22. Dukacita

41 5 2
                                    

Setelah selama dua hari berjuang, Emily bisa melewati masa kritisnya dan akhirnya sadarkan diri. David dan mertuanya masih setia menunggu, mereka hanya ganti-gantian untuk pulang ke rumah berganti pakaian lalu akan segera kembali ke rumah sakit. Orangtua David juga sudah berada di rumah sakit, setelah David memberi kabar tentang anak dan istrinya, Bapak dan mama nya langsung terbang menuju jakarta untuk melihat kondisi menantu semata wayang mereka tersebut.

Emily masih cukup lemah dan belum sepenuhnya ingat dan sadar apa yang telah terjadi. Diana mencoba untuk memberi Emily minum perlahan-lahan. Semakin lama Emily mulai sadar sepenuhnya, dia melihat ke sekitarnya ada David dan juga mamanya.

"Apa yang terjadi mah, kok Emily ada di rumah sakit?"

"Udah kamu istirahat aja ya, biar makin pulih"

Emily mulai mengingat kejadian di apartemen Prasetyo, lalu dia menyentuh perutnya, dan dia sadar kalau sudah tidak ada bayinya lagi.

"Anak aku kemana mah, kemana Vid?" Emily mulai panik

David yang tidak tega langsung memeluk Emily dan mencoba menenangkannya. Diana hanya bisa menangis sambil memegangi tangan Emily.

"Sssshhh kamu tenang yah, kamu tenang dulu.. oke? kondisimu belum sepenuhnya pulih, nanti kamu drop lagi"

"Tapi dimana anak gue Vid? dia baik-baik aja kan?"

"Ssshhh iya iyaaa.. nanti kita lihat dia bareng-bareng yah"

Setelah Emily cukup tenang, akhirnya David menceritakan putri mungil mereka yang tidak bisa bertahan dan akhirnya kembali kepada Yang Kuasa. David menceritakannya setenang mungkin sambil dia memeluk Emily, dia pun menunjukkan foto anak mereka yang sempat diabadikannya. Emily menangis hebat, dia bahkan belum pernah mencium bahkan melihat anak yang dikandungnya itu. Dia begitu lemah dan hanya bisa menangis di pelukan David. David yang melihatnya pun tidak kuasa dan akhirnya mereka menangis bersama, merasakan pilu yang sama.

Sekitar seminggu berada di rumah sakit, Emily akhirnya diizinkan pulang oleh dokter. Hari-hari yang dia lalui masih penuh dengan kesedihan. Tidak ada hari yang Emily lewati tanpa menangis. Dia kerap sekali menangis, apalagi kalau sedang seorang diri pasti ingatannya akan langsung pergi ke putrinya itu. Orang-orang di rumahnya selalu berusaha untuk menghibur Emily, setidaknya selalu mengajak dia untuk mengobrol agar dia tidak kesepian. Rumah mereka juga menjadi ramai, beberapa teman dan sepupu Emily memutuskan untuk menginap sementara agar suasana rumah itu tidak sepi.

Keberadaan David disisi Emily saat ini tidak kalah penting dibandingkan teman dan keluarganya. Mereka berdua mengalami duka yang sama, kesedihan yang sama sehingga Emily sangat nyaman meluapkan perasaannya kepada David. David selama mengalami masa-masa sulit ini juga sangat supportive mendampingi Emily, walau mereka mengalami hal yang sama tapi dia mengerti kalau Emily lebih hancur lagi karena dialah ibu yang mengandung bayi mereka selama ini.

Seperti saat sedang weekend seluruh penghuni rumah Emily hanya berkumpul di ruang keluarga yang cukup luas mereka hanya bercerita dan saling bercanda, suasana terasa sangat menyenangkan. Bahkan Yusuf yang memiliki jadwal sangat padat, akhir-akhir ini selalu berusaha untuk memiliki waktu lebih berada di rumah bersama keluarganya.

"Emily dan David, gimana kalau kalian liburan dulu? biar bisa sedikit rileks?" Yusuf mencoba memberikan ide agar Emily dan David tidak terus berada dalam kesedihan.

"Eumm enggak deh pah, makasih.. tapi rasanya kurang pantas Em langsung liburan, Em juga gak akan bisa menikmati karena pasti bakalan kepikiran"

"Ya papa ngide aja siapa tau kalian berdua butuh liburan"

"Benar kata Emily pah, rasanya kita gak akan bisa menikmati, kita hanya butuh istirahat dan selalu dikelilingi keluarga seperti ini rasanya sudah lebih dari cukup pah"

"Yasudah kalau begitu, cuma pesan papa kalian jangan berlarut-larut dalam kesedihan, papa tahu ini gak mudah, tapi kalian juga harus melangkah kedepan.."

"Iya pah, aku dan Emily pasti bisa bangkit lagi, mungkin butuh waktu saja.."

"Buat anakku David dan juga menantu kami Emily, bapak sama mama hanya bisa mendoakan kalian ya nak, semoga kalian diberi kekuatan untuk melewati semua ini, bapak juga hancur sekali ketika mendengar kabar ini, tapi kita sebagai manusia hanya bisa berencana semua sudah diatur sama Yang Kuasa" Bapak David, Pak Humuntar memberi kata penghiburan untuk menguatkan anak dan menantunya.

"Iya nak, kalian jangan lupa selalu berdoa dan berserah yah, mama cuma bisa bantu doa ya nak" Mama David juga menyambung kalimat dari suaminya.

"Iya mah, makasih untuk bapak dan mama yang langsung datang dari kampung untuk memberi penguatan buat kami, padahal kita juga sama-sama berada dalam dukacita ini"

"Pasti nak, bapak dan mama akan selalu ada untuk kalian, kalau kalian mau ikut ke kampung juga bisa kalau misalnya kalian mau cari suasana baru, kebetulan juga Emily belum pernah kamu bawa ke kampung kita kan?"

"Eumm.. iya pak, nanti aku sama Emily pasti akan ke kampung kok, tunggu kita udah lebih siap lagi"

"Iya gakpapa, gak harus sekarang juga, bapak sama mama mungkin besok akan duluan pulang dulu ke kampung, karena harus kerja juga kan"

"Mmm makasih ya pah.. mah.. udah dateng liatin keadaan Emily, maaf kalau selama ini Emily belum jadi menantu yang baik dan kurang perhatian sama papa dan mama"

"Gakpapa nak, itu hal biasa karena masih baru, yang penting kamu sama David sehat-sehat aja yaa"

Orangtua David terlebih dahulu pulang ke kampung, karena memang mereka masih aktif bekerja sehingga tidak memiliki waktu berlama-lama bisa mengunjungi anak dan menantu mereka.

Jangan tanyakan keberadaan Prasetyo, karena setelah di rumah sakit dia tidak pernah menampakkan batang hidungnya lagi, atau sekedar menghubungi pun dia tidak pernah. Kabarnya dia kembali ke Amerika saking dia takut menghadapi keluarga Emily. Orangtuanya pernah sekali mendatangi keluarga Emily untuk meminta maaf atas apa yang telah diperbuat Prasetyo, sungguh sebenarnya mereka sangat malu akan putra mereka yang pengecut itu. David saat mengetahui semua cerita lengkapnya sangat emosi dan ingin menghajar habis-habisan Prasetyo si pengecut itu, sayangnya dia sudah lebih dulu kabur ke negeri orang. Emily mau menyesal pun sudah tidak ada gunanya, dia anggap itu sebagai kesalahan terbesar yang pernah dia lakukan dalam hidup yaitu menjalin hubungan dengan Prasetyo yang memiliki otak pintar tapi nyatanya kasar dan pengecut.

Sudah 2 bulan setelah kejadian itu, perlahan semuanya kembali normal. Kini sudah tidak ada teman atau keluarga yang menginap di rumah mereka lagi. David dan Emily juga sudah mulai kembali lagi bekerja. Cukup lama mereka meninggalkan pekerjaan mereka. Syukurnya David bekerja di perusahaan mertuanya sehingga cukup pengertian untuk memberi dia izin tidak masuk bekerja di kantor. Emily juga mulai bekerja agar dia memiliki kesibukan dan perhatiannya teralihkan. Sungguh memang waktu bisa mengobati luka yang kita alami, bukan berarti waktu yang menyembuhkan akan tetapi semakin berjalannya waktu semakin kita bisa berdamai dan menerima luka itu.  

Everyone Can Fall in LoveWhere stories live. Discover now