"Kenapa sayang?" tanya Dyba sambil mengelus punggung telanjang Sam.

Sam mengendus leher Dyba. "Gak tau, aku kayak belum siap aja kalau Rion gede. Denger cerita bang Agam buat aku takut kalau entar Rion salah pergaulan. Ya kalau dia dapat cewek yang baik kayak bundanya ini, kalau enggak gimana? Kita memang bukan keluarga yang islamiah banget Dy, tapi aku gak mau anak aku celap-celup ke cewek gitu aja."

Dyba mengangguk, ia paham pemikiran Sam. "Tau kenapa aku ngambil jurusan psikologi?"

Sam menggeleng. "Kenapa?"

"Biar aku bisa mengenali diri aku dan keluarga aku, terutama anak-anak aku nantinya. Perubahan perilaku mereka bisa aku awasin, hanya mengawasi bukan mengekang. Kalau kamu gagal sebagai ayah, berarti aku juga gagal sebagai ibu. Dan gak ada orang tua yang mau gagal, jadi tugas kita hanya mengawasi mereka supaya gak terjerumus ke hal-hal yang kayak gitu."

Sam mengangkat kepalanya dari leher Dyba. Ah seberuntung itu Sam memiliki pasangan hidup seperti Dyba. Mungkin, kalau dia tidak bersama wanita ini, hidupnya masih berantakan. Tangan Sam mengelus pipi Dyba. "Kenapa Allah baik banget ngasih aku pasangan hidup sesempurna kamu sih Dy?"

Dyba mengecup bibir Sam sekilas. "Aku bukan wanita sempurna, aku hanya berusaha agar jadi ibu dan istri yang baik aja. Jaga anak kita bareng-bareng ya, jangan jadi strict parent, tapi jangan juga jadi orang tua yang bebasin anaknya secara cuma-cuma. Kita bakalan belajar seiring perkembangan Rion nantinya."

Dyba tersentak saat air mata mengalir dari sudut mata Sam. "Sam, kenapa? Jangan nangis atuh," ucap Dyba sambil mengelus air mata Sam.

Sam menurunkan kepalanya, kepalanya ia letakkan di tengah-tengah dada Dyba. "Gak tau, aku pengen nangis Dy."

Dyba terkekeh. "Kayaknya tanda-tanda mau IMS nih."

Sam menggelengkan kepalanya. "Gak tau aku, mau nangis, mau teriak!"

"Semenjak nikah sama kamu akhirnya aku tau loh kalau cowok juga punya masa-masa kayak pms, padahal kayaknya kamu selama kita pacaran mah biasa aja."

"Aku aja gak tau ada IMS."

"IMS atau Irritable Male Syndrome. Berdasarkan According to NCBI (National Center for Biotechnology Information), IMS didefinisikan sebagai keadaan hipersensitivitas, frustrasi, kecemasan, dan kemarahan yang terjadi pada pria dan dikaitkan dengan perubahan biokimiawi, fluktuasi hormon, stres, dan hilangnya identitas pria."

Sam mengangkat kembali kepalanya saat Dyba membacakan dengan lancarnya informasi itu. Saat melihat Dyba yang tengah memegang ponselnya Sam berdecak, kemudian kembali menelungkupkan kepalanya. "Aku kira kamu hafal di luar kepala Dy."

Dyba tertawa pelan. "Otak aku sekarang mah isinya cuma popok nya Rion, pelajaran-pelajaran mah udah lupa."

"Dyba ...."

"Kenapa ganteng?"

"Mau bobok, ngantuk."

"Ya udah, tidur aja sayang."

Sam menggelengkan kepalanya. "Mau susu Dy."

"Ya udah awas biar aku bikinin susu dulu," ucap Dyba sambil mendorong tubuh Sam.

Lingkaran tangan Sam di pinggang Dyba semakin menguat. "Suruh mbak Ana aja yang bikinin, aku mau meluk kamu."

Dyba memutar bola matanya, ia kemudian menelfon mbak Ana. "Dasar manja," cibir Dyba saat ia sudah selesai menelfon dengan mbak Ana.

"Dy ...."

"Apa lagi Sam yang ganteng?"

"Mau buat dedek untuk Rion kapan lagi? Gak mungkin kan kita cuma punya satu anak?"

Dyba mencubit pinggang Sam. "Rion bahkan baru mau masuk dua bulan Samudera! Jangan ngadi-ngadi deh jadi bapak."

Sam mengangkat kepalanya dari dada Dyba, ia menatap istrinya dengan bibir yang dimajukan. "Kan aku nanyanya kapan, bukan berarti aku mau sekarang."

"Nunggu Rion dah gede, minimal tiga tahun lah baru dia bisa punya adek lagi. Aku gak mau sampai Rion kesundulan sama adeknya nanti, dia masih butuh ASI sama perhatian kita."

"Dy, anak kita dua aja ya?"

Dyba menunduk, ia menatap Sam dengan heran. "Kenapa? Biasanya suami orang pada minta anak yang banyak, sebelas katanya biar jadi pemain sepak bola, atau malah dua belas."

Sam menggeleng, sebelum ia menurunkan kepalanya lagi ia menunjukan daster bagian atas Dyba hingga dada bagian atas Dyba terbuka, setelah itu ia langsung merebahkan kepalanya lagi. "Aku gak tega Dy liat kamu lahiran gitu. Pasti sakit rasanya, apalagi pas itunya kamu dijahit, ih aku bayanginnya sakit sendiri. Kalau bisa satu anak aja aku bakalan cuma mau satu karena gak tega sama kamu, tapi aku butuh dua kalau bisa sepasang gitu biar rumah gak sepi."

"Ya tapi kan udah kewajiban aku itu Sam."

Sam menggeleng dengan tegas. "Pokoknya gak boleh, cukup dua aja. Aku gak tega dan gak mau liat kamu kesakitan. Kalau bisa aku yang lahirin atau aku yang dapat sakitnya aku ikhlas kok, tapi waktu liat kamu yang kayak gitu aku gak bisa Dy."

Dyba mencium rambut Sam. "Tu es le meilleur mari, chanceux je t'ai eu, je t'aime."

***

Sampai jumpa di part selanjutnya
(❁´◡'❁)

Jangan lupa vote dan comment
Terima kasih yang udah mau baca, vote, dan comment ceritaku ♡♡

08 Januari 2021

DySam (After Marriage)  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang