29

21 6 0
                                    

"REY PUTUS?!" Khansa hampir saja memecahkan gendang telinga teman-temannya. Entahlah, cewek itu terlalu bahagia mendengar berita yang tadi dibawakan oleh Wanda. Ya, begitulah. Move on dimulut saja.

Padahal dia juga sadar diri sesadar-sadarnya, mau Rey putus atau tidak, Khansa tidak akan pernah menjadi salah satu kandidat pacar berikutnya. Tapi, lebih baik cowok itu jomlo, halal dihaluin sebelum ada pawangnya.

"Lo bilang udah enggak suka sama Rey," komentar Vanka sembari menggigit biskuitnya. Hari ini kebetulan hari minggu, dan mereka memutuskan untuk ngumpul-ngumpul cantik. Mumpung Zea tidak ada jadwal les juga.

"Ya waktu itu gue pikir beneran udah enggak." Dia benar-benar berusaha untuk move on dari Rey saat itu. Tapi, sudah mencari pelampiasan pun tetap tidak bisa menghilangkan perasaannya. "Gue udah coba buat suka sama yang lain, tapi ujungnya tetap aja balik lagi ke dia."

"Semoga jodoh lah ya, biar hidup lo enggak nyesek-nyesek amat." Wanda meraih setoples kacang goreng lalu memasukkan isinya ke dalam mulut.

Sedangkan Zea memilih tetap diam. Kesimpulan yang Zea ambil, Khansa tidak begitu menyukai Alarikh sejak awal, hanya pelampiasan katanya. Itu berarti, perasaan cewek itu tidak dalam, dan seharusnya memberi ruang lebih untuk Zea. Tapi ... dia tidak lagi mau berharap banyak. Walaupun tidak bisa dipungkiri dia masih terus menyukai Alarikh. Perasaannya berkembang setiap waktu berjalan.

"Ze, lo kenapa diam aja?" tegur Vanka sebagai orang pertama yang menyadari diamnya Zea.

"Oh, enggak kok. Wan, ada rekomendasi drama?" Kini ia beralih ke Wanda yang masih asyik memakan kacang.

"Banyak! Nanti gue kirim lewat chat." Setelah Zea mengangguk menyetujui, Wanda kembali mengangkat suara. "Lo tumben mau ngedrakor, sebentar lagi kan ujian semester lima."

"Gue cuma nanya rekomendasi, nanti-nanti aja nontonnya." Sial. Sekalian saja Wanda memberinya rekomendasi nanti-nanti saja. Kebiasaan Zea!

"Ze, jujur gue iri banget sama lo yang belajar satu dua kali langsung paham. Udah gitu masih juga rajin belajar, insecure gue."

"Gue pengen cita-cita gue kecapai Van, gue enggak mau nyesal dan gagal. Gue pengen bisa masuk kedokteran dari dulu, ya kalau bisa lulus SNMPTN, enggak juga gue enggak kecewa banget, makanya gue belajar." Langsung saja tepukan tangan teman-temannya menggema. Bangga punya teman seperti Zea.

"Lo pasti berhasil Ze!"

"Calon bu dokter kayak gini ya."

"Mamamu pasti bangga nak." Vanka mendekat lalu merangkul Zea khas orang yang merasa bangga.

"Iya lah, enggak kayak lo sih, bucin terus!" Lihat, Zea ini memang kurang ajar. Baru juga dipuji sudah menguji kesabaran Vanka.

"Bucin doang, jadian kagak! Ciyahhh kasian." Khansa menyahuti tak kalah heboh. Padahal kisah percintaannya lebih miris.

"Tau lo Van, lama banget jadiannya. Kalah tuh sama Wanda." Yang disebut namanya hampir tersedak kacang. Sedangkan Vanka dan Khansa langsung menatap Wanda meminta penjelasan.

"Apa?!" sulut Wanda ngegas.

"Kemaren jalan sama Zaid kan lo?" goda Zea membuat kedua temannya ikut berseru heboh.

"Seriusan?!"

"Dih kemaren-kemaren aja sok nolak Zaid."

"Katanya jamet alay tapi mau aja diajak jalan."

"Apalah artinya jamet kalau hati sudah mencinta."

Mereka bertiga tertawa, puas melihat wajah Wanda yang pias. Sungguh, Wanda tidak dengan suka rela mau jalan sama Zaid! "Apaan sih, dia dateng ke rumah minta anterin beli buku buat utbk, enggak mungkin gue tolak dong di depan mama sama papa gue."

Never Started (Complete)Where stories live. Discover now