Pergi untuk pulang

27 11 2
                                    

Liyya mengernyit heran, mengapa dia bisa tahu aku di sini? Gumamnya.

Liyya melepas pelukan pria itu, "kenapa Lo bisa tahu gue di sini?"

"Sori, gue lacak lokasi handphone Lo, abisnya Lo gue tanya, Gue chat nggak pernah di jawab."

"Gue sibuk!" Melangkah pergi meninggalkan Gaareez, ya pria yang menyusulnya adalah Gaareez.

Gaareez mencekal tangan Liyya, "mau kemana? Gue baru nyampe, nggak ngajak jalan-jalan dulu Napa?"

"Gue mau pulang!"

"Lah? Nggak bisa dong masa pulang, Lo nggak kangen gue apa?"

"Ya nggak lah, gue aja kesini buat Nebus kangen. Batinnya.

Matanya melihat sinis. "Nggak."

"Li apa sebaiknya kita nggak pulang sekarang? Lo tenangin diri Lo dulu deh. Emang Lo mau pulang membawa banyak pertanyaan, Bima belum jelasin ke Lo,"

Liyya mencoba memahami ucapan Juna, benar juga. Dia tidak mungkin membawa pertanyaan baru, sedangan pertanyaan yang dulu-dulu saja belum terjawab 100%

Liyya membuang nafasnya kasar, "yaudah."

Kini mereka duduk di kursi yang berada di depan bandara, menunggu taksi online yang di pesan Gaareez.

"Eh kita nanti tidur dimana, Li?" tanya Juna

"Gatau, kolong jembatan aja kali ya? Seru mungkin,"

"Wah boleh juga tuh."

"Nggak tidur di hotel Li?" tanya Gaareez

"Nggak, si Juna udah setuju di kolong jembatan,"

"Eh bener juga Lo Gaar," Juna beralih menatap Liyya, "kita tidur di hotel aja Li, gue lupa. Kaya orang nggak mampu aja." Sombongnya sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Serah Lo."

"Eh kita makan dulu yu? Gue laper belum makan," ajak Gaareez

"Hadeh, ini lagi nyusahin aja."

"Nyusahin Dimananya? Nanti gue makan pake mulut gue, nggak minjem mulut Lo."

"Serah Lo aje."

"Kita makan di kedai kopi yang kemarin aja, oke tuh."

"Gue ikut aja." jawab Gaareez dan Liyya bersamaan

"Ehem..." Juna menatap penuh selidik kepada keduanya.

"Gapapa deh, toh ada angan-anganmu Bim yang akan nemenin aku di sana." Gumamnya

🌳🌳🌳

Mereka sudah sampai di kedai kopi, tempat dimana Liyya mendapatkan apa yang dia cari.

Mereka duduk di meja paling pojok, di luar keadaan sedang hujan, apakah bumi turut berduka cita kepada Liyya?

Gaareez menepuk pelan punggung tangan Liyya, "ngelamun aja,"

Sedangkan si empu hanya melihat, lalu membuang pandangannya ke sembarang arah.

Pesanan mereka sudah ada di depan mata, Liyya tidak berselera walau hanya meminum kopi hangat saja, matanya tetap setia memandang kearah jendela.

Mungkin dengan memandang rintik hujan, dirinya merasa seperti rintik itu. Sebuah rintik perasaan yang akan mengering nantinya.

"Diminum dong, udah di pesenin minuman enak malah mantengin air hujan, mau minum air hujan Lo?" kesal Juna

"Boleh,"

Juna bangkit dari duduknya, "oke gue ambilin." Berjalan pergi kearah salah satu barista.

"Entschuldigung, darf ich eine leere Tasse haben?" pintanya

Lalu barista itu memberikan sebuah cup kosong untuk Juna, "Danke." ucap Juna lalu berjalan pergi keluar.

Juna menampung tetesan air hujan dengan sebuah cup yang di berikan barista tadi. Setelah cup itu terisi penuh, dia kembali ke dalam.

Juna menyodorkan air hujan itu kepada Liyya, "nih, gue udah berjuang buat dapetin ini, di minum," ucapnya lalu duduk di sebelahnya.

"Lo aja yang minum," Liyya menggeser cup itu kepada Juna

"Oke." Lagaknya dengan di sombongkan

Juna meneguk air itu, "anjir kok manis," matanya berbinar melihat kearah Gaareez dan Liyya bergantian.

"Ah masa," Gaareez merebut air hujan itu dari Juna dan meminumnya

Gaareez memandang Juna dengan sorot mata yang tajam.

"Gimana? Enak kan, kek rasa sprite," Juna menaik-turunkan alisnya

Gaareez memberikan cup itu kepada Juna, "lebih enak lagi kalo Lo yang abisin."

"Beneran kaya sprite?" tanya Liyya memastikan

Juna memberikan air hujan itu kepada Liyya, "Lo coba aja!" Liyya meminum air itu

GLEKK

satu

Dua

Tig--

BYURRR

Liyya menyembur kearah muka Gaareez yang posisinya ada di hadapan Liyya. Sedangan si empu hanya bisa bersabar, mengelap mukanya dengan tisu sendiri. Mau marah, tapi yang nyembur Liyya, mana bisa dia marah.

"Anjir, kaya sprite apanya, Juned. Rasanya aja kek air mata."

"Asin dong?"

"Yaudah kek air pipis Lo!"

"Lo pernah cobain air kencing Juna?" tanya Gaareez

"Sering. Gue minum tiap pagi." ucapnya santai

Matanya melotot hendak keluar, "beneran?" tanyanya memastikan

"Ya nggak lah! Lo pikir aja sendiri."

"Eh tapi air kencing gue manis loh, mau coba Gaar?" tawar Juna

"Ogah, punya gue lebih manis."

"Heh, udah jelas punya gue yang lebih manis!" seru Juna tak terima

"Punya gue!"

"Gu--"

Liyya menggebrak meja, "STOP!"

"KALIAN BERDUA APA-APAAN SIH, YANG GITU AJA DI PERMASALAHIN?!" teriaknya kesal

Gaareez dan Juna saling tatap, benar juga yang di katakan Liyya mengapa dirinya mempermasalahkan hal yang tidak berbobot itu

"Kayaknya gue ketularan begonya si Juna," ucapnya khawatir

"Nggak! Lo berdua sama-sama bego!" Liyya berdiri dan meninggalkan kedua penduduk mars yang tidak memiliki otak itu.

Keadaan masih hujan, Liyya berdiri di depan kedai kopi itu. Sesekali memainkan air hujan dengan tangannya. Gaareez dan Juna menyusul Liyya keluar. Mereka kini berdiri berjejeran di luar kedai.

"Di saat hujan gini, giliran gue ngeluarin kekuatan melawan air nih," matanya menatap kesana-kemari

"Lah gimana caranya?" tanya Gaareez

"Lo mah dia di percaya," tembal Liyya

"Eh lo mah nggak percaya. Gue bisa nggak basah kena hujan," lalu Juna berlari kencang keluar dari teduhan atap kedai lalu kembali lagi berteduh.

"Nih basah kan," menaik-turunkan alisnya

Liyya tak menggubris ucapan Juna, disaat hujan begini dia teringat akan kenangannya bersama Bima, dulu dia juga sering bermain hujan bersamanya, mencuri kesempatan di saat hujan datang.

"Sepertinya setiap sudut di duniaku adalah kamu Bima." Lirih Liyya dalam hati

GAAREEZWhere stories live. Discover now