"Kamu Berhasil Hari Itu?"

700 151 3
                                    

.
.
.

Fenly melangkah masuk ke dalam kamarnya yang gelap, tangannya bergerak menyentuh saklar dan sekejap ruangan itu menyala. Dia melanjutkan langkahnya menuju sebuah benda yang berdiri tertutup sebuah kain hitam, tangannya bergerak melepas kain yang menutupi benda tersebut.

Sebuah benda persegi panjang berukuran besar itu terpampang di depannya, lukisan seorang wanita berumur sekitar 30 tahun berdiri di samping lelaki dengan tangan yang masuk ke dalam saku celana, di depan mereka Fenly kecil duduk dengan mengacungkan ibu jarinya. Lukisan yang terlihat sangat nyata, tidak aneh ketika Fenly menatap wajah wanita dalam lukisan itu dia merasakan sedang menatap ibunya.

Setelah beberapa detik tenggelam dalam sesak, Fenly kembali menutup lukisan itu dengan kain hitam. Dia langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang, tangannya bergerak merogoh ponsel dari saku jaket. Notip Whatsapp muncul di layar ponsel, Salsha baru saja memasukan nomornya ke dalam grup chat kelas.

Sedikit tersenyum Fenly mengingat ketika Salsha dan Ricky memaksanya untuk memberikan nomor Whatsapp, dalam perjalanan menuju kelas setelah makan di kantin.

"Kapan lagi sih gue minta nomor whatsapp ke cowok? Udah cepetan!" Salsha memaksa Fenly seraya menyodorkan ponsel miliknya.

"Lagian cuma lo doang Fen, yang belum masuk grup." Ucap Ricky mendukung Salsha.

"Kalau malu ngasih ke Salsha bisa masukin nomor lo di hp gue?" Lanjut Ricky lantas ikut menyodorkan ponselnya.

Fenly yang terdesak hanya bisa memilih untuk memberikan nomor whatsappnya.

Notip Whatsapp muncul lagi, sebuah pesan dari grup kelas.

Fajri : "Sorry ganggu waktunya, kayanya kita harus cepet-cepet diskusi buat music party deh. Biar persiapan dulu dari jauh-jauh hari."

Gilang : "Betul guys! Kira-kira rencana kita apa nih?"

Gilang : "Solo? Band?"

Chika : "Aduh, lo berdua aja bisa gak yang nyanyi? Ribet deh. Suara gue jelek!!!

David : " Tahu nih, ekskul musik ada-ada aja."

Salsha : "Iya, ini kan bukan sekolah seni. Jarang dong yang bisa nyanyi sama band!".

Fenly memandangi layar ponselnya yang seketika ramai, respon anak-anak kelas begitu cepat. Tangannya bergerak menyentuh nomor Fajri, kemudian melihat photo profil lelaki itu yang tengah berdiri di panggung sebuah cafe seraya memegangi pelantang. Fenly tersenyum masam memandangi wajah itu, orang yang dia temui beberapa tahun lalu bahkan seperti tidak mengenalinya.

Ingatan Fenly beralih pada beberapa tahun silam, tepatnya ketika dia duduk di bangku kelas lima Sekolah Dasar. Ketika Ms. Bianca, guru vokal yang biasa disebut Ms. Bee menunjuknya sebagai perwakilan lomba menyanyi solo. Dia juara Tingkat Sekolah, namun gagal masuk final di Tingkat Nasional.

Sampai sekarang dia masih ingat jelas wajah Fajri yang mengobrol dengannya setelah tampil, Fenly yang ketakutan dan merasa tidak puas akan penampilannya justru berbanding terbalik dengan Fajri yang percaya diri dan merasa bangga.

"Teman-temanku nonton bareng di sekolah, katanya kalau ada voting pasti bakal dukung penuh. Sayangnya di sini bukan acara pencarian bakat di Tv! Jadi keputusannya cuma ada di juri." Ucap Fajri sedikit berteriak, suaranya hampir tak terdengar karena suara kontestan lain yang sedang tampil.

"Aku pasti kalah, tadi aku nyanyi gak maksimal." Ucap Fenly lesu.

"Tadi aku ke toilet, aku gak sempat lihat kamu." Timpal Fajri dengan wajah menyesal.

TERBUNUH SEPI (END)  || UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang