20

13.8K 1.5K 25
                                    

"Masih sakit?" Aura menoleh lalu tertegun. Laki-laki yang ia tunggu akhirnya pulang.

"Sa-sakit?" Tanyanya sedikit tergagap.

"Kata Erika kamu sakit, makanya aku buru-buru pulang." Jelas Raka sambil berjalan mendekati tempat tidur.

"Oh, jadi kalau Erika nggak bilang aku sakit, kamu nggak akan pulang?" Cibir Aura. Raka hanya diam sambil terus menatap sang istri.

"Ini kan rumah kamu, bebas kamu mau pulang atau enggak. Nggak harus aku suruh." Lanjutnya sambil beranjak dari posisi tidur.

"Panas?" Tanya Raka lalu menyentuh kening perempuan di depannya.

"Aku nggak sakit kok, Erika cuma mengada-ada." Ucap Aura pelan. Matanya berkaca-kaca mendapat perlakuan lembut dari sang suami, yang bisa membuat pikirannya jauh lebih tenang.

"Punya saudara kembar sialan." Desis laki-laki itu lalu menarik jemarinya dari kening Aura.

"Jadi dua hari ini kamu di rumah Erika? Aku kirain beneran have fun sama perempuan lain."

Raka mendengus sembari berjalan mengambil baju di lemari. Aura mengernyit saat laki-laki itu justru beranjak keluar kamar.

"Kamu mau ke mana?" Tanyanya kemudian.

"Aku tidur di kamar si kembar aja, mumpung mereka lagi di rumah Erika. Lagian, kayaknya perasaan kamu masih belum membaik." Ujar laki-laki itu sembari menutup pintu.

Aura mematung di atas tempat tidur. Dia sadar sudah terlalu banyak membodohi dirinya sendiri, dengan pikiran-pikiran buruk yang bisa membuatnya gila. Perempuan itu sontak beranjak, lalu menyusul sang suami di kamar anak-anaknya.

"Ka..." Raka yang tengah duduk bersandar di kepala ranjang, langsung menoleh ke arah pintu.

"Kamu butuh sesuatu?" tanya laki-laki itu, membuat Aura mengangguk pelan.

"A-aku butuh kamu." Ujarnya terbata.

Raka hanya menyeringai, lalu menepuk-nepuk sisi ranjang di sampingnya.

"Sini," Aura menurut, laki-laki itu meraih tubuh sang istri dan memeluknya erat.

"Maaf ya Ka, maaf karna udah bikin kamu nggak nyaman dengan keluh kesahku." Aura melepas pelukan sang suami, lalu menatap wajahnya dengan sendu.

"Nggak pa-pa, aku tahu perasaan kamu sedang kacau." Jawab laki-laki itu diiringi senyum manisnya.

"Berkeluh kesah seperti kemarin itu wajar Ra. Tapi aku harap, besok lagi kamu bisa lebih stabil. Kamu boleh menceritakan apapun kekhawatiran kamu ke aku. Tapi jangan berapi-api, aku orangnya juga emosian. Takutnya lost control, makanya aku memilih pergi." Lanjut Raka.

Aura terdiam, jemarinya membelit tangan suaminya dengan Erat.

"Terkadang, timbul keinginan kuat untuk bisa hamil, Ka. Bahkan beberapa waktu lalu aku pergi ke dokter." Perempuan itu ikut bersandar di kepala ranjang, seraya bercerita.

"Kamu sendiri?"

"Ditemani Erika,"

"Lalu hasilnya?"

"Dokter menjelaskan bahwa diagnosanya masih sama dengan beberapa tahun silam. Beliau melakukan pemeriksaan keseluruhan, hasilnya bikin aku putus asa." Raka terdiam, tanpa Aura menjelaskan hasilnya, laki-laki itu sudah bisa menebak jika ini tidak akan mudah untuk sang istri.

"Ya udah Ra, kan kita udah punya si kembar." Raka berusaha menghibur, meski dia tahu, bukan ini yang Aura mau.

"Tapi aku pengen bisa melahirkan anak dari rahimku sendiri."

Save The Date!Kde žijí příběhy. Začni objevovat