Sam dengan terpaksa melepas pelukannya, sebelum istrinya nanti lebih marah. Dyba berjalan menuju lemari, mengambil koper yang berada di laci paling bawah. Ia kemudian memasukkan bajunya dan baju Rion ke dalamnya.

Sam tersentak, ia bangun dan menahan tangan Dyba yang sedang memasukkan baju-baju itu. Dyba mengangkat alisnya. "Kenapa? Ada masalah?"

"Dy ... mau ke mana kamu sayang?"

"Lah, terserah aku mau ke mana. Aku bilang sakit aja kamu gak peduli, jadi ya udah biarin aja aku pergi," ucap Dyba dengan santai kemudian kembali memasukkan bajunya.

"Dyba! Jangan gini kenapa?!"

"Teriak aja terus," jawab Dyba sambil terkekeh.

Sam menutup matanya, ia menghela nafas kasar berkali-kali. "Aku suami kamu Dyba, kamu ikutin kata aku!"

Dyba berdiri, berlagak menutup mulutnya. "Waw, suami? Serius kamu suami aku?" Dyba kemudian berjalan menuju sofa, mengambil gendongan Rion kemudian berjalan menuju ranjang sambil berkata, "Baru tau aku ada suami yang kelakuannya kayak gini sama istri."

"Maksud kamu apa Dyba!"

Baru saja tangannya akan menggendong Rion, Dyba menghela nafas panjang kemudian mengurungkan niatnya. Dyba berjalan kembali ke arah sofa, mengambil pisau yang dipegang Sam tadi, kemudian mengacungkan pisau itu. "Maksudnya apa? Lucu banget pertanyaannya. Nih, tanya aja tuh sama pisau itu."

Sam berjalan cepat, ia menggenggam tangan Dyba. "Aku gak ngapa-ngapain kamu sayang."

Tatapan Dyba menembus tatapan Sam. "Iya, karena Rion nangis! Kalau Rion gak nangis, apa yang bakalan kamu lakuin?! Ngukir aku? Iya?! Sekalian aja bunuh aku Samudera! Nanggung banget cuma ngukir doang!"

"Dyba!"

"Apa! Kamu tau aku ngelahirin Rion sakitnya kayak mana! Kamu tau aku berjuang demi anak kita kayak mana! Dan sekarang, kamu masih tega biarin aku kesakitan karena kesalahan yang bahkan bukan aku yang mau terjadi? Aku ngelahirin Rion baru tujuh bulan yang lalu! Tujuh bulan Sam, tujuh bulan! Kamu tega nambahin sakit lagi?"

Tatapan Sam melunak, air mata lelaki itu keluar dari sudut matanya. "Dy ... nggak gitu. Maafin aku sayang, maafin aku."

"Kalau masih pacaran kita masih bisa putus Sam! Kamu tau kenapa aku bisa maafin kamu waktu dulu kamu ngelakuin itu sama aku? Karena aku kira kamu bisa berubah Samudera! Aku kira kamu gak bakalan ngelakuin itu lagi! Tapi, ternyata perkiraan aku salah, aku gak nyangka kamu bakalan ngelakuin itu lagi sama aku!"

"Dyba, kita ngomonginnya baik-baik aja ya, kasian Rion."

Dyba berdecih. "Semoga aja Rion gak punya sifat kayak bapaknya! Minggir, aku mau pergi!"

"Gak!"

"Samudera Alfa Zudianto, aku bilang minggir!" Dyba mendorong tubuh Sam dengan kuat hingga tubuh itu terjatuh di atas karpet.

Dyba menggendong Rion yang tengah menangis, tangan satunya ia gunakan untuk menggeret koper. Sebelum ia keluar kamar, ia sempat mengambil kunci yang ada di belakang pintu kamar. Dyba menutup pintu kamarnya dengan kasar, kemudian menguncinya, membiarkan suara pukulan Sam di dalam kamar.

"Mbak Ana! Mbak Ana!"

"Iya, Non?"

Dyba memberikan kopernya. "Tolong bawain ke depan."

Dyba mengelus-elus punggung Rion. "Sayang, jangan nangis, bunda gak kenapa-kenapa kok."

"Pak, bukain pagernya!"

Pak Hadi yang tengah menyeruput kopinya tersentak, ia menatap heran majikannya yang tengah mengambil koper dari tangan mbak Ana. "Non, mau ke mana?"

DySam (After Marriage)  [Selesai]Onde histórias criam vida. Descubra agora