3

38 8 0
                                    

Selamat membaca

(((-)))

Alarikh tersenyum lebar setelah membaca nama pemilik buku tersebut. Dengan langkah lebar ia menuju meja milik Zea dan Khansa.


"Zea?" panggil Alarikh pelan, beserta senyuman lebarnya. Pemilik nama hanya bergumam sebagai jawaban. Oke, Alarikh sedikit kecewa.

"Buku lo."

"Ya udah taruh aja," ucap Zea pelan. Nada bicaranya tidak sewot, tapi tetap saja meninggalkan rasa kecewa bagi Alarikh yang sudah terlanjur bersemangat. Alhasil cowok itu hanya meletakkan buku Zea dan pergi.

Sejujurnya, tadi Zea sedang asyik melihat-lihat fyp tiktoknya. Dengan sopannya, suara Alarikh malah memanggil dan itu tentu membuat Zea terkejut. Saking terkejutnya, jantung Zea berpacu dua kali lebih cepat. Astaga, dia bisa jantungan.

Keberanian untuk menatap Alarikh pun hilang. Zea tidak tahu mengapa, padahal dia tidak memiliki perasaan apa pun terhadap cowok itu. Ah, asumsi bahwa Alarikh menyukainya sepertinya berpengaruh cukup besar bagi Zea.

Krek.

Kursi kayu yang Zea duduki maju beberapa langkah akibat dorongan dari belakang. Ternyata pelakunya adalah Vanka. Belum sempat Zea menanyakan alasannya, cewek itu sudah lebih dulu memberitahu.

"Jutek banget lo sama Arik," ucapnya.

"Memangnya kenapa?"

"Ya enggak apa-apa, cuma kasian aja sama dia."

"Apanya yang perlu dikasianin coba," gumam Zea cukup jelas. Padahal, kalau faktanya Alarikh memang menyukai Zea, jelas saja cowok itu patut dikasihani.

Oh, ayolah. Tidak bisakah Zea bersikap biasa saja pada Alarikh? Bukankah dia tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadap Alarikh? Toh mau cowok itu benar menyukainya atau tidak, itu hak Alarikh, kan?

Zea berusaha memberanikan diri menatap Alarikh yang saat itu juga sedang menatapnya. Dengan berpura-pura biasa saja Zea mengalihkan pandangannya. Dengan cepat ia bisa menyimpulkan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas adalah, tidak bisa. Zea tidak bisa bersikap biasa-biasa saja kepada Alarikh karena suatu alasan yang masih belum jelas. Intinya, perkiraan bahwa Alarikh menyukai Zea, sangat berpengaruh terhadap interaksi mereka ke depannya.

***

Merebahkan badan di atas kasur setelah sekolah seharian tentunya sangat menenangkan. Tatapan Zea tertuju ke langit-langit kamar, ya walaupun pikirannya melayang ke mana-mana.

Berkali-kali, bahkan tanpa henti notifikasi membanjiri ponsel Zea. Namun ia biarkan saja, dari suara notifikasi Zea sudah bisa menebak siapa.

Jujur, Zea tidak mau terus memikirkan kemungkinan Alarikh yang menyukainya. Tapi, entah mengapa ia jadi kepo. Tentu saja Zea kepo. Kenapa Alarikh malah menyukai cewek seperti Zea? Padahal kan, Alarikh itu tampan dan cukup terkenal. Kenapa Zea? Kalau dilihat dari penampilan, sama teman sekelasnya saja Zea sudah di urutan ke sekian. Belum lagi Zea tidak sepopuler itu untuk diketahui eksistensinya.

Kenapa Zea?

Lagi. Ponsel Zea berdering keras menyadarkan dari dunianya. Tangannya meraih ponsel yang berkedip-kedip menunjukkan nama Vanka. Apalagi ini? Minta contekan?

Astaghfirullah, enggak boleh su'udzon sama tukang minta contekan.

"Kenapa?" tanya Zea setelah menggeser tombol berwarna hijau.

Never Started (Complete)Where stories live. Discover now