Part 25 - "She.. she is.. she is die!" -

Start from the beginning
                                    

"Mum, kenapa Catlin tidak ikut?" Tanyaku penasaran.

"Catlin ada di rumah bersama ayah," Jelas Ibuku. Ibuku menyupir dengan kencang dan dia sepertinya panik setengah mati. Untung saja ini tengah malam, jadi tidak ada kendaraan yang melintas.

Ibuku sudah kenal betul dengan keluarga Emily sejak kami kecil. Jadi, dia lebih panik di banding aku.

Saat di tengah jalan, suara HP ibuku brbunyi. Dia segere mengangkat telponnya. Aku penasaran itu dari siapa tapi aku rasa itu orang penting.

"What?" Ibuku terdengar kaget dan dia menatap ke arahku sebelum dia menatap jalan kembali. "Okay, we're half way there." Ibuku segera menutup telponnya. Ibuku terlihat pasrah dan aku mulai panik

"Mum, who's that? What's going on?" Tanyaku dengan penasaran dicampur panik.

"Emily, hun," Aku lihat ibuku mulai tersedu-tersedu seperti dia ingin menangis.

"What happen with her?" Baiklah, aku sekarang mulai panik dan menganggap ini serius.

"She.. she is.. she is die!" Ibuku tidak bisa menahan air matanya. Dia langsung menangis.

Jantungku langsung berdetak kencang dan aku merasa baru saja jatuh dari tebing. Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi begitu ibuku bilang bahwa dia meninggal. Aku baru mengerti sekarang. Aku tidak bisa ngomong apa-apa dan otakku langsung mengingat masa-masa dimana aku dan Emily mempunyai waktu yang menyenangkan. Air mataku langsung mentes ke wajahku, membasahi setiap kulit di wajahku.

Emily adalah satu-satunya teman yang dapat mengertiku, bahkan pacaraku saja, Luke, masih belum bisa mengertiku. Aku tidak bisa menjelaskan betapa pentingnya dia di dalam hidupku. Betapa pentingnya sahabat dalam hidupku. Emily sudah berada disisiku saat aku kecil dan pada saat pertama kali aku masuk ke sekolah itu, dialah yang pertama dan satu-satunya temanku. Karena entah mengapa kebanyakan anak murid membenciku. Sekarang, Emily sudah tidak ada. Jika saja Luke kembali jahat dan semacamnya, tidak ada lagi yang dapat menyelamatkanku. Aku akan benar-benar tidak punya teman dan benar-benar sendiri.

Tidak lama kemudian aku dan Ibuku sampai di rumah sakit. Aku melihat ada mobil Luke di sana dan juga mobil Calum. Aku dan Ibuku segera turun dari mobil. Aku tidak bisa menahan air mataku dan jadi aku berjalan menuju ke ruangan dimana Emily berada sambil menangis. Ibuku selalu menenangkanku selama perjalanan tapi aku tidak bisa.Di ujung lorong aku melihat ada Luke yang sedang menenangkan Calum dan keluarga Emily: Ayahnya, Ibunya dan kakak cowoknya. Aku segera memperepat langkahku. Luke melihat ke arahku.

"Violin?" Kata Luke dengan perlahan. Aku segera memeluknya dengan erat dan di pelukannya aku menangis lebih kencang. Aku tidak peduli dengan keadaan sekitar dan aku tidak peduli apakah kemeja putih Luke ini akan kotor atau tidak. Luke memelukku kembali, dia memegang kepalaku dan mengusap punggungku untuk menenangkanku. "Im so sorry Violin. She's gone so fast."

"Aku bahkan belum sempat berbicara kepadanya," Ucapku di dalam pelukan Luke.

Luke melepaskan pelukannya. Aku melihat ke mata Luke yang sedikit merah. Dia sudah menangis. Aku melihat ke arah Calum yang sedang memegang kepalanya sambil menangis.

"I feel you too Calum," Aku memegang pundaknya.

"Thank you, Violin,"

Tidak lama kemudian ada dokter yang keluar dari kamar Emily dan Ibu Emily segera menayakan apa yang terjadi dengan panik.

"Kita sudah memastikan dia meninggal, jantungnya sudah benar-benar berhenti dan napasnya juga begitu. Minuman itu diminum terlalu banyak hingga tahan tubuhnya tidak bisa menahan kandungan-kandungan yang ada di dalam minuman tersebut yang mengakibatkan organ-organ yangada di dalam tubuhnya tidak berfungsi,"Jelas dokter tersebut. Tapi minuman apa itu? Minuman jenis apa? "Sebelum Emily meninggal, dia mengirimkan pesan suara untuk Violin dan dia mau Violin segera mengeceknya, dan juga surat ini untuk teman-temannya."

Everything I Didn't SayWhere stories live. Discover now