Bab 18

468 45 5
                                    

☘️☘️☘️

"Mas Ashar kenapa? Mana yang sakit Mas?"

Sehabis memasang tenda di depan rumah, Azhar mengeluh kesakitan. Ginjalnya yang bermasalah mendadak menimbulkan rasa yang teramat sangat sakitnya. Pria itu sampai mengerang beberapa kali.

"Ginjal Mas, Han. Sakitnya kambuh," ujar Azhar berusaha keluarkan suara.

Azhar menyandarkan kepala di sisi ranjang. Sementara Haniyya menyibukkan diri mencari obat untuk suaminya. "Obatnya ditaruh di mana, Mas?"

"Ada di dalam tas."

Secara otomatis, Haniyya langsung membuka tas suaminya lalu menemukan ada obat di sana. Segera ia ambil obat itu lalu diberikan kepada suaminya.

"Hani, tolong berikan Mas air ya," bisik Azhar.

"Ya sudah, Mas. Tunggu sebentar, Hani ambilkan dulu."

Napas Haniyya naik turun. Dia terlalu panik mendapati suaminya terlihat sangat tersiksa sambil memegangi bagian tubuhnya yang sakit. Wanita itu sudah akan pergi waktu tangan Azhar menahan tangan kanannya.

"Sayang... jangan cemas."

"Hani tidak bisa santai, Mas. Kamu sedang kesakitan. Bagaimana aku tidak cemas? Pokoknya Mas Azhar jangan kemana-mana dulu. Aku akan segera ke dapur."

Azhar mencoba tampilkan sebuah senyuman. "Jangan buru-buru. Atas izin Allah. Mas akan baik-baik saja." Dalam keadaan seperti ini kau masih bisa tenang, Azhar? Baiklah. Mungkin Haniyya memang perlu optimis seperti yang dilakukan suaminya.

Dengan langkah cepat, Haniyya bergegas menuju dapur. Dia sudah menuangkan air mineral ke dalam cangkir waktu Imran menarik-narik kakinya.

"Ada apa, Imran?"

Di saat genting begini, mengapa harus ada keponakannya yang bikin repot? Semoga Mas Azhar bisa menahan sakitnya sebentar. Tampaknya ada hal penting yang mau dikatakan keponakannya itu.

Imran tidak menjawab, dia malah menyeret tangan tantenya menuju kamar anak itu. "Eh, tante mau dibawa kemana? Tante harus beri Om Azhar minum." Jangan sampai terlambat. Bahaya-lah kalau suaminya dibiarkan menunggu.

"Imran mau main raket. Ambilkan raket yang ada di atas lemari itu," ujar Imran sembari menunjuk raket di atas lemari tiga pintu kamarnya.

Haniyya menghela napas panjang. Hanya gara-gara raket ternyata. Ada banyak orang di rumah itu, mengapa Haniyya yang ditunjuk membantunya? Padahal Haniyya sangat sibuk. Dia harus berikan air minum kepada suaminya. Karena sudah terlanjur berada di kamar Imran maka ia tak punya pilihan selain membantu anak itu.

"Kamu tunggu di sini. Tante ambilkan sekarang raketnya."

Cepat-cepat Haniyya mengambilkan raket itu, lalu diberikan kepada keponakannya. Jantung wanita itu tak berhenti berdenyut. Rasa khawatir akan keadaan sang suami begitu besar. Dia telah membuat suaminya menunggu. Bagaimana kau ini, Hani! Mengapa di saat suamimu sakit, kamu masih sempat melakukan hal lain? Haniyya mengutuk dirinya sendiri di dalam hati.

Merasa bersalah, Haniyya kembali ke dapur. Air yang tadi ia tuangkan sudah tidak ada. Sepertinya sudah diambil orang. Akhirnya wanita itu menuangkan minuman lain.

"Semoga Mas Azhar tidak kenapa-napa."

Langkah Haniyya semakin dipercepat menuju kamar. Sepasang matanya diuji kembali mana kala ia menyaksikan kakaknya Zoya menyodorkan minuman ke Azhar. Hanya lima menit ia meninggalkan suaminya. Dalam waktu singkat itu segalanya berubah. Dia yang semestinya jadi penolong justru menjadi penonton.

Sekeping Hati Untuk Azhar (Per Order) SoonWhere stories live. Discover now