Untung saja tak ada anak Osis dan guru BK yang berkeliling, jika ada habis lah riwayat mereka. Sudah dipastikan mereka akan bersilaturahmi lagi ke ruang BK lengkap dengan siraman rohani nya.

"Ho'oh, ngapain? Kangen ya sama gue? Iya tau kok gue itu orang nya ngangenin," Fikko menyugarkan rambut nya kebelakang.

"Idih! Dikira gue belok kali, kangen sama manusia setengah setan kayak lo," Dafi mendengus. Kenapa dulu Marvel merekrut mereka jadi Inti Forgies sih? Kelakuan nya aja persis banget kayak setan.

Marcel pun akhirnya memberitahu mereka dari awal. Mereka menyimak dengan baik hingga akhir cerita mereka mengepalkan kedua tangan sampai kuku mereka memutih.

"Ck! Siapa lagi yang ganggu?" Kesal Alino. Padahal mereka tak membuat masalah dengan geng lain nya, tapi ada satu nama yang seketika langsung berkeliaran di pikiran mereka.

Arcos.

Ya, siapa lagi kalau bukan Arcos? Geng apalagi selain Arcos yang sering membuat onar dengan Forgies?

Memang Arcos sialan!

"Kayak nya mereka mau balas dendam karena kejadian kemarin deh, Nom." ujar Eysan.

Ilham pun ikut mengangguk. "Iya kayak nya, gue juga setuju."

"Kejadian apa?" tanya Langga.

Ilham menoleh. "Itu bang, masalah kecil tapi ya memang dasar nya Arcos sialan sering memperpanjang masalah sampe tawuran," jelas Ilham.

"Tawuran gak ajak-ajak lo pada!" ketus Haikal.

"Yeuh! Gimana mau ngajak lo? Orang pas kita mau ke markas langsung dihadang, untung kita lagi banyakan." sahut Fikko. Memang malam itu mereka berniat untuk pergi ke markas setelah selesai membantu Pak Somat—pria paruh baya yang berjualan di Waper atau biasa mereka sebut sebagai warung perempatan membereskan barang-barang nya yang akan menutup warung nya. Tapi ditengah jalan dengan tak tahu menahu nya mereka di hadang oleh geng Arcos hingga terjadi lah tawuran malam.

"Sekarang kita harus gimana?" Nomy berucap sambil menatap Marvel yang masih terbaring di atas brankar, lengkap dengan alat medis yang menempel di tubuh nya.

Mereka semua memusatkan pandangan mereka ke arah Marvel. Dafi memijat pelipis nya yang terasa berdenyut. "Kita butuh orang buat jaga Marvel supaya kejadian kayak gini gak keulang lagi," ujar nya membuat mereka semua mengangguk.

Mellissa memeras air dalam baskom yang digunakan untuk mengelap tubuh Marvel. Ia menahan nafas saat ia dengan mental tempe nya membuka satu persatu kancing baju pasien Marvel hingga menampilkan perut kotak-kotak cowok itu.

Meneguk ludah nya kasar, ia menggeleng berusaha untuk fokus dan tidak terbuai oleh bisikan-bisikan setan ditelinga nya. Perlahan ia mulai mengelap perut cowok itu, terlihat beberapa luka berupa garis panjang yang ia ketahui pasti luka masa kecil Marvel. Ia meringis melihat luka itu, pasti terasa sangat sakit.

Ia juga melihat luka panjang di dada cowok itu, pasti luka itu sudah lama. "Heh! Udah buruan di kancing, ntar lo hilaf lagi!" seruan itu membuyarkan kegiatan Mellissa. Dengan cepat ia mengancing satu persatu baju pasien Marvel.

"Jangan mikir buat gigit! Masih belum sah inget!" Mellissa mendengus kala ia mendengar siulan nakal dari mereka. Sangat menyebalkan!

"Terserah gue lah!" ketus nya. Bahkan kini hati nya saja sudah jedag-jedug tak karuan.

Mereka menggelengkan kepalanya. "Nanti gue bilang sama bokap biar urus tentang penjagaan Marvel," ujar Marcel.

"Kalau bokap lo belum nemu, lo hubungi kita," Marcel mengangguk.

Mereka akhirnya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Entah itu mabar, mengerjakan tugas atau membalas pesan gadis-gadis yang mirip dengan asrama wanita.

•MARVEL•

"Jadi gimana, Mas?" Vino memijat pelipis nya. Vita baru saja datang dan langsung memberitahu nya soal keadaan Marvel sekarang.

"Apa kita rawat Marvel di rumah aja? Supaya kejadian kayak gini gak keulang?" tanya Vita.

"Kamu tau siapa pelaku nya?" Vita menggelengkan kepalanya.

"Katanya biar Marcel sama anak-anak lain nya yang urus," balas Vita.

Wanita itu memang pergi ke kantor Vino untuk memberitahu serta meminta saran untuk Marvel kedepan nya.

"Marcel juga barusan bilang, mereka minta bantuan sama kamu buat cari orang yang bisa jaga Marvel, menurut kamu gimana?"

Vino menatap Vita dan pria itu berdiri dari duduk nya. "Kita bakal rawat Marvel dirumah, biar kamu gak usah bolak-balik ke rumah sakit." Vita tersenyum lalu mengangguk.

"Nanti kita bakal bicarain sama Zaira juga, siapa tau dia mau jadi dokter pribadi buat ngerawat Marvel." Vino memeluk Vita, guna menenangkan wanita itu.

"Aku menyesal, Mas. Menyesal udah buat Marvel jadi kayak gini, harus nya aku yang berada di atas brankar rumah sakit itu bukan nya Marvel. Harusnya Marvel sekarang sedang kuliah di Negeri Kincir Angin seperti mimpi nya," Vita menangis dalam pelukan Vino. Bahkan wanita itu terus saja menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa Marvel.

"Stt.. Bukan kamu saja yang menyesal, tapi aku juga menyesal, Vit. Aku bukan ayah yang baik buat Marvel, bahkan disaat umur nya yang masih lima tahun saat sedang ingin bermain, Marvel malah mendapat perilaku kasar karena ulahku,"

Mereka Sangat-sangat menyesal. Karena kejadian kesalah pahaman di masa lalu membuat mereka gelap mata dan langsung menyalahkan Marvel tanpa mengetahui kebenaran yang sebenarnya.

Vino melepas pelukan itu dan menghapus jejak air mata wanita itu. "Lebih baik kamu pulang, istirahat dan setelah itu kembali ke rumah sakit." Vita mengangguk lemah.

•MARVEL•

Tbc
Thank you❤

MARVEL 2 [REST]Where stories live. Discover now