20. Wrong Number

786 114 29
                                    

[Author's Bar]
Hari ini up 2x karena kemarin lupa kalo belum up ini cerita. Niatnya mau tiap hari, tapi kayaknya cuma bisa habisnya bulan ini saja.
Makasih buat para pembaca, khususnya yang udah sering vomen dan kasih semangat.
Makasih juga yang udah vote dalam diam buat cerita abal-abal ini.

Please jangan di plagiat ya. Walau cerita nya cuma kayak gini, aku perlu mikir dan nyusun katanya 😭😭

"Halo, siapa?" Suara Seojun baru bangun tidur terdengar sexy di telinga Suho.

Suho terhenyak sejenak. Sedang di seberang telepon sudah tidak sabar ingin melanjutkan tidurnya.

"Akan ku tutup jika tak berkepentingan." Seojun memecah keheningan dengan malas.

Seakan tersadar, Suho segera bertanya.

"Ruang mana? Kau turun atau aku ke ruangan Johyun?" Suho memastikan.

"Halo, maaf ini siapa?" Tanya Seojun sanksi.

"Kau yang menelponku untuk dibawakan makanan. Cepat turun atau aku yang akan menghampirimu." Suho bermain kata sejenak.

Suho tau kalau Seojun salah menelpon. Ia menebak pasti Seojun mengira history teratas panggilannya adalah nomor Baram. Karena memang Suho lah yang mengetikkan nomornya sendiri untuk mengetahui nomor pribadi Seojun. Suho memanfaatkan Seojun yang tertidur pulas setelah meminum obatnya pagi kemarin.

"Hah? Jangan bermain-main denganku. Ini masih terlalu pagi. Katakan siapa dirimu!" Seojun mulai tersulut emosi.

Oh Tuhan. Sadarkan orang gila yang menelponnya ini kalau sekarang jam masih menunjukkan pukul 5 pagi. Dan ia baru tidur terlelap 3 jam. Ia ingin mengumpati orang yang menelponnya ini, tapi ia masih ingat kalau dia berada di rumah sakit.

"Lee Suho. Aku akan menghampirimu jika kau tak turun di koridor lantai 1. Mungkin akan ada sedikit keributan karena aku masuk saat jam besuk belum waktunya." Tandas Suho.

Suho mematikan ponselnya. Ia tau jika Seojun pasti akan turun beberapa menit lagi. Ia juga menghindari sumpah serapah yang akan dilontarkan Seojun di panggilannya.

Dengan gaya santai, Suho berdiri di depan pintu masuk koridor lantai 1. Beberapa orang yang mulai bekerja dan berganti shift di pagi hari memandangnya kagum. Mereka menganggap ini sebagai hadiah di pagi hari.

Seojun menghampiri Suho dengan tergesa. Ia sempat melihat banyak mata yang melihat Suho. Bahkan ada yang saling dorong untuk mengambil kesempatan berkenalan dengan Suho. Sedangkan Suhonya acuh akan keramaian yang ia buat. Seojun dibuat gatal dengan perangai Suho yang seperti tebar pesona.

Seojun sampai dengan ngos-ngosan didepan Suho. Ia langsung menarik Suho menuju lift terdekat. Sepertinya ia terpaksa membawa Suho ke kamar rawat Johyun agar terhindar dari kerumunan. Orang-orang yang melihat Suho ditarik oleh lelaki imut lain hanya bisa menerka dan patah hati.

Suho yang di tarik hanya santai mengikuti langkah Seojun. Tanggannya bersentuhan dengan milik Seojun, membuat dirinya mati-matian mengontrol ekspresinya.

Mereka sampai di dalam kamar rawat Johyun dengan tangan yang masih menggenggam satu sama lain. Seojun tersadar dengan kelakuannya segera melepaskan tautan tersebut dan membrondong pertanyaan.

"Kenapa aku bisa menghubungimu? Kenapa kau kesini di pagi buta seperti ini? Dan kenapa kau tebar pesona di depan pintu koridor seperti orang bodoh?" Tanya Seojun dengan satu napas.

"Kau cemburu kah?" Oh tidak, Suho hanya fokus di pertanyaan terakhir.

Seojun geram dan segera menggeplak kepala Suho. Sang empu yang kena pukulan hanya meringis sambil tersenyum.

"Hei hentikan sayang. Sakit ini pukulanmu." Sambil memegang pergelangan tangan Seojun yang sedari tadi menggeplaknya.

Seojun menghela napas kasar dan membiarkan tangannya dilepas perlahan. Ia menunggu jawaban sambil mengontrol emosinya.

"Aku membawakanmu makanan, vitamin, dan obat maag. Aku tau kau belum makan sejak kemarin. Jadi sekalian saja aku berangkat kantor dan mengantarkan makanan." Bohong Suho.

Mana ada orang yang berangkat pagi buta seperti ini dan membeli makanan. Apalagi status Suho pemilik banyak real estate dan cabang perusahaan yang berbisnis tanpa harus bertemu klien nya langsung. Kalaupun pertemuan langsung, mereka yang mendatangi Suho bukan sebaliknya.

Seojun memutar bola matanya malas. Entah otaknya yang bodoh atau memang Suho yang terlalu meyakinkan, Seojun percaya. Saat hendak menolak bawaan Suho, serangan sakit di perutnya membuatnya terduduk.

Suho segera menangkap Seojun dan menggendong Seojun ke kursi panjang yang tersedia disana. Melihat Seojun yang menahan sakit, Suho bergegas mengambil obat maag dan memasukkannya ke mulut Seojun. Seojun reflek mengunyah obat itu karena kebiasaannya dan rasa sakit tak tertahankan dari lambungnya.

Suho tak lagi panik setelah Seojun perlahan menormalkan duduknya. Masih dengan perasaan tidak enak karena maag nya kambuh, Seojun mengusir Suho.

"Sudah sana pergi. Kau semakin membuat perutku sakit." Usir Seojun

Suho dengan keukeuh menjawab "Tidak sebelum aku melihat kau menghabiskan makananmu sekarang."

Oh ayolah. Lambungnya masih sedikit nyeri walau sudah meminum obat. Apa perlu ia berdebat lagi dengan kepala batu didepannya ini.

"Akan aku makan sekarang. Tapi kau pergi sebelum Johyun siuman sebentar lagi." Seojun membalas pasrah.

"Tidak. Aku akan melihatmu menyelesaikannya. Dan untuk Johyun, sepertinya ia akan siuman jam 7 nanti. Mengingat dokter yang menanganinya akan ada disini setelah ganti shift. Obat anastesinya juga lumayan kuat jadi perkiraan jam segitu dia terbangun." Jelas Suho secara gamblang.

Seojun hanya bisa menatap Suho nyalang. Kenapa orang didepannya paham akan hal ini. Bukankah selama ini Suho terkenal sebagai businessman sukses termuda.

Perlu ditanamkan di otak kalian, Seojun bukan stalker Suho!! Ia tahu informasi itu dari media yang sering memberitakannya!!

Kembali ke Suho dan Seojun yang saling menatap.

Seojun harus kalah karena merinding dengan aura yang dikeluarkan Suho. Atmosfir berubah dalam sekejap. Seojun segera mengambil sendok dan bubur didepannya. Dengan terpaksa ia melahapnya.

Suho tersenyum bahagia. Ia tak sadar jika aura memerintah yang biasa dikeluarkan untuk bawahannya menyeruak disini. Hal itu juga yang membuat Seojun memakan sarapannya.

Suapan terakhir sudah Seojun tandaskan. Dengan pipi mengembung, Seojun menatap nyalang Suho. Hal itu membuat jantung Suho berdetak dengan keras.

Memecah keheningan Seojun berbicara setelah menelan makanannya.

"Sudah selesai dan kau boleh pergi. Dan... Eum... Terima kasih untuk makanannya." Kata Seojun canggung.

Suho berdiri dari duduknya dan ia meletakkan tanggannya di kepala Seojun. Mengusak rambut Seojun akan menjadi kebiasaannya mulai dari sekarang. Sebelum Seojun marah, Suho segera menimpali.

"Aku pergi. Jangan lupa minum vitamin yang ada disana. Aku akan kemari sore hari atau kau bisa meneleponku jika ada yang kau inginkan." Suara Suho lembut.

"Tidak usah kemari lagi. Kau bisa pergi sekarang. Aku tak membutuhkanmu." Tundung Seojun sambil mendorong tubuh tinggi Suho.

Suho pasrah sambil terus memandang Seojun. Ia tak akan melewatkan semua ekspresi yang ia rindukan ini. Pintu pun tertutup tepat didepan hidung mancung Suho.

Suho menghela napas dan melangkahkan tungkainya keluar RS. Sepertinya ia akan langsung berangkat kantor karena terlalu memakan waktu untuk pulang dan pergi. Ia juga akan menemui Seojun sore nanti.

Biarlah Suho dengan "kebodohannya" hari ini menjalani waktu sampai sore menjelang.

MisunderstandingWhere stories live. Discover now