Bab 5: Diari Azhar

Start from the beginning
                                    

"Beneran tante enggak tahu?"

Sofiyah mengangguk. Haniyya merasa semakin yakin menjadi calon istri Azhar. Alhamdulillah, akhirnya Haniyya dapatkan sebuah berkah yang luar biasa. Azhar lebih dari sekadar yang dia bayangkan.

Deru mobil Azhar terdengar dari luar. Memang Haniyya mampir ke rumah mertuanya karena hari ini ada jadwal bepergian dengan Azhar. Entahlah, kemana lagi pria itu akan membawanya kencan. Mungkin terlalu cepat menyebutnya kencan, lebih tepatnya pergi bersama sebagai pasangan ta'aruf? Seringnya, Azhar akan membawa Haniyya ke tempat yang ramai. Apakah itu tergolong sebagai kencan?

"Assalamu Alaikum!"

"Wa Alaikum salam."

Azhar tersenyum lebar waktu melihat calon istrinya sudah ada di rumahnya. Pria itu mencium tangan ibunya lalu duduk tak jauh dari Haniyya. Azhar tidak tahu bagaimana perasaannya sekarang ini? Atas perintah Zoya, ia berusaha mendekati Haniyya, berusaha memberikan perhatian lebih pada wanita itu.

Meskipun kepingan-kepingan cinta pria itu hanya untuk Zoya, ia berusaha menyisihkan sebagian untuk Haniyya. Dia tak akan biarkan ada hati yang terluka karena dirinya. Dia tahu sakitnya dilukai. Oleh karena itu, sebisa mungkin ia tak akan sakiti hati siapapun. Apalagi hati yang tak berdosa macam Haniyya.

"Berangkat sekarang saja ya, Hani. Aku enggak enak buat kamu menunggu dari tadi."

"Iya, Mas."

Azhar dan Haniyya pamit ke Sofiyah pergi. Sore ini, Azhar mengajak Haniyya ke suatu tempat. Lokasinya masih rahasia, Haniyya tidak tahu ke mana Azhar akan membawanya. Pria itu selalu punya kejutan. Haniyya hanya menurut saja sebab ia tahu kalau Azhar bukan pria yang suka minta aneh-aneh.

"Itu buku apa, Mas?"

Saat berada di dalam ferrarri, Haniyya melihat ada buku semacam diari di jok belakang mobil. Itu milik siapa? Haniyya penasaran ingin mengambil dan membacanya. Namun, itu privasi orang lain. Dia tidak berhak membaca isi diari orang tersebut.

"Ah, itu diari-ku."

Haniyya terperangah. Apakah seorang cowok juga menulis sebuah diari? Haniyya hanya merasa aneh mendengarnya. Walaupun semestinya tidak aneh. Semua orang berhak menulis diari karena itu bagian dari terapi jiwa. Beban apa yang membuat Azhar harus menuliskan isi kepalanya ke dalam sebuah diari.

"Aku menulis puisi di dalamnya," ujar Azhar.

Haniyya menggoyangkan kepalanya. Mobil terus melaju sampai mereka berada di sebuah tempat yang agak terpencil. Haniyya sempat berpikir sebelum akhirnya mereka sampai di sebuah mesjid bernama "Mesjid Al-Azhar.", nama mesjid itu mirip dengan nama Azhar.

"Mas Azhar yang Bagun mesjid ini ya?" tebak Haniyya.

Mesjid itu masih setengah dibangun. Melihat strukturnya saat ini, mesjid itu akan menjadi tempat ibadah umat islam, yang cantik. Belum jadi saja sudah kelihatan mewah.

"Bagaimana kau tahu?" Azhar bertanya seiring matanya menyipit.

Bagaimana Haniyya tidak tahu, orang selama ini, kamu selalu tunjukkan kebaikanmu, Azhar. Kamu telah membuat wanita itu terpesona.

"Hanya menebak. Jadi beneran Mas yang bangun?"

"Jangan bilang ke siapapun ya. Takutnya jadi riya'. Awalnya Mas ajak kamu ke sini hanya menunjukkan mesjid ini. Tidak lebih. Mas ingin kamu jadi orang pertama sebagai kerabatku yang tahu tentang mesjid ini. Al-Azhar, salah satu nama Allah. Dia-lah pemilik petang."

"Makasih, Mas. Sudah jadikan aku spesial."

Azhar mengajak Haniyya berkeliling di sekitaran masjid. Lalu, Haniyya menyadari ponselnya tertinggal dalam mobil. Dia pun pamit mengambilnya di dalam mobil. Kemudian Azhar menyarankan supaya menunggu di gazebo dekat mesjid.

Setelah ponsel Haniyya ketemu. Dia melirik buku diari Azhar. Dalam hati, ia bertanya mengenai apa yang ditulis lelaki itu. Dia melempar pandangan ke Azhar yang sibuk mengobrol dengan orang lain. Bermodalkan sikap nekat, Haniyya membuka diari Azhar.

17 Desember 2014, 14:00

Aku sudah bilang pada ibuku mengenai niatku menikah. Aku pakai jas hitam peninggalan ayahku. Hatkku sangat berbunga-bunga tak sabar bertemu dengan Zoya.

Haniyya merasa hatinya bergetar saat membaca nama kakaknya. Dia berhenti membacanya sejenak berusaha memahami penggalan kalimat yang ia baca.

Aku sisir rambutku dengan rapi. Aku pakai parfum paling nyaman yang disukai semua orang. Aku mengendarai mobil rental yang sengaja kupesan demi Zoya.

Perasaanku terlampau bahagia. Cincin tunangan yang kubeli, kupandangi dengan senyum bahagia. Kutaruh cincin itu sembari menekan bel yang ada di depan rumah Zoya.

Tak lama, pintu terbuka. Kulihat Rayyan dengan jas putih menawan. Lalu senyum merekah milik Zoya. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Namu, aku menebak ada sesuatu yang terjadi di antara mereka.

"Aku melamar Zoya dan dia bilang iya."

Perkataan Rayyan seolah menikam hatiku di tempat yang benar. Inilah parah hati terbesar dalam hidupku. Hatiku perih lalu kupaksakan diriku mengucapkan selamat kepada mereka.

Haniyya berhenti membaca diari Azhar. Dia menaruh diari itu di tempatnya semula. Jadi, selama ini Azhar menyukai Zoya? Haniyya masih syok. Namun ia berusaha tidak menampakkan keterkejutan itu kepada calon suaminya.

Instagram: Sastrabisu

Sekeping Hati Untuk Azhar (Per Order) SoonWhere stories live. Discover now