Bab 001: Hadirnya Sang Terpilih

229 32 20
                                    

Dimas Santoso adalah seorang lelaki yang tinggal di Kota Depok. Ia tinggal di sebuah rumah kontrakan seorang diri, setelah ibunya meninggal dunia satu tahun silam. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari lelaki tersebut bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran milik seorang kenalan ayahnya, yang lebih dahulu tiada tiga tahun lalu.

Pada tanggal 24 Juli, tepat satu hari sebelum ulang tahunnya yang ke-28, Dimas menemui pemilik restoran untuk meminta izin tidak masuk kerja. Alasannya karena dia diajak reuni bersama teman semasa Sekolah Menengah Atas, sekaligus merayakan ulang tahunnya. Sang pemilik setuju dengan satu syarat, Dimas harus lembur demi mengganti jam kerjanya.

Waktu berlalu begitu cepat, dan tak terasa jam telah menunjukkan pukul 10 malam. Setelah bersiap-siap dan menutup restoran, Dimas pergi menuju parkiran dan mengambil sepeda motornya. Ia langsung tancap gas tanpa pikir panjang. Tubuhnya seakan remuk di sana-sini setelah satu hari penuh bekerja, membuat lelaki itu ingin beristirahat secepat mungkin.

Dinginnya angin malam ditambah suasana jalan yang lengang, seakan membuai tubuh Dimas yang lelah. Kedua matanya sempat terpejam untuk sesaat, tetapi dia berusaha agar dapat terjaga. Rasa kantuk yang teramat sangat kembali menyerang. Untuk kali ke duanya, mata pria itu terpejam. Kali ini ia tidak bisa membuka kelopak matanya, bak tertempel lem yang sangat lekat. Dimas pun tertidur sambil mengendarai sepeda motornya, yang melaju dengan kecepatan sekitar 30 km per jam.

TIIIN ... TIIINNN ....

Suara klakson yang sangat keras membuat Dimas terperanjat dan terbangun. Dia terkejut melihat sebuah mobil angkutan umum tepat beberapa meter di depannya. Tetapi dia sama sekali tidak bisa bergerak, seolah ada kekuatan misterius yang menahan tubuhnya. Lelaki itu hanya bisa pasrah dan melihat mobil yang mendekat ke arahnya. Sesaat sebelum kecelakaan terjadi, sebuah lubang hitam terbuka dan menghisap Dimas dan sepeda motornya.

***

Dimas yang sudah siuman membuka kedua matanya. Tiba-tiba ia panik sehingga jantungnya berdetak cepat, kala mendapati keadaan sekitarnya yang sangat gelap dan sepi. Lelaki itu berteriak memanggil siapapun di dekatnya, tapi sama sekali tidak ada jawaban. Dia merasa sekujur tubuhnya lemas, setelah terperosok ke dalam lubang hitam misterius tadi. Tapi lelaki tersebut berusaha bangkit dan kembali berteriak meminta pertolongan

Tak peduli seberapa keras ia berusaha, tetap saja tidak ada satu orang yang menjawab. Dimas terduduk di lantai dan mengatur napasnya yang terengah. Tenggorokannya serak karena terus berteriak, membuatnya berdehem beberapa kali. Ingatan saat akan tertabrak mobil melintas dalam benak lelaki itu. Dimas menggenggam kepala dengan kedua tangannya. Ia sangat ketakutan setelah mengingat kejadian beberapa saat sebelumnya.

Setelah cukup lama terdiam, mulutnya mengeluarkan gumaman bernada lirih. "Di manakah ini? Apa aku ... Apa aku sudah mati?"

"Jangan ganggu dia, Elina! Biarkan dia beristirahat!"

Suara teriakan seorang gadis bergema, membuat Dimas sedikit terperanjat. Dia berdiri dan berteriak meminta pertolongan, tapi lagi-lagi tidak ada jawaban sama sekali.

"Yang ada dia akan terbangun karena suaramu terlalu keras, Cheryl."

Suara gadis lain kembali terdengar, tapi dengan nada yang lebih lembut. Dimas yang frustrasi kembali berteriak sekeras mungkin, berharap dua wanita itu akan mendengar lalu menolongnya. Tiba-tiba cahaya keemasan menyinari sekitar lelaki itu. Dia menutup kedua mata dengan lengannya karena silau.

Dimas kembali membuka kedua matanya. Kali ini dia mendapati tertidur di atas tembikar dari jerami, dengan tas pinggang kosong yang dilipat sebagai alas kepalanya. Kemudian ia melihat seorang gadis pirang mengenakan jubah putih bertudung dan berambut pirang yang diikat empat, masing-masing dua pada bagian depan dan belakang, mendekati dirinya. "Oh, jadi kamu sudah sadar rupanya. Syukurlah."

Dimas hanya bengong untuk sesaat, lalu berusaha untuk duduk. Ia sama sekali tidak mengenal sosok gadis yang ada di dekatnya. Tapi tidak sampai di situ. Lelaki itu melihat deretan pepohonan rindang terselimuti oleh langit siang yang cerah dan terik. "Ka-kamu siapa? Lagi pula, aku ada di mana?"

"Aku Elina Howell, seorang Healer dari Bavilés. Saat ini kita berada di hutan Bushwick, tidak jauh dari kota asalku," jawab gadis pirang.

Dimas hanya melongo lalu kembali bertanya, "Healer? Apa itu?"

"Healer adalah seseorang yang dapat menggunakan sihir penyembuhan. Apa kamu tidak tahu?" jawab Elina.

Dimas hanya menggaruk kepalanya dan berkata, "Aku sama sekali tidak tahu."

Gadis bersurai merah pendek yang sedari tadi diam angkat bicara. "Sebentar. Aku penasaran denganmu." Ia mendekati Dimas dan menunjuk ke dadanya. "Kenapa Kristal Suci bisa ada padamu?"

Dimas menunduk dan terkejut melihat dirinya mengenakan pakaian dari kulit binatang. Tak hanya itu, ia juga melihat sebuah kalung bermatakan kristal kuning keemasan melingkari lehernya. "A-aku benar-benar tidak tahu. Sumpah!"

Elina sempat curiga dengan keadaan lelaki itu. Seketika gadis itu terperangah lalu menutup mulut dengan kedua tangannya. "A-apa mungkin kamu ... Utusan Suci yang baru?"

Dimas hanya melongo. Tapi sebelum ia bicara, gadis berambut merah menunjuk lelaki itu dan menyahut, "Jangan konyol, Elina! Mana mungkin lelaki lemah seperti dia bisa menjadi seorang Utusan Suci!"

Elina menatap gadis berambut merah dan berujar, "Tapi, aku bisa merasakan kekuatan suci yang besar di tubuhnya, Cheryl. Jadi tidak salah lagi, kalau dia adalah Utusan Suci yang ke dua."

"Ah, terserah kau saja!" Gadis berambut merah yang bernama Cheryl berjalan ke salah satu pohon, dengan busur dan sekotak anak panah tergeletak di bawahnya. Dia pun langsung pergi tanpa berkata apa-apa.

"Hei. Mau ke mana kamu, Cheryl?" tanya Elina lalu berjalan mendekati gadis berambut merah.

"Aku ingin berburu untuk makan malam nanti. Kau dan dia tunggu di sini saja," jawab Cheryl dan terus melenggang pergi, tanpa menoleh ke arah Elina.

Kaki gadis pirang itu seketika terhenti. Dia hanya menghela napas panjang dan melihat kepergian Cheryl, yang tak lain adalah sahabat sekaligus rekannya bertualang.

Dimas berjalan mendekati Elina dan bertanya, "Uhm. Apa kamu dan Cheryl akrab?"

Perempuan penyembuh itu hanya mengangguk pelan. Ia kembali menghela napas panjang dan menjawab, "Aku minta maaf atas perlakuan Cheryl barusan. Dia kadang suka merajuk seperti itu."

"Sudahlah. Aku sama sekali tidak memikirkannya," ucap Dimas.

Elina menatap wajah lelaki itu dan tersenyum. "Ngomong-ngomong, siapa namamu?"

"Eh? Aku Dimas Santoso. Salam kenal, Elina," jawabnya lalu balas tersenyum.

"Salam kenal juga, Dimas," tutur Elina lembut dan tersenyum.

Tiba-tiba perut Dimas berteriak keroncongan, membuatnya malu setengah mati. Ia menoleh ke arah lain untuk menyembunyikan wajahnya yang merah padam. Elina sempat tertawa geli lalu bertanya, "Apa kamu mau aku antar untuk mencari buah-buahan di sekitar sini?"

"Yah. Bo-boleh saja," jawab Dimas dengan wajah masih merah padam.

***

Pada saat yang sama di kastil kota Bavilés, ibukota Henada Empire, seorang lelaki berusia 50 tahunan duduk di singgasana. Sebuah mahkota bermata Kristal Suci melingkari rambutnya yang telah beruban, menandakan dia adalah pemimpin di kerajaan tersebut. Ia adalah Alfonso Henada, seorang pengguna sihir tingkat tinggi.

Alfonso mengalihkan pandangan ke jendela, menatap langit di luar istana. Kemudian gumaman pelan keluar dari bibirnya. "Kekuatan yang besar ini ... Apakah Utusan Suci yang baru sudah dipanggil ke Eoggavar?"

Utusan Kristal SuciWhere stories live. Discover now