35. Terungkap

290 57 4
                                    



35. Terungkap






"Gara-gara kamu?" tanya Yeza.


Zefa kaget dan langsung mendekat kearah Yeza yang sedang berdiri diambang pintu. "Lah ibu mana?"

"Jawab dulu pertanyaan ku, kenapa bisa gara-gara kamu?" tanya Yeza lagi.

Zefa nampak berfikir sebentar lalu tersenyum. "Oh itu, itu em itu karna tadi Alaska bilang pengen makan nasi goreng buatan ibu, terus ibu udah siapin eh malah aku yang makan, alhasil Alaska berangkat kerja tanpa sarapan dulu." ucap Zefa sedikit berbohong karena tak ingin muncul masalah baru lagi di kehidupannya.


"Gitu toh, lagian kamu juga pake makan makanan yang bukan buat kamu." balas Yeza mencoba untuk percaya kepada Zefa.

Zefa tersenyum. "Hehehe, eh btw ibu sama Ayesha mana?" tanya Zefa.

"Tadi ke-wc dulu terus katanya mau ke kantin tanpa aku temani dan akunya disuruh buat temanin kamu aja." kata Yeza.

Zefa memgangguk-angguk paham.

"Yaudah kita nyusul ibu aja yuk, biarin Alaska istirahat dulu. Aku juga mau balik keruangan ku buat ganti baju." kata Zefa.

"Perlu kutemani gak keruangan mu?" tanya Yeza dan Zefa menggeleng.

"Gak perlu, kamu susul ibu aja ya. Aku takut ibu ke-sasar."

"Yaudah aku duluan ya," putus Yeza lalu keluar dari ruangan itu, begitu juga dengan Zefa yang langsung keluar lalu menutup pintu terlebih dahulu dan setelah itu naik ke ruangannya untuk mengambil jas.

Saat berada dilift, Zefa heran dengan orang-orang yang berada disampingnya yang sedari tadi berbisik-bisik lalu menatap wajah Zefa seakan-akan Zefa telah melakukan kesalahan. Karena bodoamat, Zefa langsung saja berjalan keluar ketika lift berhenti.

Ternyata, bukan hanya orang-orang didalam lift itu saja yang melirik kearah Zefa tetapi juga seluruh orang-orang didalam rumah sakit yang Zefa temui dan tatapan mereka seperti mengintimidasi dirinya yang sebenernya tidak tahu apa yang telah terjadi dan apa penyebabnya.

"ZEFA!" teriak seseorang yang berlari mendekat kearah Zefa sembari melambai-lambaikan tangannya dari kejauhan, dan orang itu adalah Jarren, Darren lalu dibagian belakang disusul oleh Rainike yang tertutup tubuh jakung si kembar.

Mereka stop tetap di depan Zefa lalu mencoba mengatur nafas mereka masing-masing yang ngos-ngosan akibat berlari.

"Ada apasih?" tanya Zefa kebingungan.


Jarren langsung menyodorkan ponsel miliknya kepada Zefa. "Lo liat nih," titah Jarren,


Deg.




Tubuh Zefa terpaku ketika melihat sebuah berita di grup rumah sakit yang telah berhasil membongkar aibnya.

Dipesan tersebut mengatakan bahwa seorang dokter bernama lengkap Zefa Adelifian ternyata punya gangguan kepribadian yaitu sulit membedakan sebuah ekspresi. Dan pesan itu diteruskan oleh seorang perawat rumah sakit yang juga tidak tahu siapa pengirimnya karena sang pengirim menggunakan surel tak dikenal.

"Ini benar, Zefa?" tanya Rainike.

"Jawab Zefa!"

Zefa  mengangguk pasrah. "Iya itu benar tapi gue udah sembuh asal kalian tahu."

Darren meremas rambutnya. "Lo kenapa gak pernah kasih tahu kita sih! kalo udah gini jadinya kita sebagai sahabat lo merasa gak tahu apa-apa." bentak Darren.

"Lo berhasil tutupin ini dari kita semua, dan lo tau gak karna berita ini lo bisa aja dipecat dan lisensi lo sebagai dokter dicabut, Zefa!" kata Rainike.


Zefa diam saja.



Tiba-tiba muncul suara deringan telfon dari ponsel milik Zefa dan membuat ketegangan diantara mereka menghilang.


"Halo," kata Zefa.


"Baik pak," jawab Zefa lalu mematikan sambungan ponsel tersebut.

Raut wajah Jarren, Darren dan Rainike kini seperti sedang menunggu jawaban dari Zefa. "Gue dipanggil ke ruang rapat dan seluruh dokter juga bakalan ada disana termasuk kalian." kata Zefa.

"Anjir, gue takut lo dipecat Fa." kata Rai.

"Doain aja gue gak kenapa-napa toh gue udah sembuh bahkan gue punya surat pemeriksaan yang menandakan gue udah sembuh." balas Zefa. "Yuk kesana."

Mereka berempat pun mulai melangkah menuju ruang rapat atau lebih dikenal sebagai ruang pertemuan seluruh dokter dirumah sakit ini. Saat sampai, mereka fikir hanya ada beberapa orang yang baru hadir namun ternyata didalam ruang tersebut sudah banyak yang hadir.


Raihan yang sedang berdiri diatas podium mencoba menenangkan hati Zefa dengan mengangguk yang mempertandakan bahwa tidak akan terjadi apa-apa pada Zefa dan setelah itu Zefa bisa duduk bersama dokter lainnya dengan hati tenang walau agak sedikit was-was sih.

"Baik mari kita mulai rapat hari ini dan langsung saja kita putuskan agar tidak membuang-buang waktu." kata Raihan.

"Dari yang kita semua sudah ketahui akan berita mengenai penyakit yang dialami dokter Zefa Adelifian maka saya memutuskan untuk tidak memecat dokter Zefa dan sebagai hukumannya, kami pihak rumah sakit akan memberikan skorsing selama sebulan dan juga selama sebulan itu gaji tidak akan diberikan." ucap Raihan.




Zefa tampak lega.



"Saya tidak setuju!" tukas seorang dokter yang duduk tak jauh dari Zefa.

"Bisa dijelaskan alasannya?" tanya Raihan.

Dokter itupun berdiri. "Bagaimana bisa seorang dokter yang harus menyelamatkan nyawa seseorang memiliki gangguan kepribadian, apakah pasien bisa mempercayai nyawanya jika mereka mengetahui berita ini dan juga, reputasi rumah sakit akan menjadi buruk jika kita menampung seorang dokter seperti dia!" kata dokter itu.

Raihan tersenyum. "Tenang saja, dokter Evan. Saya sebenarnya sudah mengetahui masalah ini dari sebelum kami masuk kedalam rumah sakit dan menjadi dokter didalamnya. Dokter Zefa sudah sembuh dari penyakit itu dan saya juga punya buktinya, buka begitu dokter Zefa?" kata Raihan.

Zefa mengangguk. "Iya dok," balas Zefa.

"Ya, dokter Zefa memang sudah sembuh namun berita-berita mengenai kasus ini apa tidak akan membuat para pasien akan takut untuk ditangani oleh dokter Zefa. Dan juga, bagaimana jika ada pasien yang melaporkan dokter Zefa karena takut setelah mengetahui penyakit yamg sedang dialami dokter Zefa?" kata dokter Evan.


"Anjir tuh si evan, makin mempersulit aja!" umpat Jarren.

"Dokter Evan yang terhormat. Anda seorang dokter dan tentu pastinya anda mengerti mengenai kata sembuh bukan? Pihak rumah sakit juga tidak bisa begitu saja mengeluarkan dokter Zefa karena dokter Zefa adalah salah satu dokter terbaik dirumah sakit ini. Saya sebagai direktur rumah sakit bertanggung jawab jika sesuatu terjadi."


"Dia memang sembuh namun bagaimana jika suatu saat akan kambuh? saya punya bukti juga bahwa penyakit itu bisa kembali semenjak dinyatakan sudah sepenuhnya sembuh." kata sosok wanita yang berdiri diambang pintu.




"Tari?" lirih Zefa.







"Hai, Zefa." balas wanita itu lalu melambaikan tangan kepada Zefa.



***





Jangan lupa vote, komen dan follow.

LOFZEZA JOURNEY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang