37

1.3K 157 17
                                    

Hampir setiap hari Win dan anak-anaknya akan mengunjungi Team di Book Barge. Terkadang Win hanya akan meninggalkan mereka berdua pada Team, sedangkan Win sendiri entah pergi kemana. Meskipun kekacauan tak dapat dihindari, namun sedikit demi sedikit Team mulai terbiasa dengan kehadiran mereka.

Thi dan Thorn, kedua bocah usil itu begitu mudah untuk disukai. Keduanya bahkan sudah mengambil seluruh atensi ibunya saat mereka datang ke rumah, menjadikan Team benar-benar terbuang dari ibunya.

"Kemana Thi Thorn? Kenapa hia sendiri?" tanya Team saat Win datang menjemputnya.

"Tak bisakah aku datang tanpa mereka?" Win memasang papan close pada pintu toko lalu memasang kunci.

"Bukankah hia menjadikan mereka datang kesini sebagai alasan?"

"Tujuanku sudah dapat, mereka tak lagi diperlukan."

"Apa maksudnya?"

Win menyeringai, "Apa kau masih perlu bertanya?"

"Hia, Team tak lagi ingin bermain." Team merasakan ancaman saat Win mendekat perlahan.

"Kita sudah lama tak bermain, bukankah ini waktunya N'Pao?" Win terus menggodanya, ia semakin menyudutkan Team.

"Hia menyingkirlah!"

"Kau tahu? Air matamu tak lagi mempan padaku."

"Hia, apa yang kau inginkan?"

"Kau!"

"Sialan Hia!!" Team telah terjebak, ia tak mungkin bisa kabur dari hia nya.

"Dulu kau selalu berlari ke arahku, tapi sekarang kau terus menghindar dariku. Kau tahu Pao? Sekali kau tertangkap, aku tak akan melepaskanmu! Jadi berhentilah berusaha, atau aku akan memotong kakimu jika kau berani melarikan diri lagi!" Win membuat penekanan pada tiap kata-kata yang diucapkannya.

"Hia, kita tak bisa seperti ini."

"Kenapa tidak? Kau lupa? Kau milikku Pao!"

"Tapi hia... " Win membungkam Team dengan bibirnya. Menarik tengkuk Team dan menahan pinggangnya, ia tak akan membiarkannya lepas.

Win lebih mengenali Team dari pada Team sendiri, ia tahu bagaimana menundukkan nongnya itu. Team sebagai pemilik tubuh bahkan tak bisa lagi mengendalikan dirinya dari setiap keinginan Win. Sia-sia ia melawan, ia menyerah, berbalik menjadi kaki tangan, tanpa tuntutan dengan sukarela memilih untuk bekerja sama.

Rasa rindu yang meluap, yang tak pernah terbayangkan akan tersampaikan, melompat keluar bersama hasrat yang lama terbelenggu. Membiarkan emosinya meluap membanjiri tanpa pertahanan. Memeluk kesenangan yang enggan untuk diakhiri.

Win tersenyum lebar saat tubuh nongnya tak sanggup lagi berdiri dengan tegak, akibat kelelahan fisik dari kesenangan yang baru saja direguknya. Team terjatuh dan bersandar dalam pelukannya, kakinya tak lagi mampu menumpu badannya.

"Hia..."

"Ya?"

"Kau bajingan!"

"Ya, kau mengenaliku seperti aku mengenalmu lebih baik dari siapa pun. Tak ada gunanya kau jadi pemberontak!" bisik Win tepat di depan telinga Team.

Team tahu tak akan pernah memenangkan persaingan melawan hianya. Ia sadar tak mungkin lagi bisa berlari dari hianya, tapi ia masih tetap ingin berlari untuk menyelamatkan hatinya.

Win mengantar Team kembali ke rumahnya saat kesibukan terjadi di sana. Dengan tertatih Team menghampiri ibunya.

"Ibu, apa yang terjadi? Ke mana kau akan pergi? Bagaimana denganku?" Ibunya dibantu bibi tengah mengepak beberapa barang.

Win ObsessionWhere stories live. Discover now