"Boleh, tapi kalo sudah besar Darra kesana susul Uncle. Darra masih kecil nanti kalo ponakan Uncle yang cantik ini diculik gimana? Uncle nanti sedih kalo nggak ada Darra," ucap Langit berakting sedih.

Darra mengerjapkan matanya berusaha untuk mengerti, saat melihat wajah Langit yang dibuat sedih tangan mungilnya langsung memeluk leher Langit lalu memberikan beberapa ciuman di pipi Langit.

Hendra dan Hirra saling pandang saat melihat kedekatan anak dan ponakannya. Hendra tersenyum tipis melihat sisi lain dari seorang Langit. Saat bersama anaknya-Darra, Langit akan selalu berusaha menjaganya dan memberikan kasih sayang layaknya seorang kakak. Di sisi lain jika Langit sedang bersama pamannya-Hendra maupun orang lain, sifat dingin juga tatapan tajamnya selalu melekat bersamanya.

"Uncle, jangan sedih nanti Dalla ikut sedih. Dalla nggak jadi ikut Uncle kok, Dalla takut diculik, nanti Uncle kehilangan gadis cantik kayak Dalla," ucapnya sambil tersenyum lebar hingga menampilkan lesung pipi di kedua pipinya.

Langit tersenyum kecil, tangannya bergerak mencubit hidung mancung Darra.

~Penerbangan dilakukan 20 menit lagi, harap para penumpang untuk bersiap sebelum pesawat lepas landas~

Langit berdiri saat mendengar suara operator Bandara menggema. Langit tak tega saat melihat wajah lesu Darra, sebisa mungkin Langit menutupi ke-tidak tegaannya.

"Jaga dirimu Langit, Paman akan usahakan untuk menengok mu nanti."

Langit hanya mengangguk.

Hirra berjalan kearah Langit, memberikan pelukan singkat di sana. "Jaga dirimu baik-baik."

Langit tersenyum tipis, matanya teralihkan ke gadis berkuncir kuda, siapa lagi kalau bukan Darra. Kakinya melangkah mendekati Darra, "Jaga dirimu gadis manis, usahakan untuk menyusul Uncle mu ini," ucap Langit berusaha menghibur.

"Tentu! Dalla akan memaksa Daddy untuk melihat Uncle nanti!"

"Pintar."

Setelah memberikan salam perpisahan, Langit menarik satu koper berukuran sedang menuju tempatnya.

"BYE UNCLE, DALLA AKAN MENYUSULMU NANTI!"

♡♡♡♡♡

"Pembunuh!"

"Pergi lo dari sini! Pembunuh kayak lo nggak pantes sekolah di sini!"

"Malu-maluin! Mati aja lo mendingan!"

"Pembunuh kayak lo tuh nggak pantes hidup! Pasti orang tuanya malu banget punya anak seorang pembunuh."

"Huhh!!"

"Jijik cuih!"

Terdengar suara hinaan dan cacian saling bersahutan memenuhi satu lapangan besar. Di tengah-tengahnya terlihat seorang gadis berambut panjang tengah meringkuk menenggelamkan wajahnya di lipatan kakinya. Seragamnya terlihat sangat kotor dan bau karena terkena beberapa lemparan telur busuk. Beberapa sayuran busuk juga sudah tergambar jelas di seragamnya.

Tap...tap...tap

Terdengar suara langkah kaki seseorang seperti sedang mendekat kearahnya. Kepalanya ia usahakan untuk mendongak melihat siapa pemilik langkah kaki itu.

Byurr!

Seember penuh air comberan jatuh mengenai rambut hingga tubuhnya, gadis itu semakin terisak saat diperlakukan seperti barusan. Sedangkan si penyiram hanya tertawa jahat diikuti oleh siswa-siswi yang menyaksikannya.

LANGIT & BULAN Where stories live. Discover now