Tidak lama dari itu, seorang wanita paruh baya dengan sanggul dikepalanya dan baju kebaya ciri khasnya masuk ke dalam kelas XII IPA 4. Siapa lagi jika bukan Bu Wanti, si guru killer yang paling dihindari oleh seluruh SMA Bangsa tak terkecuali Bisma dan kawan-kawan.

"Selamat pagi anak-anak," ucapnya setelah meletakan barang bawaannya diatas meja.

"Pagi Buu..."

Bu Wanti menelusuri tiap sudut dikelas ini, wanita itu menyipitkan matanya ketika melihat semua meja terisi. Sepertinya ada yang salah dengan pengelihatannya. Pasalnya setiap dia mengajar dikelas ini pasti ada tiga meja dibagian pojok kelas yang tidak berpenghuni.

"Tumben kalian masuk kelas Ibu?" tanya Bu Wanti sambil menunjuk ke arah Bisma dan kawan-kawan secara bergantian.

Adit berdecak malas. "Terpaksa Bu! Kalau gak ada paksaan dari si Bisma juga saya kabur ke kantin."

"Bisma, tumben kamu mau ikut pelajaran saya?"

"Saya juga terpaksa Bu. Demi liat Naya, saya rela ikut pelajaran paling gak berfaedah ini!" oceh Bisma santai, cowok itu merubah posisi duduknya menghadap ke arah Naya lalu mengedipkan salah satu matanya.

Naya yang melihat kelakuan Bisma hanya bergedik ngeri, berbeda dengan teman-temannya yang sudah menyoraki cowok itu sambil mengucapkan kata 'bucin.'

"Jadi kalian disini terpaksa hah?!" tanya Bu Wanti pada lima cowok itu.

Mereka hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Keluar!"

"Ibu aja yang keluar dari sini, saya mah masih mau liat Naya," celetuk Bisma membuat Bu Wanti melototkan matanya.

"Keluar dari sini atau kalian saya hukum."

Tio yang dari tadi hanya memperhatikan Bisma langsung bangkit dari duduknya. "Cabut aja lah. Gimana kalau kita makan bakso dikantin, lebih asik daripada dengerin orang bahas masa lalu."

"Bener tuh, yang namanya masa lalu tuh dikenang, bukan dipelajari," cibir Cecep dengan pandangan yang tertuju pada gurunya itu.

"Kurang ajar ya kalian!" geram Bu Wanti.

"Gak papa kurang ajar, yang penting gak kurang tampan!" celetuk Tio mengibaskan rambutnya.

"Keluar sekarang sebelum kalian saya aduin ke kepsek!"

Tidak ada yang menjawab perkataan Bu Wanti, bukan karena mereka takut. Namun ancaman itu sudah sering sekali keluar dari mulut wanita itu, jadi mereka semua tidak kaget. Toh jika memang kepsek tahu, paling mereka hanya mendapatkan scors. Dan bagi mereka, scros sama saja dengan libur dadakan.

"Cabut." Instruksi Bisma kepada empat temannya.

Saat Bisma melewati meja Naya, cowok itu berhenti sejenak. "Belajar yang rajin, cantik," ucap Bisma seraya mengusap pucuk kepala Naya.

Setelah mengatakan itu Bisma keluar dari kelas bersama keempat temannya. Sedangkan Naya sama sekali tidak berkutik setelah ucapan yang keluar dari mulut cowok itu. Sial! Dia tidak boleh terbawa perasaan.

***

Naya menggigit bibir bawahnya ketika Sisi dan Icha sedang menatapnya penuh dengan kecurigaan. Ya, mereka berdua menagih penjelasan tentang foto yang menunjukan jika dirinya dan Bisma sedang di Taman.

"Jadi gimana?" tanya Icha penuh selidik.

"J-jadi...."

"Buruan Nay, gue laper nih! Lo daritadi cuma bilang jadi-jadi mulu! Jadi apa kelanjutannya?!" omel Sisi yang sudah tidak sabar dengan apa yang akan diucapkan Naya.

Hallo Mantan! [END]// TAHAP REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang