LDR

26.3K 881 1
                                    

Pagi ini, seperti biasa Aprillya Amanda berangkat sekolah dengan bersemangat. Seragam putih-abu dengan atribute sekolah yang lengkap, tas berisi buku pelajaran yang selalu setia bertengger di punggungnya setiap hari, tak lupa sepatu converse yang selalu jadi favoritenya.

"Makasih ayah, aku sekolah dulu ya.. Love you..!" ucap Prilly biasa Aprillya di panggil. "Raya..!" teriaknya kemudian setelah mobil ayahnya berlalu.

"Hai Prill.. Baru nyampe juga ya?" ujar Raya, sahabat Prilly sejak SMP. Prilly menjawab dengan anggukan kepalanya dan kemudian mereka melanjutkan langkah menuju ke kelas.

"Prilly..... Liat tugas pak Wira dong.. Please.. Dua nomor lagi nih.." pinta Fazza saat Prilly baru menginjakan kaki di ruang kelas.

"Ebuset lu.. Gue baru dateng udah di todong tugas.." sahut Prilly.

"Gak usah ngomel deh kalo gak mau ngasih.." Fazza nyolot.

"Yee.. Nih nih nih.. Sambil di fahami tuh rumusnya.." Prilly memberikan buku tugas matematikanya.

"Guys.. Info guys.." Tere yang baru datang langsung heboh.

"Kenapa? Kenapa? Ada apa?" tanya Raya.

"Pak Wira gak masuk hari ini.. Jam pertama kosong guys! Free time wohooo.." jelas Tere yang di susul dengan sorakan dari semua anak-anak yang ada di kelas.

"Enak aja lo bilang free time.. Baca materi selanjutnya aja atau engga kalo ada yang mau ke perpus ya silahkan.." sahut Benny sang ketua murid.

"Kalo gitu gue ke perpus deh.." jawab Prilly beranjak dari bangku nya. Prilly memang termasuk gadis yang gemar membaca di banding teman-teman nya yang lain.

"Eh tugas minggu lalu tetep di kumpulin Prill!!" Benny sedikit berteriak.

"Fazzaa... Buku gue tuh!!" Prilly balas berteriak dengan suara cempreng nya.

"Siaappp..." sahut Fazza namun tetap fokus menulis.

"Ray, mau ikut gak lo?" Prilly kembali menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Raya.

"Gue di kelas aja prill.." Raya yang asik dengan gadget nya menolak ajakan Prilly.

Prilly melangkahkan kaki di lorong sekolah yang mulai sepi setelah bel sekolah berbunyi. Di perpus pun hanya tampak tiga orang siswa yang sepertinya tengah meminjam beberapa buku dari perpus dan seorang petugas perpus yang tentu saja sudah Prilly kenal. Namanya pak Vino.

"Pagii pak Vin.." sapa Prilly yang selain terkenal kutu buku dia pun terkenal sebagai sosok gadis yang ramah dan itu yang membuat siapapun dengan mudah akan menyukainya.

"Eh Prilly.. Jam kosong ya? Kok sendiri?" tanya pak Vino.

"Yang lain masih ada tugas pak, punya ku udah selesai duluan makanya ke perpus dari pada bete di kelas.." jelas Prilly. Saat tengah menyisir rak buku di perpus, tiba-tiba iphone di saku rok seragamnya bergetar. Sebuah pesan masuk.

'Kamu lagi dimana?'

Pesan dari Rafael, sosok yang hampir setahun ini menjadi pacarnya.

'Di perpus, lagi jam kosong nih bosen di kelas.. Hehe..' balas Prilly.

Tak ada balasan, Prilly fikir Rafael tengah belajar dan dia tau betul hari rabu di jam pertama kelas Rafael itu pelajaran Fisika dengan guru yang super killer. Akhirnya Prilly membawa satu buku dari rak paling pojok. National Geographic, itulah buku yang Prilly ambil. Saat tengah asik melihat-lihat gambar dan membaca keterangan singkat di bukunya, seseorang datang dan mengagetkannya.

"Dor.. Serius amat?! Sendiri aja sayang?" Rafael tiba-tiba duduk di depannya.

"Astaga.. Kamu ngapain kesini? Gak belajar?" Prilly heran dengan tingkah Rafael. Sosok cowok keturunan chinese, terkenal jenius dan banyak cewek menggilainya tapi hanya Prilly yang beruntung mendapatkan nya.

"Kamu gak liat aku gak pake seragam sayang?" dan Prilly baru sadar dengan pakaian yang di pakai Rafael pagi ini.

"Loh? Kamu bolos ya? Pantesan tadi pagi gak nunggu di gerbang.. Eh tapi kok bisa kesini?" Prilly masih kebingungan.

"Aku.. Aku mau pamit sayang.. Senin depan aku udah mulai sekolah di London. Papa ku pindah tugas kesana.  Maafin aku.." Rafael mencoba jelaskan semuanya meski terasa sangat sulit.

"Hahaha gak lucu deh sayang.. Masa ngedadak?" Prilly tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

"Aku tau ini mendadak buat kamu, tapi semuanya udah di urus dari seminggu yang lalu.." Prilly terdiam dan menatap dalam mata kekasihnya, mencari kebenaran disana dan Prilly tau kali ini Rafael bicara serius.

"Kamu gak bohong? Hubungan kita gimana? Aku nanti sama siapa? Kamu tega El?" mata Prilly mulai berkaca-kaca. Di balik sikapnya yang periang, sesungguhnya Prilly memiliki hati yang sangat sensitive dia sangat mudah untuk menangis.

"Ssttt jangan nangis sayang.. Aku janji aku selalu buat kamu meskipun kita jauh.." ucap Rafael, mengusap air mata di pipi Prilly.

"LDR? Kamu yakin? Tapi kapan kita ketemu lagi?" tanya Prilly mencoba menahan tangisnya.

"Liburan nanti aku pasti balik ke indo sayang.." iphone Rafael bergetar, telpon dari papa nya. "Sayang, papa ku udah selesai mengurus semua berkas-berkasku. Sekarang aku pamit ya langsung ke bandara.. Jaga diri dan hati kamu baik-baik buat aku.. Aku sayang kamu Aprillya Amanda.." Rafael mencium tangan Prilly dan mengelus rambut coklat Prilly. "Satu lagi, aku mohon jangan nangis.." ucap Rafael sebelum dia melangkahkan kakinya.

"El, aku juga sayang kamu. Jangan lupa kabari aku ya.." Prilly menahan tangan Rafael.

"Pasti sayang.. Aku pergi dulu ya.." Rafael melangkahkan kakinya meninggalkan Prilly sendiri di perpus dengan isak tangisnya.

Prilly berjalan gontai ke kelasnya untuk mengambil tasnya setelah sebelumnya dia menelpon Jessica kakak semata wayangnya. Banyak tanya dari teman-teman sekelasnya namun tak di gubrisnya. Prilly menghampiri guru piket dan meminta ijin pulang dengan alasan kurang enak badan. Jessie telah menunggunya di gerbang sekolah namun Prilly tak juga terlihat.

"Prill dimana? Kakak di gerbang sekolah nih.." Jessie menelpon adiknya.

"Di halte kak, kesini ya.." Prilly duduk sendiri di halte bis yang masih tampak sepi pagi ini. Kepalanya menunduk menatap kakinya yang terbungkus sepatu converse. Jessie mengelus kepala adiknya membuat Prilly menoleh dan berhambur ke pelukan nya.

"Kenapa sayang?" tanya Jessie sambil mengelus punggung adiknya.

"Rafael kak, dia pindah ke London mendadak.." airmata itu masih mengalir dari matanya.

"Cerita di rumah ya, disini gak enak.." ajak Jessie, Prilly mengangguk dan masuk ke dalam mobil.

***

Seandainya ...
Jarak tiada berarti
Akan ku arungi ruang dan waktu dalam sekejap saja..
Seandainya ...
Sang waktu dapat mengerti
Takkan ada rindu yang trus mengganggu kau akan kembali bersamaku..
Raisa - LDR

Tiga bulan berlalu, dua minggu ini tak ada kabar dari Rafael untuk Prilly. Bahkan saat ini liburan sekolah telah tiba, namun tak ada kabar bahwa Rafael akan pulang ke Indonesia. Prilly yang biasanya ceria dua minggu ini seperti kehilangan jati diri nya.

"Prill... Wooiii Prill!! Jadi pergi gak noh kita? Kasian si Tere nih udah nunggu di 21.." ujar Raya.

"Hah? Eh iya jadi.. Berangkat sekarang yuk.." Prilly tersadar dari lamunan nya.

"Lo ga asik Prill.. Dua minggu ini udah kayak apaan tau lo galaunya.." komentar Fazza saat mereka sudah berada di dalam mobil milik Raya.

"Lo gak tau sih gimana rasanya LDR-an.. Kebayang gak sih tiap hari ketemu di sekolah, satnite ada yang ke rumah.. Telpon, SMS tiap saat terus tiba-tiba kepisah.. Kasih kabar sehari paling dua kali kayak makan obat. Apalagi dua minggu ini si El gak ada kabarnya sama sekali padahal dia janji liburan bakal balik ke indonesia.." ceroacos Prilly panjang lebar.

"Akhirnyaaa... Gue kangen cerewetnya lo Prill.. Sumpah!" ujar Raya.

"Gue juga.. Haha" timpal Fazza

"Kaliaaaaannnn...!! Males ah gue.." Prilly melipat tangan nya di dada dan memanyunkan bibir mungilnya yang justru mengundang gelak tawa dari dua sahabatnya.

He Heals Me...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang