2

20K 1.9K 16
                                    

Aura kira, Dhimas sudah pergi setelah perpisahan mereka di lift tadi. Tapi ternyata, laki-laki itu masih berdiri di samping mobilnya. Posisi Dhimas yang tepat berada di satu-satunya akses keluar dari area parkir, membuat Aura mau tidak mau harus lewat tepat di depannya.

"Aku duluan ya!" Seru Aura sekedar menyapa.

Dhimas mendongak, "Jadi makan dulu?" Tanya laki-laki itu.

"Iya," Jawab Aura cepat.

"Bareng aja, aku juga mau cari makan." Aura terkesiap, kemudian mengangguk pelan.

"Ya udah, ayok." Keduanya berjalan beriringan menuju tempat makan yang terletak di seberang jalan.

"Kamu mau makan di mana?" Dhimas mengernyit, lalu menunjuk cafe besar di kanan jalan.

"Sebelah situ aja kali, ya."

"Oh, ya udah kita pisah di sini, aku biasa makan di restoran yang itu." Aura menunjuk pada sebuah restoran fast food.

"Bareng aja di sini," Ajak Dhimas membuat Aura menggeleng.

"Nggak usah, mahal! Ini tanggal tua." Jawabnya sembari terkekeh geli.

"Biar aku yang traktir."

"Nggak usah Dhim, lagian aku lebih suka makanan di restoran itu. Penyajiannya lebih cepat." Tutur Aura, membuat Dhimas menghela napas.

"Ya udah aku ikut kamu aja!" Spontan, laki-laki itu berjalan ke arah restoran yang tadi Aura pilih.

Gerak-gerik Dhimas berhasil memancing senyum manis Aura. Perasaan rindunya kian mencuat. Di matanya, Laki-laki itu tidak pernah berubah, dia selalu pengertian dan perhatian dengan cara yang tidak pernah ia duga.

"Nggak nyangka kita justru bertemu di lift kantor." Ujar Dhimas di sela menikmati makanannya.

Aura hanya mampu mengangguk. Perempuan itu harus menghela napas berkali-kali demi melerai perasaan gugup. Duduk berhadapan dengan Dhimas tentu menghancurkan upaya move-on yang ia lakukan selama ini.

"Perusahaan kamu sudah lama kerja sama dengan perusahaan tempat kerjaku?" Tanya Aura basa-basi, sebenarnya bukan ini yang ingin ia tanyakan.

"Belum, ini baru mulai. Tepatnya setelah memindah perusahaanku dari Kalimantan ke Jakarta, beberapa bulan lalu." Jelas Dhimas.

"Jadi selama ini kamu di Kalimantan?"

"Iya, tidak lama setelah hubungan kita berakhir." Aura tertawa getir, jawaban Dhimas sontak membuat batinnya tertohok.

"Dhim, aku mau minta maaf..." Helaan napas pelan mampu memberi keberanian pada Aura untuk mengucapkan kata-kata itu.

"Minta maaf untuk apa, Ra?" Aura rasa, Dhimas sudah paham ke mana arah pembicaraan keduanya. Pertanyaannya tentu hanya sekedar pengalihan belaka.

"Soal, hubungan kita yang berakhir kurang baik beberapa tahun lalu."

"Oh, soal itu. Udahlah, lupain aja." Jawab Dhimas acuh.

"Tapi, aku memang salah. Nggak seharusnya aku mengkhianati kamu."

"Udah lewat Ra, nggak usah bahas masa lalu." Aura terdiam beberapa saat, sampai akhirnya laki-laki itu memberi pertanyaan.

"Tapi, bukannya di kantor lama itu kamu sudah jadi pegawai tetap, kenapa sekarang pindah?"

"Iya, ada sedikit masalah... Jadi aku memutuskan keluar dan pindah ke perusahaan yang sekarang." Tutur Aura sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Ada hubungannya sama laki-laki itu?"

"Maksudnya?" Tanya Aura bingung.

"Laki-laki yang aku lihat malam itu, yang katanya teman kantor kamu." Raut wajah Aura kembali murung, pertanyaan Dhimas membuat rasa bersalahnya semakin menjadi.

Save The Date!Where stories live. Discover now