After : Enam Belas

Start from the beginning
                                    

"Emang kenapa, Bil?"

"Oh, ga papa."

Raka menyondongkan tubuhnya, "Kalo orang tua lo, Bil?"

Abila terdiam, tersenyum dalam senduh.

"Bunda ibu rumah tangga." jawabnya singkat.

"Ayah, lo?" Keira menimpal.

Abila terkekeh pelan, "Ayah udah di surga."

AT

Sekolah sudah sangat sepi, hanya menyisahkan para pekerja sekolah yang bertugas membersihkah lingkungan sekolah.

Abila berjalan dengan santai. Ia tidak ada kerjaan yang harus di urus, semua sudah di tangani kemarin termaksud masalah Yunita dan pembangunan hotel.

Abila sampai di depan gerbang sekolah, ia ingin segera masuk mobil dan mengistirahatkan tubuhnya sebentar. Ia amat lelah hari ini.

Mobil merahnya sudah terlihat dan keinginan untuk berlari semakin meningkat namun tidak jadi saat seorang gadis berpakaian sepertinya tiba-tiba datang dan menghadang langkahnya.

Mita.

Alis Abila bersatu, untuk apa gadis itu menghadangnya di jam segini? Abila kira hanya tinggal dirinya saja di sekolah.

"Bil... "

Abila hanya diam, membiarkan gadis berhijab itu berbicara lebih dulu.

"Bil... Gue... Gue mau minta maaf soal kemarin,"

"Gue terpaksa kaya gitu karena gue butuh duit buat nebus obat gue. Ibu gue lagi ga ada duit soalnya-

"Bila udah maafin Mita dari kemarin." potong Abila cepat.

Mita tersenyum. Gadis itu ingin menggapai tangan Abila tapi Abila dengan cepat menyembunyikan kedua tangannya di balik punggung.

"Yaudah, Bila pulang dulu."

Abila pergi meninggalkan Mita yang terdiam dengan pandangan aneh. Gadis itu seakan menyimpan arti lain dari ucapan maaf tadi.

Abila memasuki mobilnya tidak lupa menyapa supirnya. Ia meletakan asal tasnya di samping kirinya sedangkan ia duduk di sisi kanan. Abila membuka cendela mobilnya membiarkan angin luar menerpa setiap inci wajahnya.

"Mau mampir ke suatu tempat dulu, Non?" tanya pak Kardi.

"Langsung pulang aja, Pak." jawabnya tanpa membuka mata.

Tidak berapa lama, mobil merah milik Abila memasuki area komplek. Supirnya langsung menutup cendela Abila ketika melihat ada Tasya yang tengah berdiri di depan gerbang rumahnya.

Pak Kardi melirik Abila yang sepertinya terlelap. Beruntung ia tadi dengan cepat menutup cendela, jika tidak Tasya mungkin saja melihat Abila.

Pak Kardi memberhantikan mobil di depan tembok pembatas, membuka ponsel lalu mengirim pesan pada satpam yang berjaga untuk membukakan pintu untuknya masuk.

Tidak lama, tembok yang semula diam bergerak dan terpampanglah rumah tiga tingkat milik Abila yang jaraknya kurang lebih tiga puluh meter dari gerbang.

Pak Kardi dengan cekatan berjalan masuk sebelum orang-orang melihat.

Sudah di katakan bukan jika Abila tinggal di komplek yang sama dengan Lio, hanya saja Lio tidak tau jika rumahnya tersembunyi di balik tembok pembatas komplek yang tinggi.

Pintu itu tidak bisa di buka dari luar, harus dari dalam. Itu makannya harus menghubungi seorang satpam terlebih dahulu untuk membuka pintu itu.

Ribet? Jelas.

Salahkan Asraf karena ini memang rumah milik Asraf namun atas nama Abila.

Abila meregangkan otot-ototnya, membuka mata dan tersenyum sendiri ketika tau ia tertidur di dalam mobil. Lekas Abila turun tidak lupa membawa tasnya untuk masuk ke dalam rumah.

Di dalam, Abila melihat ada Bundanya yang tengah duduk di lantai dapur dengan sebuah wadah besar berisi adonan kue.

Abila mendekat, ikut berjongkok di samping sang bunda.

"Bunda ngapain di sini?"

Humairah menoleh, menatap anaknya heran, "Kamu ngelihatnya Bunda lagi apa?"

"Lagi bikin kue." jawab Abila tanpa beban.

"Nah, itu tau. Ngapain pakai nanya?"

Lah, iya, ya. Ngapain juga Abila nanya kalo udah tau jawabannya.

Abila cengegesan tidak jelas. Ia yang awalnya ingin mengambil secuil adonan tidak jadi karena tangannya di tabok dengan begitu keras oleh Humairah.

Abila meringis, "Sakit, Bund!"

Humairah menatap anaknya sinis, "Tanganmu kotor. Mending mandi aja sana, nanti kalo udah jadi Bunda panggil."

"Ish, orang Bila mau bantu Bunda malah di suruh mandi. Ga asik lah!" rajuknya.

"Bunda bisa sendiri. Mending kamu ke kamar sana, tugasmu menunggu."

"Tugas?" beo Abila.

Humairah mengangguk, "Yanto tadi antar beberapa dokumen yang butuh persetujuan kamu. Gih sana, calon orang sukses ga boleh malas." tutur Humairah.

"Baru aja pengen ke mal, eh udah ada kerjaan lagi aja..." gerutunya terdengar oleh Humairah.

"Eh, ga boleh ngeluh dong. Udah sana, nanti bunda buatin jus kesukaan Fisa." ucap Humairah.

Abila tersenyum, menyium pipi bundanya dua kali lalu berlari keluar dapur tanpa pamit membuat Humairah menggeleng.

"Buah tidak pernah jatuh dari pohonnya. Fisa memang mirip kamu, Mas."

After that


Ga mau banyak ngomong. Cma minta V dn K aja

After that [Selesai]Where stories live. Discover now