26

11.9K 1.3K 8
                                    

"Kamu belum tidur?" Aura menoleh ke arah pintu, mendadak perasaannya menjadi sangat lega saat Raka datang.

"Udah makan?" Tanya laki-laki itu, membuat Aura mengangguk.

"Aku bawain brownies, tadi beli di toko depan. Kayaknya nggak seenak bikinan kamu sih Ra, tapi siapa tahu setelah makan ini kamu jadi semangat lagi bikin kue." Aura tertegun, ucapan Raka hanya seperti basa-basi untuk memulai percakapan setelah perdebatan pagi tadi. Namun, entah kenapa, sudah mampu membuat perasaan Aura jauh lebih baik. Ah, setidaknya meski Aura terlalu banyak membuat Raka marah, laki-laki itu tetap datang dan memberi perhatian padanya.

"Makasih," Jawabnya sembari meraih kotak brownies dari tangan Raka.

"Kalau gitu aku keluar dulu, kamu makan yang banyak." Aura terkesiap lalu menatap bingung pada sang suami.

"Keluar? Ka-kamu mau ke mana?"

"Aku duduk di luar aja, takutnya kalau masih di sini bikin kamu nggak nafsu makan." Jawab Raka sembari melanjutkan langkah ke arah pintu.

"Ka," Panggil Aura membuat sang suami menoleh cepat.

"Kamu butuh sesuatu?"

"Kalau kamu nggak sibuk, ak-aku minta tolong disuapin." Ucapan polos Aura sontak membuat Raka tertawa pelan.

"Aku nunggu kata-kata itu dari lima hari yang lalu Ra." Jujurnya sembari mengambil kotak brownies yang ada di pangkuan Aura.

Laki-laki itu dengan cekatan memotong brownies menjadi kecil-kecil, lalu menyuapkannya pada sang istri.

"Enak nggak?" Aura hanya mampu mengangguk. Entah kenapa, perempuan itu mendadak ingin menangis.

"Tadi pagi, kamu bilang cuma pergi sebentar. Kenapa sampai malam baru datang?" Tanyanya dengan segenap keberanian yang berusaha perempuan itu kumpulkan.

"Kamu nungguin aku?" Goda Raka dengan smirk jahil yang membuat sang istri mendadak salah tingkah.

"Enggak juga sih, cuma khawatir aja kalau ada apa-apa di jalan. Setidaknya kalau memang nggak ke sini, kasih kabar dulu." Raka terkekeh mendapati raut bohong di wajah Aura.

"Aku tadi pulang ke rumah, Riko sakit." Jelasnya kemudian.

"Riko sakit?" Potong Aura cepat dengan ekspresi panik. Mengingat selama ini, Riko jauh lebih dekat dengan Aura, dibanding Caca yang selalu nempel dengan Raka.

"Terus sekarang kondisinya gimana?" Lanjut perempuan itu. Rasa bersalah langsung menyeruak. Mengingat beberapa hari ini, Aura begitu egois memikirkan kondisinya sampai lupa pada si kembar.

"Cuma panas biasa, aku sama Erika udah bawa Riko ke dokter. Tadi udah tidur pulas pas aku mau ke sini." Ucap Raka.

"Semoga besok panasnya udah turun." Celetuk Aura penuh harap.

"Dia cuma kangen sama kamu." Tutur Raka membuat Aura mengernyit.

"Beberapa hari nggak lihat kamu di rumah, bikin dia sakit kayaknya." Laki-laki itu tampaknya berkata dari hati. Ah, bukan cuma Riko dan Caca Ra, tapi aku juga.

"Biasanya bisa manja-manja sama mamanya, kalau sama Erika dia nggak leluasa. Kamu tahu sendiri Erika galak." Aura tersenyum. Raka benar, Erika memang tegas pada dua anak itu.

"Kapan aku boleh pulang?" Tanya Aura kemudian.

"Kata dokter Beni, kalau besok pagi kondisi kamu udah pulih, bisa langsung pulang." Sahut sang suami.

"Nggak sabar keluar dari sini."

Aku juga nggak sabar bawa kamu pulang ke rumah.

"Makanya semangat Ra, makan yang banyak, jangan terlalu memikirkan hal-hal buruk. Biar kondisi kamu segera membaik. Anak-anak nungguin kamu di rumah." Aura menatap pada Raka yang tampak serius menyuapinya dengan brownies. Perhatian dan rasa sayang yang laki-laki itu tunjukkan memang selalu terasa besar dan nyata.

Save The Date!Where stories live. Discover now