JS 03 [Lahirnya asap hitam] ☑️

10.4K 293 5
                                    

Hari demi hari ku lalui, kini wajahku semakin menua dengan cepat, banyak sekali keriputan bermunculan di area wajah, leher, kaki dan tangan. Anehnya hanya daerah yang terlihat saja, di daerah tertutup terlihat normal seperti biasa.

Kram perut hebat yang ku rasakan, sakit itu muncul di waktu menjelang maghrib dan tengah malam. Tetangga sekitar silih berganti melihat keadaan ku, mereka seringkali menanyakan, apa yang telah terjadi padaku sehingga mengalami penyakit langka seperti ini.

Lebih dari satu dokter, sudah ku datangi untuk memeriksaku dan mengobati sakitku, tetapi mereka tidak menemukan penyakit apapun yang bersarang di tubuhku.

Semakin lama, kebiasaanku jauh dari kata normal, aku sering menghabiskan makanan sendiri, menghabiskan semua nasi tanpa memikirkan mas Yadi dan Dani.
Aku tak mengingat mereka ketika sedang lapar, yang ku tahu hanya bagaimana caranya aku bisa cepat kenyang.

Keanehan ini semakin menjadi ketika aku meminta ayam jantan panggang utuh kepada mas Yadi berukuran jumbo, namun tanpa aku sadari, aku memakan dan menghabiskan sendiri dalam porsi besar, bahkan yang membuat mas Yadi dan Dani terheran-heran, tak ada sedikitpun tulang yang tersisa.

Astaghfirullah, ...

Aku tidak menyadari apa yang sedang dan telah aku lakukan, mengapa aku menjadi seperti ini, Tuhan?

°°°

"Ratih, sebenarnya kamu kenapa, Nak?"

Aku membuka mata perlahan, kemudian menoleh ke arah asal suara itu, aku seperti mengenalnya!
Sebenarnya aku tidak tidur, namun aku lebih suka memejamkan mata, agar aku bisa jauh lebih tenang.

"I--Ibu?"

Bibirku tersenyum melihat kehadiran Ibu dan Bapak sudah ada disini. Kami memang jauh dari kedua orangtua, ingin bertemu saja harus memakan waktu dua hari dua malam dalam perjalanan.
Maka dari itu, kami jarang sekali bertemu, kadang hanya satu tahun sekali kami berkunjung saat hari lebaran.

"Pasti mas Yadi yang memberitahu tentang keadaanku pada mereka." Pikirku

"Jadi sebenarnya apa yang terjadi dengan Ratih, Yadi?" tanya bapak kepada mas Yadi.

Mereka serius berbincang-bincang, namun aku lebih senang merebahkan badan sembari memejamkan mata.

☘️☘️☘️

"Tidak, Panass, hentikan! panassss, tolong hentikan!"

Aku membuka pejaman mata ketika mendengar suara lantunan- lantunan ayat suci Al-Quran, yang sedang di bacakan oleh seseorang laki-laki bergamis putih.

"HENTIKAN! CUKUPPPPPPP!"

Aku bersikeras meminta orang itu agar menghentikan bacaannya. Tersiksa sekali rasanya, tubuhku seperti terbakar panas, sakit, perih di jadikan satu.
Kulit ini rasanya di paksa memisah dari daging, menyakitkan sekali!

"Bapak, usir dia!" aku menunjuk ke arah orang tersebut dengan lantang.

Amarahku memuncak ketika orang tersebut tidak berhenti, ia malah terus melafalzkan doa, yang kini membuatku meraung, menangis histeris, hingga akhirnya lemas dan tak sadarkan diri.

Aku melihat dari sudut mata, mas Yadi, Dani, dan ada kedua orangtuaku disana. Mereka hanya bisa menyaksikan, namun banjir dengan airmata melihatku seperti ini.

Aku yang menggeliat kesakitan kesana-kemari, seperti di siram air panas yang mendidih, leherku seperti tercekik hingga ku rasakan tak bisa bernafas sepersekian detik, rasa sakit perutku tak juga menghilang, seperti sedang di gerogoti sesuatu dan seperti tertusuk pisau yang sangat tajam.

 JELMAAN SUAMIKU. [END]Where stories live. Discover now