Bagian 28|

3.4K 399 42
                                    

Happy Reading 🌻❤️

28. Penyesalan Agam
.
.
Silpa menghentikan motornya di halte bus yang kebetulan tidak jauh dari tempat mereka sekarang. Setelah motor berhenti, dengan cepat Agam turun. Karena tergesa, tubuhnya hampir oleng tapi untungnya tangan Silpa menahan jaket yang di kenakan pria itu.

Agam menepis tangan Silpa pelan, "Lo kalau mau mati ga usah ajak-ajak gue bisa?"

Silpa yang masih berada di atas motor menatap Agam remeh, "Cemen lo." Gadis itu mengangkat ibu jarinya dengan posisi terbalik. Setelah itu tertawa kecil.

Agam mengangkat sudut bibirnya yang berkedut karena kesal. "Sialan lo! Gue udah hampir mati jantungan, dan lo ngatain gue cemen, tanpa rasa bersalah sedikitpun?"

"Oke oke. gue minta maaf," ucap Silpa, dengan senyum yang sangat lebar. Ia merasa cukup puas melihat wajah pucat dan ketakutan Agam. Kapan lagi menistakan diri sendiri ya kan?

"Mau sampai kapan berdiri di sana? Ayo pulang, Revan udah nungguin tuh di Bandara!" Ujar Silpa tak sabaran.

"Ngapain Revan di bandara?"

"Masak!"

"Masak?"

"Heh lemot! Gue tanya sama lo, biasanya orang-orang ke bandara ngapain?"

"M-mungkin berpergian?"

Silpa menatap Agam dengan malas, "Itu Lo tahu." Tangannya menarik gas motor, kala dirasa Agam sudah duduk di belakangnya.

"ASTAGA, Gue belum siap bege!" Teriak Agam menarik rambut Silpa.

"Jangan tarik-tarik nanti kita jatuh," ucap Silpa mencoba fokus ke jalanan.

Agam tak menjawab lagi, tangannya berhenti menarik rambut panjang Silpa.
"Lo belum jawab yang tadi, Revan ngapain ke bandara?" tanya Agam mendesak Silpa agar menjawab.

"Berangkat ke Singapur!" Motor Silpa sudah tak sekencang sebelumnya jadi ia tak perlu berteriak untuk menjawab pertanyaan Agam.

Agam mengangguk dan tak bersuara lagi. Dirinya cukup terkejut melihat Silpa yang tiba-tiba ada di sini, menjemputnya, dan mengatakan Revan sekarang ada di bandara menunggu mereka untuk pergi bersama ke Singapura. Ia pasrah mengikuti kemana Silpa membawanya.

***

10 hari sebelum bulan purnama.

"Maaf pasien yang bernama Alan Sebastian tidak ada dirawat ataupun di rujuk ke rumah sakit ini!"

Silpa melangkah ke depan dan menatap wanita yang bekerja sebagai resepsionis itu datar. "Periksa sekali lagi. Anda pasti kurang teliti," ucap Silpa dengan nada rendah tapi tajam. Membuat Suster tersebut mengangguk tanpa suara, dan memeriksa kembali data yang ada di genggaman nya.

Setelah di periksa sekali lagi, resepsionis tersebut menatap ketiga remaja itu menyesal seraya menggeleng, tanda Alan memang benar-benar tidak ada di sana. Melihat gelengan dari wanita di depannya bahu Silpa bergetar, ia menggeleng tak percaya. Jadi jika papanya bukan di rawat disini, dimana papanya sekarang?

Ia berjalan mundur sampai punggung nya menabrak dada Revan. Revan mengelus bahu Silpa pelan, kemudian mengode Agam. Agam mengangguk pelan.

Agam mengucapkan terimakasih kepada resepsionis sebelum tangannya menarik tangan Silpa, diikuti Revan di belakang. "Jadi sekarang gimana?"

"Ini salah gue."

"Ini bukan salah Lo Sil."

"Andai saja hari itu, gue ikut kalian jenguk papa. Pasti sekarang papa masih ada di rumah sakit ini!" Ujar Silpa, ia menarik tangannya dari cekalan Agam.

Jiwa yang Tertukar [SELESAI]Where stories live. Discover now