43

1.5K 147 10
                                    

Pharm juga Manaow telah kembali ke kota masing-masing. Intouch bilang akan tinggal untuk beberapa hari, karena ada pekerjaan Korn yang belum selesai. Setelah berpisah dengan teman-temannya Team kembali ke kamar Win, ia harus mengembalikan dompet Win yang ia ambil untuk membelikan anak-anak makan karena ia tak menemukan miliknya.

Win yang sedang mengerjakan pekerjaannya tersenyum melihat Team, "Apa kau sudah merasa lebih baik?"

"Ya, terima kasih hia." Team menjawab tanpa melihat wajah Win, ia lalu menyerahkan dompet milik Win.

"Hia, aku akan kembali."

"Tidak. Kau tetap tinggal." kata Win tegas.

"Kenapa?"

Win memegang lengan Team, ia lalu berpaling pada kedua anaknya yang bermain di dekatnya. "Twins, ayah akan bicara dengan Team di kamar, kalian berdua jangan coba-coba keluar dari pintu bahkan selangkah."

"Ayahhhh, kami bosan!" rengek Thi.

"Ayah janji membawa kami jalan." protes Thorn.

"Ya, setelah ayah selesai bicara dengan Team, kita pergi."

"Yayyy! Ayah jika kau masih seorang pria, kau tak bisa mengingkari janjimu!" Seru Thorn sembari menunjuk ayahnya.

"Aishhh anak ini!" Win mendesah, lalu lanjutnya, "Tapi ingat pesan ayah!"

"Siap bossss!!!" balas keduanya senang.

Win menarik Team ke kamarnya, mereka duduk bersisian di sofa samping ranjang.

"Team, hia tak bisa membiarkanmu sendirian saat ini. Hia tak tahu apa yang kau pikirkan sekarang, hia tak tahu apa yang mungkin akan kau lakukan, hia ragu kau tak akan melakukan hal yang membuat khawatir. Jadi katakan pada hia, apa yang kau pikirkan dalam otak kecilmu itu?"

"Hia, kau berpikir terlalu banyak." Team menjawab dengan gugup.

"Hoo.. Jika hia berpikir terlalu banyak, lalu siapa yang kehilangan otaknya dan melakukan hal gila seperti semalam?" Team cemberut mendengar kata-kata Win.

"Team, hia membiarkanmu bertanya pada hia apa pun yang ingin kau tahu tapi kau tetap diam. Hia bukan orang yang bisa membaca pikiran, jadi hia tak tahu jika kau tak mengatakan apa yang kau rasakan dan pikirkan tentang hia. Team, kita berdua hanya akan berakhir dengan salah paham jika kau terus menahannya sendiri."

"Hia, aku takut, aku takut mendengar jawabanmu. Aku takut jika semua itu tak seperti yang aku bayangkan. Mengetahui kenyataan yang seperti ini benar-benar menguras emosiku, aku terguncang. Aku tak sekuat dan seberani hia, aku hanya seorang pengecut, aku hanya bisa lari dan sembunyi, aku hanya bisa menghindari semua yang akan menyakitiku karena aku tak suka rasa sakit."

"N'Pao, hia di sini. Tak akan ada yang bisa menyakitimu." Win menyentuh bahunya dengan lembut. Pertahanan Team pun runtuh, ia mulai terisak saat Win merengkuh bahunya ke pelukan.

"Hia Win, mudah bagi hia mengatakan bahwa aku tidak seharusnya menanggung kesalahan mereka, tapi hia..tetap saja sulit buatku mengenyahkan perasaan ini. Membayangkan hia yang kehilangan semua keluarga, masih harus menghadapi orang itu, hia bahkan harus bertahan di  negara orang sendirian. Aku tak pernah ada di sisi hia, aku tak pernah ada untuk hia, tak ada yang aku lakukan untuk hia, tapi hia Win selalu begitu baik padaku. Aku merasa malu, aku merasa tak layak. Hia, aku tak suka perasaan ini. Perasaan ini selalu membuatku sedih." 

"Lalu bagaimana kau akan mengatasinya? Tak ada yang bisa hia katakan jika kau sendiri tak mau melepaskannya, semua beban itu ada di hatimu. Team, mari tinggalkan masalah itu, semua sudah di masa lalu...."

Win ObsessionDove le storie prendono vita. Scoprilo ora