After : Dua Belas

Start from the beginning
                                    

"Rambut lo bisa kusut kalo ga di ikat. Kita jalan-jalan aja, mau? Nyari angin." tawaran yang menarik.

"Makasih." katanya untuk ikat rambut yang Dava berikan. Tanpa banyak bicara Abila langsung mengikat rambutnya dengan ikat rambut berwarna hitam pemberian Dava.

"Ayo, kemana aja deh, Bila ikut."

Uh, lucunya. Dava sangat gemas dengan Abila.

Lagi-lagi Dava di buat tersenyum oleh gadis bercelana jeans dengan kaus hitam polos yang ia kenakan. Abila, gadis yang sempurna.

"Ayo." ajaknya.

Mereka berjalan beriringan tanpa bergandeng tangan menuju tempat parkir untuk mengambil motor milik Dava. Dava menitipkan ponselnya pada Abila sedangkan dirinya pergi untuk mengambil motor.

Abila yang menunggu di depan pintu parkir diam saja sambil melihat pengunjung pasar malam yang datang silih berganti. Di tangannya ada kantung plastik berisi kue pisang dan ponsel hitam milik Dava.

Abila tipe orang yang amanah, jadi mau sebanyak apa notifikasi yang masuk di ponsel Dava, Abila tidak akan melihatnya walau dari layar depannya saja.

Tidak lama Dava dengan motor metiknya berhenti di depannya, Dava mempersilahkan Abila untuk naik. Abila sudah duduk di atas motor, ia menyodorkan ponsel milik Dava tapi Dava malah berucap...

"Tolong pegangi dulu, ya, Bil."

"Oh, iya. Bila taruh tas Bila aja, ya, biar ga jatuh."

"Iya."

Motor berjalan dengan kecepatan rata-rata menembus jalanan kota yang penuh dengan lampu malam. Kendaran ber-roda dua dan empat berada di mana-mana.

Abila tersenyum bahagia karena ini kali pertamanya ia keluar di malam hari menggunakan motor setelah hampir tujuh bulan ia selalu kemana-mana dengan cara tikus-tikusan.

Dava ikut tersenyum melihat pantulan wajah Abila di kaca spionnya.

'Manis.'

Abila memejamkan matanya membiarkan angin malam menerpa wajah cantiknya. Untuk kali ini ia bersyukur sebab bisa merasakan keindahan kota malam tanpa berlindung di balik badan mobil. Semua ini berkat Dava yang mau meluangkan waktunya untuk berjalan-jalan menghabiskan waktunya untuk seorang teman baru sepertinya.

"Mau beli tahu granat ga, Bil?" tawar Dava saat melihat ada sebuah grobak yang menjual tahu granat di jarak tiga meter dari tempat mereka.

"Tahu granat?"

"Iya. Mau?"

Tanpa pikir panjang Abila menjawab, "Boleh."

"Oke." jawab Dava pelan. Motor itu di arahkan pada pegadang tahu itu.

Motor berhenti, Abila turun mendekat pada mas-mas yang sedang menjaga dagangannya.

"Mas, mau tahunya sepuluh ribu." ucap Abila.

"Ok." jawab mas-mas itu.

Sementara menunggu di ambilkan tahunya, Abila membuka dompet untuk mengambil uang tapi tidak jadi karena ada sebuah tangan yang tiba-tiba muncul di depan wajahnya dengan uang lima puluhan yang di ampit jemarinya.

Abila menoleh lalu tersenyum geli melihat Dava sedang memeletkannya, "Siapa capat dia yang bayar."

Tawa Abila mengudara, ia memasukan lagi dompetnya lalu mengambil uang milik Dava, "Oke, lumayan sepuluh ribu but beli soptek tanpa sayap."

Dava melogo, menurunkan tangannya yang mengantung tadi dan di pindahkan pada kepala Abila. Memberikan usapan tanpa memberikan maksud.

"Frontal sekali."

Mereka saling senyum. Sementara mas-mas tahu granat sudah di buat kebakaran jenggot menahan suaranya agar tidak berteriak.

"Ehem! Tahu-tahu!"

Tersadar. Dava langsung dengan cepat menurunkan tangannya dari pucuk kepala Abila sedangkan Abila sendiri menerima plastik tahu granat yang masnya berikan.

"M-Makasih." ujar Abila menerima kembalian.

Mereka kembali pada motor, Abila mengembalikan uang kembalian tadi pada Dava dan di terima oleh laki-laki itu.

"Ayo, kita cari tempat untuk makan tahu."

Abila hanya diam, ia masih terbawa suasana canggung tadi. Motor metik berwarna merah itu berjalan kembali menyusuri jalan raya yang padat. Tidak mendapat respon dari Abila tidak membut tekat Dava luntur untuk mencari tempat yang enak untuk makan.

Motor itu berdiam di sebuah taman yang ramai di isi oleh muda mudi yang sedang melakukan aneka kegiatan. Dava meminggirkan motornya. Ia menoleh kebelakang ketika motor sudah ia matikan.

Dava menatap Abila yang juga tengah menatapnya, "Disini aja, ya? Apa mau masuk ke taman?"

Abila melirik taman sebentar lalu menatap Dava kembali, "Di sini aja, Dava." katanya final.

Dava mengiyakan, mereka mulai memakan tahu granat yang terkenal pedas karena isi dari tahu berbentuk kotak itu adalah suiran ayam yang di masak dengan sambal.

Abila mulai kepedasan, keringat sudah mampir di keningnya tapi tidak membuat gadis itu berhentikan makannya.

Dava? Laki-laki itu sejak gigitan pertama sudah merasakan sensasi pedas yang akan membakar lidahnya. Sambil menahan pedas Abila tertawa melihat Dava yang terus memaksa tahu itu untuk masuk ke dalam mulutnya.

"Udah, kalo udah ga kuat berhenti, nanti Dava sakit perut." cegah Abila yang mulai tidak tega melihat temannya kepedasan.

Dava menggeleng, ia mengambil satu tahu lagi lalu menggigitnya. Desisan dari mulut itu tidak henti-hentinya keluar membuat siapa saja ingin tertawa.

Abila menahan tangan Dava yang ingin menggigit kembali tahu di tangannya, "Udah-udah, nanti sakit perut." lalu Abila mengambil alih tahu itu untuk di buang.

Abila mengambil sebotol air di dalam tasnya yang ia bawa dari rumah tadi, memberikan pada Dava dan dengan senang hati Dava menerimanya.

"Pulang yuk, sebotol ga cukup. Pedes banget!" heboh Dava.

Abila mengangguk.

Benar, sebotol air tidak cukup untuk Dava yang sudah terlanjut ke pedasan.

"Yaudah, Dava pulang sana. Nanti Bila biar naik ojek aja,"

"Oiya - Abila mengambil ponsel milik Dava dari dalam tasnya dan memberikannya pada Dava - takut lupa."

Dava menerimanya.

Saat Abila ingin turun dari motor, Dava menahannya dengan kalimat.

"Eh, mana bisa. Ayo gue antar." katanya langsung merubah posisi duduk dari yang semula berhadapan dengan Abila kini sudah seperti sebelumnya yaitu menatap jalan.

Dava menyalahkan motornya siap untuk mengembalikan Abila pada habitatnya.

After that

Hello, vote dan komennya, yukk

After that [Selesai]Where stories live. Discover now