Bab 9

308 31 1
                                    

☘️☘️☘️

Azhar sudah meyakinkan dirinya untuk jujur pada pada calon istrinya. Dia tidak mau menyembunyikan apapun dari Haniyya. Jadi, lelaki itu mengajak calon istrinya bertemu. Lebih dulu Azhar meminta wanita itu mengecek apakah hafalan surah Azhar sudah tepat atau belum.

Haniyya mengatakan kalau pria itu sudah hafal surah yang menjadi mahar pernikahan mereka. Adik dari Zoya itu pun bisa bernapas lega. Satu samalah sudah beres. Mereka hanya perlu menunggu beberapa hari sampai mereka bisa dinobatkan sebagai suami-istri secara resmi.

"Mas mau mengatakan sesuatu, Hani," kata Azhar memberitahu.

Satu potong kue pia berhasil ia gigit. Kemudian memberikan satu kue pia kepada calon istrinya. Haniyya menyambar dengan begitu semangat.

"Katakan saja, Mas. Beberapa hari ini, Mas Azhar suka bongkar rahasia. Sebenarnya berapa banyak rahasia Mas Azhar. Hani penasaran pengin mengetahui semuanya."

Haniyya berbicara dengan sedikit nada candaan. Dia melahap roti pia dengan asal. Alhasil, ada sisa potongan kue yang tersangkut di sudut bibirnya. Ah, klise sekali! Mana dia tidak lihat kalau ada serbuk-serbuk kue pia di pipinya.

"Tunggu."

Azhar mengambil tisu kemudian mengelap sisa serbuk pia di sudut bibir calon istrinya. Dag... Dig... Duh..., Dengungan jantung Haniyya terasa begitu keras. Setiap hari ia tidak bisa tanpa berdebar akibat perhatian Azhar padanya.

"Tadi, Mas Azhar mau mengakui apa?"

Untuk menormalkan detakan jantungnya lagi, Haniyya mesti menuturkan sebuah pertanyaan. Itu satu-satunya cara supaya jantungnya bisa tenang.

"Sebenarnya Mas pernah suka sama kakak kamu."

"Mas berkomitmen menikahimu sehingga kamu harus tahu seperti apa isi hati Mas dahulu."

Haniyya menelan saliva-nya dengan susah payah. Ini bukanlah informasi baru. Dia sulit mempercayai betapa Azhar sangat terbuka padanya.

Sebelum Azhar memberitahunya, gadis itu sudah lebih dulu mengetahuinya. Ketika Azhar berani mengungkapkan privasi-nya itu, Haniyya semakin yakin pada Azhar. Pria itu tidak akan mempermainkan Haniyya. Dia tahu betul seperti apa harus nenghadapi dan memecahkan suatu masalah.

"Lalu, bagaimana isi hati Mas Azhar saat ini? Apakah masih ada kepingan hati untuk Haniyya? Apakah cinta Mas Azhar masih berlaku untuk Kak Zoya?"

Sudah lama Haniyya ingin menanyakan hal itu. Mumpung Azhar sedang membahasnya maka Haniyya tak mau melewatkan kesempatan itu. Bagaimanapun juga, ia berhak mengetahui segala yang Azhar rasakan. Sebuah rasa bukanlah permainan sehingga Haniyya mau memastikan hati calon suaminya bersih dari wanita lain.

"Mas sedang berusaha mencintaimu. Menikahi-mu bukanlah permainan buat, Mas."

Bagus, Azhar. Memang jawaban itulah yang diinginkan oleh Haniyya.

"Berjanjilah untuk memberikan hati Mas seluruhnya kepada Hani. Tak apa hanya sekeping. Jika Mas Azhar memberikan sekeping, maka Hani pun akan memberikan kepingan cinta yang sama."

Ada helaan napas sebelum Haniyya melanjutkan, "Sejak pertama bertemu Hani sudah menaruh rasa kepada Mas Azhar. Allah tidak pernah tidur, DIA mengabulkan doa konyol Hani."

Azhar terkesima. Kekuatan cinta calon istrinya sangat besar. Seandainya saja cinta Azhar bisa sekuat cinta Haniyya. Seandainya cintanya pada Zoya dulu terbalaskan? Allah berkehendak lain sebab Zoya bukanlah jodoh untuk Azhar. Zoya hanyalah mengantar hati Azhar untuk berlabuh di pelabuhan yang seharusnya.

"Doamu tidak konyol. Mas memang butuh pendamping hidup. Ketika dua orang saling membutuhkan maka Allah akan menyatukan mereka dengan cara yang baik-baik."

Anggukan kepala sebagai tanda setuju diberikan oleh Haniyya. "Mas kagum pada kekuatan cintamu itu. Tolong ajarkan Mas untuk mencintai seperti itu." Azhar tersenyum.

"Kita berdua akan belajar menumbuhkan cinta itu, Mas. Seperti sebuah bunga yang baru ditanam, cinta di antara kita akan tumbuh selagi kita sering menyiramnya."

Ingatan Haniyya kembali pada bunga yang sempat diberikan oleh calon suaminya. Pada akhirnya ia jadikan bunga sebagai perumpamaan. Gadis itu hanya berharap bahwa segala sesuatu yang ia rencanakan bisa berjalan dengan baik seperti yang sudah ia harapkan sejak perjodohan mereka dilangsungkan.

"Sudah agak sore. Ayo kita pulang. Mas Azhar antar kamu pulang ya."

Haniyya mengangguk ia mengunyah sisa pia yang ada di mulutnya dengan cepat. Sebelum berdiri, ia minum terlebih dahulu yang Azhar berikan padanya sebelumnya.

☘️☘️☘️

"Perkembangan hubungan kamu dan Azhar semakin baik ya, Dek."

Zoya berkomentar waktu Haniyya sudah ada di rumah. Gadis itu sedang mengetik sesuatu di laptopnya. Ada tugas dari dosennya uang akan dikumpulkan dua hari lagi.

Meskipun akan menikah, Haniyya tidak mau jadikan acara nikahan ya sebagai ajang bermalas-malasan. Dia tetap harus mengerjakan tugas kuliah supaya bisa segera lulus. Semakin cepat ia lulus maka semakin baik pula baginya. Dia ingin fokus mengurusi suaminya kelak. Azhar punya sakit ginjal, dan Haniyya punya tanggung jawab memastikan kesehatan lelaki itu terjaga.

"Iya, Kak. Mas Azhar perhatian banget sama Hani. Makin hari makin suka sama dia."

Ada mimik yang sulit diterjemahkan oleh Haniyya di wajah kakaknya. Seperti ekspresi rela tak rela. Apakah Zoya masih memendam rasa terhadap Azhar? Mana mungkin. Zoya sangat setia pada Rayyan. Mereka akan menyambut bayi ketiga. Lagipula Zoya jelas-jelas sangat memuja suaminya.

"Kakak senang kalau kamu dan Azhar semakin dekat. Itu artinya perjodohan ini berjalan dengan lancar."

Memang. Perjodohan antara Haniyya dan Azhar memiliki kemajuan pesat. Hubungan itu berkembang lebih dekat dari yang mereka kira.

"Iya, Kak."

Zoya mengambil duduk di samping adiknya. Wanita itu mengusap lembut rambut Haniyya. Adik yang dulu ia jaga dengan begitu protektif sebentar lagi akan menikah. Rasanya Zoya belum bisa melepas tanggung jawabnya sebagai kakak.

"Kamu ngerjain apa, Dek? Jangan paksakan diri belajar ya."

Jika semua kakak menuntut adiknya dapat nilai terbaik. Zoya justru menasihati adiknya untuk jaga kesehatan, kurangi begadang. Kalau tidak sanggup kerjakan tugas, maka tidak usah dipusingkan. Kerjakan sesuai kemampuan. Prinsip Zoya adalah nilai akademik bukanlah sesuatu yang perlu dinomorsatukan. Nilai hati 'lah yang perlu dikejar. Semakin baik hati seseorang maka semakin tinggi derajatnya di sisi Tuhan.

"Ini enggak maksain diri kok, Kak. Tenang saja."

Haniyya mengalihkan perhatian ke arah kakaknya. Dia ingat Azhar sudah mengungkapkan hatinya. Kini giliran Zoya yang harus jujur. "Kak Zoya, bolehkah Hani bertanya sesuatu?"

"Boleh. Memangnya apa?"

"Apakah lelaki yang Kak Zoya pikirkan dahulu adalah sosok yang dikenal oleh Hani?"

Zoya tak bisa berkedip. Mengapa Haniyya harus menggali luka yang sudah lama terobati itu? Zoya sudah mencoba melupakannya bertahun-tahun. Kemudian, Hani mengingatkannya kembali.

"Mungkin," jawab Zoya.

"Kau tidak perlu banyak tanya. Fokus saja pada acara pernikahanmu nanti. Jangan banyak pikiran, Oke?"

"Baiklah, Kak."

Sudah, jangan banyak bertanya lagi, Hani! Jalani saja apa yang sudah Allah haruskan untukmu. Toh, Zoya sudah dapatkan pria tampan tak kalah dengan pesona Azhar. Ini bukanlah masalah besar.

Instagram: Sastrabisu

Sekeping Hati Untuk Azhar (Per Order) SoonWhere stories live. Discover now