnya. "I'm out."

"You can't," balas Gabrielle cepat.

"Daddy!"

Seluruh pasang mata mengarah pada sumber, di mana seorang gadis cantik bermata cokelat gelap berjalan sedikit tergesa-gesa dengan napas yang tidak beraturan, mungkin ia habis dikejar sesuatu. Ia tersenyum lebar begitu sampai di depan Gabrielle sambil menetralkan udara yang masuk ke paru-parunya. "Aku—" ucapan gadis itu tertahan lantaran pakaian seksinya nan berupa baju crop dan hotpants langsung ditutupi oleh jas Gabrielle. Ia mengulum senyum.

"Letizia," desis Gabrielle tajam. Tatapan pria itu seakan mengatakan, bukankah aku sudah melarangmu ke sini?!

"Hi, Lily," sapa Carlson tersenyum kecil. "Long time no see."

"Long time no see, Carl," sahut Letizia ikut tersenyum kecil.

"Kau tumbuh dengan sangat cepat," ucap Ansell.

Frank mengangguk setuju. "Kau semakin cantik saja."

Gabrielle memutar kedua bola matanya jengah, ia tahu Frank menyimpan rasa pada Letizia. Carlson dan Ansell pun juga sangat menyayangi Letizia sebagai adik perempuan mereka. Ya, mereka tidak mempunyai adik perempuan. Namun, Gabrielle tidak suka. Barang Gabrielle hanya boleh untuk Gabrielle, ia benci berbagi. "Pergi dari sini," usir Gabrielle tajam.

"Tapi—" ucapan Letizia tertahan lantaran tatapan Gabrielle sukses menusuk hingga ke jantungnya. Dalam dan menyesakkan. "Per favore! [Please! : Italy]"

Gabrielle mengalihkan pandangannya seolah malas meladeni gadis itu, namun Anver tiba-tiba memanggil, membuatnya menoleh. "L, aku akan ikut tanding, tapi jika aku menang, Letizia harus menciumku, bagaimana?"

Gabrielle masih diam, memandang wajah Anver di wajah tenangnya tidak terbaca, sementara sepupunya yang lain bersorak untuk ikut serta. Ya, mereka memang jahil, mereka suka membuat Gabrielle kesal, namun hal itu tidak pernah berhasil. "Tidak," tolaknya tenang.

"Kau takut?" tanya Carlson tertawa sinis, bahkan Gabrielle tahu bahwa Carlson mencoba membuatnya emosi agar terbujuk rayuan mereka untuk mengiyakan usulan Anver.

"Ayolah, L, kau pecinta tantangan." Ansell bergurau sambil mencoba merangkul sepupunya itu, namun Gabrielle menghindarinya. "Apa kau takut kami begitu serius sehingga dapat mengalahkanmu kali ini?"

"Tenang saja, kemenangan kami di masa lalu hanyalah kebetulan, tidak seperti kemenangan-kemenganmu." Kali ini Frank yang buka suara, mencoba memukul pelan bahu Gabrielle sebagai tanda bercanda, tapi Gabrielle justru memelintir tangannya. "Argh," ringis Frank.

"Mengapa harus aku?" tanya Letizia bingung. Ya, selalu Letizia taruhannya setiap bermain biliard, catur, atau apa pun itu. Namun, Gabrielle tidak pernah menyetujuinya.

Gabrielle's [COMPLETED]Where stories live. Discover now