24 - My Pace

392 81 12
                                    

Happy reading~ and long time no see :')💙

Calvin keluar dari ruangan bimbingan dengan wajah yang kusut. Berkali-kali ia menghela nafasnya. Tangannya mengangkat sekumpulan kertas yang sudah dicoret-coret oleh dosen pembimbingnya.

"Ini tuh salah formatnya Calvin."

"Jangan pake pasal yang ini. Kamu bisa dilawan balik pake pasal yang lain. Coba cari pasal lain."

"Kamu tuh pinter Calvin. Tapi masa gini aja masih salah sih?"

"Calvin, kalo kamu masih salah di bagian ini, kamu kemungkinan ga bisa maju sidang semester ini."

Calvin rasanya ingin menyerah saja. Tinggal sedikit lagi, tetapi rasanya jalannya semakin dipersulit. Jika seperti ini, rasanya ia ingin kembali ke pelukan kakaknya saja.

"Hadeh, napa pada pengen cepet-cepet kuliah dah. Gue pengen balik lagi jadi anak TK aja dah. Enak, cuma main aja kerjaannya" kata Calvin.

Sedang asik-asiknya meratapi nasib, tiba-tiba HPnya berdering dengan kencang. Ternyata, Felix yang menghubunginya. Calvin pun dengan cekatan menggeser ikon telepon untuk mengangkat telepon Felix.

"Halo bang Cal!! Ada di rumah ga?"

"Masih di kampus sih Lix, abis revisian. Mau ketemu Willy sama Yosef dulu, terus pulang. Kenapa?" Kata Calvin.

"Hehehe, biasa bang, ada cookies nih. Felix ada di rumah Aji, rumah Aji kan deket sama abang, jadi mau anterin sekalian" kata Felix.

"Yaudah.. Tapi nanti ya Lix. Lu di rumah Aji dulu aja. Nanti gua call kalo dah balik" kata Calvin.

"Yowes bang Cal" kata Felix. "Lu aneh ngomong bahasa Jawa" kata Calvin. "Iseng bang, temen ada yang pake soalnya hehe.. Udah dulu ya bang. Hati-hati. Titip salam buat bang Willy" kata Felix sebelum mematikan sambungan telepon itu

Calvin tersenyum. Moodnya kembali naik mengingat Felix akan datang dengan cookies. Lumayan buat temen ngerjain skripsi. Calvin pun beranjak menuju kantin, mengingat ia tadi memiliki janji dengan Willy dan Yosef.

"Woy bro, mukanya kusut amat" kata Yosef saat Calvin baru saja sampai. "Iya nih. Cape banget bimbingan. Dosennya ga jelas anjer" kata Calvin sambil duduk di kursi. "Pesen minum gih sana. Gue bayarin" kata Willy. "Wih tumben. Ada apa nih?" Kata Calvin.

"Gue sidang minggu depan!! Akhirnya setiap tetesan air mata gue akan selesai" kata Willy dengan dramatis. "Anjir malu banget gue mengakui lu sebagai temen gue" kata Yosef sambil menoyor kepala temannya itu. Pria dengan rambut dwiwarna hitam dan blonde -Willy, merenggut kesal pada Yosef.

"Ingat!! Lo cenderung bakal mencari teman yang kepribadiannya mirip sama diri lo sendiri. Jadi kalo gue dramatis, ya lo juga" kata Willy. "Udah udah anjir. Gue pengen pesen kopi nih mana duitnya" kata Calvin menengahi pertengkaran dua temannya itu. "Dih udah ditraktir, gatau diri lagi" kata Willy. Namun tangannya tetap menyerahkan dua lembar uang berjumlah 30 ribu.

Calvin tersenyum kemudian beranjak memesan kopi. Setelah kopinya jadi, ia kembali duduk dengan teman-temannya. "Progress lu gimana, Sef?" Tanya Calvin. "Gue? Besok sidang" kata Yosef. Perkataan Yosef membuat Willy yang lagi minum pun tersedak.

"APA-APAAN? Bukannya belajar materi sidang besok malah nongkrong disini. Bego banget lo" kata Willy. "Yaudah sih suka-suka gue" kata Yosef dengan sengit. Calvin menghela nafas melihat perdebatan kedua temannya yang tidak ada habisnya itu.

Calvin memperhatikan buku-buku yang ia pinjam dari perpustakaan untuk menunjang skripsinya. Bohong jika ia merasa tidak tertekan ketika mendapati teman-temannya yang akan sidang. Bahkan jika ini rumahnya, mungkin Calvin akan menangis sambil mengerjakan skripsinya.

STEP OUT ✔Where stories live. Discover now