Part 24

657 66 8
                                    

Terhitung sudah enam minggu, Taehyung tetap tak beranjak dari kursi yang ada di samping ranjang Jungkook, faktor lain menyatakan penyebab Jungkook mengalami kemerosotan karena umur yang belum matang untuk dibuahi.

Masih belum genap dua puluh, jadi kemungkinan besar tubuh Jungkook tidak bisa menahan sakit yang menusuk saat kemarin kontraksi. Ditambah shock dan ketidaksiapan si ibu semuanya jadi semakin kacau, tubuh itu langsung istirahat sendirinya.

Taehyung juga mulai mengajar lagi karena papa Yunho marah, katanya kalau terus terlarut dalam sedih bukan suatu yang baik, juga cucunya butuh dibelikan susu. Tentara itu mampu-mampu saja untuk belikan tapi Taehyung selalu menolak pemberiannya dengan dalih itu semua tanggungan guru tersebut.

Jadwalnya memang tak begitu padat, tapi yakinlah melakukan kegiatan di tengah banyak pikiran selalu terasa berat. Jungkook belum bangun dari nirwana, Hyungjun saja sudah pindah ke apartemen dengan mama Baek juga mama Jaejoong.

Yoongi sukarela membantu, pemuda kucing itu bahkan sering menginap hanya untuk menjaga bayi yang memiliki mata tajam dan hidung mancung itu, juga sebagai alat pancing agar dirinya cepat diberi kepercayaan menjaga bayi. Hyungjun agak rewel, entah apa maunya bayi itu, tapi selalu saja sering menangis walau sudah ditimang dan diberi susu.

Sejak menginjak tempat dimana dirinya tumbuh dalam perut Jungkook, bayi itu merenggut sedih, tak tahu kenapa dan setelah itu sering menangis tanpa sebab hingga Baek, Jaejoong, dan Yoongi kewalahan.

Taehyung benar-benar tak menyentuh anaknya, ia seakan lupa karena hatinya hanya terpaku pada Jungkook dengan alat yang memenuhi tubuh sebagai pegangan hidup. Sepulang kerja langsung tergopoh ke rumah sakit, dengan harapan besar mendapati mata itu mengerjap dan beri ulas senyum, tapi nyatanya beberapa minggu berlalu Jungkook masih sama saja.

Sementara bukan berarti cepat, dan sementara bukan berarti selamanya.

Taehyung datang dengan senyum dan kemeja kerja warna putih, menghampiri Jungkook yang semakin kurus, pemuda itu masih belum mau membalas senyumnya, tapi Taehyung yakin kalau suatu hari akan berbalas.

"Jungkookie, Yoonbi dan Soora memberi surat untuk kamu, dua siswi saya yang pernah memergoki kita berciuman di depan toko itu lho." Taehyung mulai bercerita, kemudian mengeluarkan dua kertas binder motif kartun.

'Ibu Kim, ayo semangat! Aku Yoon Soora, panggil Ura saja kalau sulit, aku harap keadaan ibu baik-baik di sana, aku ingin ketemu ibu untuk beri puisi yang majasnya cantik sesuai yang sudah diajarkan Kim ssaem.'-isi surat Soora.

'Hayoo, terpergok ciuman, sebenarnya waktu itu aku ingin menggoda lebih parah tapi apa daya Kim ssaem langsung menyeret ibu untuk pergi, padahal ingin menyapa. Semoga di lain waktu bisa bertemu dan aku bisa berikan stroberi hasil cocok tanamku di sekitar rumah, hehe. Salam hangat Lee Yoonbi.'-isi surat Yoonbi.

Taehyung bacakan keras dan kembali lipat surat itu pada saku kemeja, sebenarnya banyak yang mengirim surat akhir-akhir ini sebagai bentuk semangat untuk Taehyung, anak muridnya berinisiatif membuat itu dan akan diberikan perhari dua surat.

"Kamu masih betah, hm? Padahal saya sudah rindu suara merdu kamu, saya tak dapat tidur karena kamu tak terpeluk lengan, rindu kamu, rindu sekali," ujar Taehyung mencium kening kemudian kedua kelopak mata Jungkook.

Mengusap pelipis itu dengan lembut, kadang menyingkirkan beberapa helai rambut hitam Jungkook yang menutupi mata, sudah mulai panjang dan itu tanda kalau Jungkook sudah lama tak mau buka mata. Bulu-bulu halus di sekitar dagu Taehyung pun jadi tak terurus karena istri yang selalu merawatnya kini malah tak mau sedikitpun bergerak, Taehyung benar-benar berharap pemuda kelinci itu masih mau menatapnya.

Taehyung membolakkan mata, bibirnya terbuka tanda tak percaya, matanya mengerjap hingga liquid bening mulai merembet ke pipi.

"Jung," ujar Taehyung gemetar, tangan perlahan mengusap pipi tirus itu, hingga si empunya pipi tersenyum amat kecil.

"Kamu pulang," ucap Taehyung parau, kemudian peluk tubuh itu, menciumi pelipisnya dan segera saja panggil dokter.




//





"Aku gak mau makan, mau Hyungjun!" Kukuh Jungkook saat Taehyung menyodorkan sendok berisi bubur.

"Kalau kamu gak makan nanti ketika gendong Hyungjun, malah jatuh, mau baby terjatuh, hm?" Jungkook menggeleng cepat dan segera menerima suapan itu lahap.

Sumpah tidak lapar, efek dari infus yang dipasang untuk mengganti cairan yang hilang. Benar, Jungkook sudah sadarkan diri, dan terus menanyakan eksistensi anak mereka.

Tapi mau bagaimana lagi? Hyungjun di rumah dengan para orang tua, sedangkan Jungkook belum boleh pulang karena memang baru pulih dari tidur panjang.

"Betah sekali, di sana ada apa?" Taehyung masih telaten menyuapi, sesekali mengusap sudut bibir Jungkook yang belepotan bubur.

"Nothing, aku hanya duduk di bawah pohon rindang, mirip pohon apel tapi buahnya berbeda, buahnya kecil sekali, ketika kucabut dan kukupas isinya tulisan, ada anak laki-laki juga yang menemaniku, seperti kamu versi kecil." Cerita Jungkook dengan senyum merekah, tampaknya benar-benar indah di sana pantas Jungkook betah.

"Tulisan apa?"

"Banyak, tapi yang paling aku ingat, 'Sayang, di sana indah? Tak mau lihat saya dan peluk Hyungjun? Kami rindu kamu', aku merasa sedih pas tulisan itu kubaca."

Taehyung menghentikan kegiatan, menatap tepat mata bulat Jungkook, apa yang Jungkook ceritakan itu serasa tak aneh, bukankah itu ucapan Taehyung?

"Jung, boleh saya peluk?" Taehyung meminta izin, Jungkook cepat mengangguk dan meresapi harum Taehyung yang menenangkan.

"Terima kasih sudah mau kembali." Jungkook mengangguk kecil dan matanya mulai terpejam kala Taehyung menciumi kening berkali-kali.

"Padahal gak lama."

"Gak lama kepala Bambam pecah, kamu buat saya kalut ketika setiap pulang kerja kamu masih asik terpejam."

"Lho? Aku 'kan cuma setengah jam di sana, setelah itu aku sudah terbaring di sini dengan perut kempes," ujar Jungkook bingung, dirinya benar-benar sebentar kok di ladang rumput hijau itu bersama anak yang ia yakini Taehyung umur lima tahun.

"Lihat dagu saya? Udah penuh janggut, terakhir kamu lihat padahal bersih 'kan?!" Sewot Taehyung dan Jungkook malah terkekeh saja mendengar suaminya terpelatuk.

Ingin sekali Taehyung menampar pipinya sendiri, karena kalau tampar Jungkook kurang pantas dilakukan. Jungkook mungkin memang merasa baru sebentar, tapi sesungguhnya dia sudah terlelap lama, dan buat Taehyung terbiasa menemani sepulang kerja.

"Hm," tanggap Jungkook, mencium lagi kening dan kedua pipi putih, hidung kemudian yang selalu jadi damba, bibir.

"Jangan pergi lagi!" Jungkook mengangguk menyanggupi.

"Promise?" Tanya Taehyung, dan Jungkook terkekeh saat ingat pembicaraan ini juga pernah terjadi sebelum perutnya dibelah.

"Promise!"












Tbc

GladnessWhere stories live. Discover now