Dia bukan kamu

139 93 87
                                    

Gaareez berhenti di depan kedai kopi setelah berjalan kira-kira sepuluh menit. Kemudian ia masuk. Karena ia tidak meminta Liyya untuk masuk, akhirnya Liyya memilih untuk duduk di kursi tunggu dekat pintu masuk.

Gaareez menyapa barista yang juga merupakan sahabatnya waktu SMP dulu.

"Hei. Man, sama siapa Lo?" Tanya barista yang bernama Reza yang sedang celingak-celinguk mengintip perempuan yang tadi bersama Gaareez.

"Ama calon. Bro."

"Hah? Calon? Calon istri?"

"Maunya calon istri. Tapi calon pacar aja susah banget lulusnya."

Reza tertawa.
Gaareez menengok kebelakang. Baru sadar bahwa Liyya masih ada di depan. Gaareez kembali keluar. "Liyya kenapa duduk di sini?!"

"Kan kamu lagi marah."

"Dan kamu lagi buat aku makin marah."

"Lah, kok gitu?"

Gaareez meraih tangan Liyya. "Udah ayo."

"Ohh jadi ini nona manise." Ucap Reza

Liyya tersenyum kaku tanpa menjawab

"Nona manis mau pesan apa?" Tanya Reza

Gaareez menyahut. "Ada racikan kopi yang bisa jadi ramuan cinta nggak, Za?"

Reza terkekeh mengejek. "Masa cinta pake racikan kopi."

"Pake hati doang mah nggak mempan." Ucap Gaareez

"Gue long black aja, Za." Ucap Gaareez

"Gue nggak nawarin Lo." Tukas Reza, lalu beralih memandang Liyya. "Ini nona manis mau kopi apa?"

"Teh panas aja, ada?"

"Ya masa teh panas. Saya bisanya buat kopi." Jawab Reza sedih

"Ya sudah, sama kaya Gaareez aja, mas."

"Jangan, selera dia nggak cocok sama nona."

"Terus apa dong?"

"Cappucino aja ya? Di buat seindah dan semanis yang akan menikmatinya." Ucap Reza

Liyya diam.

Gaareez tersenyum geli. "Apaan, sih. Trik lama Lo basi. Ayo Li cari tempat duduk! Ajak Gaareez sambil menggandeng tangan Liyya. Akhirnya mereka memilih tempat duduk yang di sediakan untuk dua orang.

"Kata Reza, yang suka minum cappuccino itu hanya orang-orang yang menjunjung tinggi nilai keindahan."

"Emang keindahan itu ada nilainya?" Tanya Liyya

"Tau deh, kata Reza."

"Kalau katamu."

"Kalau kataku. Keindahan itu tidak ada nilainya. Hal yang indah bukan untuk dinilai, tapi di maknai. Kaya kamu."

"Kok, jadi aku?"

"Kamu indah. Dan aku tidak bisa memaknai arti dari ucapanmu."

"Apa maknanya?"

"Belum ketemu, karena kamu membatasi dengan benteng tinggi." Ujar Gaareez

"Kamu menyerah?" Tanya Liyya

"Nggak akan!"

"Gitu?"

"Gitu."

"Menyerah saja, gaar."

"Tidak mau." Kata Gaareez.

"Sebenarnya apa yang harus aku lakukan supaya kamu mau?" Tanya liyya

" Hmm... Sebenarnya ada sih, caranya." Jawab Gaareez

"Apa?"

" Mencintaiku. Nanti aku menyerah. Nanti kuserahkan hatiku seutuhnya untukmu." Jawab Gaareez

"Bukan itu maksudku."

"Memang. Tapi aku maunya begitu." Ucap Gaareez

Reza datang membawa dua cangkir kopi. "Yang satu untuk nona, yang satu lagi untuk si pahit seperti yang akan di nikmatinya."

"Thanks, man."

"Diminum dulu nona."

"Terima kasih."

"Aduh suaranya, gaar. Nggak sanggup gue dengernya. Indah." Ucap Reza

"Ah! Udah noh balik. Ada customer datang!" Ucap Gaareez

Secangkir kopi yang masih panas itu mengingatkan liyya kepada seorang laki-laki. Bima, tentu saja. Sosok yang sekarang tidak diketahui keberadaannya itu, yang  mungkin juga tidak ada di peta, selalu menghantui pikirannya. Mungkin kalian, yang sedang membaca ini juga akan berkenalan dengannya nanti. Atau, Bima cuman sebatas tokoh masa lalu yang akan menjadi angin lalu dan kalian tidak akan pernah mau nanya lebih jauh.

"Aku menyukai bima, gaar. Tapi aku nggak tahu bisa mencintainya atau tidak."

Kalimat itu keluar dari mulut liyya tanpa Gaareez duga-duga. Entah apakah liyya harus mengucapkan kalimat itu dalam hati. tapi dia keceplosan atau dia benar-benar ingin mengatakan itu.

"Li?"

"Bagiku, cinta itu nggak pernah membuatku ngerti. Aku nggak ngerti cinta yang kamu maksud itu sama atau nggak dengan yang kumaksud. Apalagi kita sering punya maksud yang bertabrakan "

"Li. Aku mencintaimu."

"Iya, aku tahu, aku dengar, tapi aku nggak yakin gaar. Bukannya nggak yakin sama kamu, bukan nggak yakin sama perasaanmu. Tapi akunya yang mungkin nggak bisa lagi yakin sama yang namanya cinta."

"Liyya..."

"Gaar, Bima sangat berarti buat aku. Awalnya aku kira aku mencintainya. Tapi kemudian dia pergi tiba-tiba, seperti di telan bumi. Dia membawa segenap perasaanku bersamanya. Dan sekarang tidak ada yang tersisa.gaar, tidak ada perasaan yang bisa aku berikan untukmu. Cinta sudah membuat hidupku jadi abu-abu, padahal aku nggak mengira kamu akan secepat ini membahas masalah cinta. Nggak mengira kamu akan secepat ini punya perasaan yang berbeda " ucap Liyya serius

"Aku juga nggak pernah berniat punya perasaan. Cinta ini tumbuh dengan sendirinya. Begitu cepat hatiku berdialog dengan rasa. Namun sepertinya hati dan rasaku belum sempat berdialog dengan semesta, sehingga dia murka." Ucap Gaareez tak kalah serius

Liyya memandang kearah jendela. Ia hanyut dalam lamunannya sejenak. Membayangkan sosok Bima yang masih tersisa diingatannya. Gaareez sebaliknya, ia menatap dalam mata sendu yang membuatnya jatuh cinta itu. Lalu berdehem. "Oh, aku mengerti sekarang, kamu cuma takut iya kan? Li aku bukan Bima, aku nggak akan hilang."

"Bima terlalu istimewa dan tidak ada sedikitpun bagian dari dirinya yang bisa kutemukan di kamu."

"Iya, itu memang. Karena aku bukan Bima."

"Makannya menyerah Gaareez. Kamu berharap sama sesuatu yang tidak bisa di harapkan--"

"Aku cuma mencintaimu." Jawab Gaareez cepat

"Dan itu akan menyakitimu."

"Li, aku nggak akan pergi. Aku nggak akan hilang tiba-tiba."

"Bagaimana kalau aku yang pergi? Bagaimana kalau aku yang tiba-tiba menghilang?"

"Tidak apa-apa. Aku akan tetap mencintaimu. Karena aku nggak takut kehilanganmu. Kita di lahirkan saja untuk menemui kematian. Lalu untuk apa aku diam saja membuat hatiku jadi barang tak berguna. Hanya karena aku terlalu takut untuk mengambil resiko?" Ucap Gaareez

Liyya bosan mendengar Gaareez yang tak mau mengerti maksudnya.

"Gaareez," ia berbicara sedikit lebih tegas. "Aku ini tidak akan bisa mencintaimu. Perasaanku yang tadinya mengenal cinta, kini sudah hilang."

Gaareez menelan ludah. Senyap.

Tak lama, ia tersenyum, meredam gejolak cemburu kepada Bima yang membara di dada. " Ya sudah. Kita cari sama-sama, ya?" Ucap Gaareez

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT OKE!

GAAREEZWhere stories live. Discover now