Dari yang Pahit (1)

30 2 0
                                    

Kita yang pernah menjadi garis yang saling bersinggungan yang kini tidak menemukan titik temu semakin hari dihempas angin dan berlalu. Aku bukanlah penikmat kopi pahit sekalipun manis aku tidak ingin mencicipi, bukan hanya lambung yang sulit menerima namun sebab aku telah merasakan pahit lebih dari kopi yaitu penantian, penantian yang sia-sia. Kamu yang sebagai penikmat kopi mungkin tidak merasakan atau memikirkan yang kamu lakukan sebab kamu menikmati segala yang pahit. Masih terbayang ucapanmu di waktu lalu saat kamu menemuiku dan memohon ingin kembali, tahukah sebagian asa ini memaksa untuk mengatakan ingin dan sebagian rasa sontak meneriakkan jangan. Sungguh aku menyerah dan bagaimana bisa kamu kembali pada hati yang telah kamu patahkan, lalu kamu memohon untuk membangun kembali bukankah itu ketidakmungkinan, hati yang utuh pada awalnya dan kamu patahkan lalu ingin kamu sembuhkan, bagaimana bisa aku memercayai orang yang sama yang telah menjadikan semuanya sia-sia.

Penantian ini terasa pahit bukan karena perihal waktu yang lama menjeda pertemuan kita tetapi karena kamu pergi begitu saja dan aku sebagai orang yang mencinta tentu saja belum percaya pada awalnya, tentu saja aku tidak sempat memikirkan jika aku berujung terluka sebab aku percaya akan asa dan kepergian yang sementara, meski benar pada kenyataannya kamu kembali lagi namun kamu datang dengan cara yang salah, salah karena kutelah terluka, karena kutelah menyadari aku yang sia-sia, ragu yang telah menempa, cinta yang terbuai candu kini terurai dan berlalu.

Kamu datang dan kini perihal waktu, waktu yang salah, aku yang pernah ingin bertemu denganmu kini benar membuatku belajar untuk beranjak darimu. Aku pernah berharap untuk kamu temukan dalam sebuah rindu tetapi kamu baru menemukanku setelah semuanya berlalu, setelah pahit menyelimutiku, setelah ragu terbuai dalam asaku. Terlambat. Iya semuanya sudah terlambat dan satu hal yang pasti waktu tidak bisa terulang kembali juga sebuah rasa yang tidak sama lagi, kamu hanya perlu memahami jika kopi panas yang dihidangkan untukmu telah menjadi dingin, sekalipun kamu hangatkan kamu tidak bisa menikmati karena suasana telah berbeda dan waktu telah berlalu, bukankah ini hal yang sama ketika kamu mencoba menghangatkan suasana pada sebuah rasa dan sikap yang telah beku sekalipun luluh rasa itu tidak akan sama sebab sebelumnya telah bercampur bersama luka dan kecewa, sekalipun kamu berulang kali untuk mencoba tetap saja itu tidak berguna, bukan tentang kesempatan kedua atau memahami rasa tetapi tentang kepercayaan yang sudah tidak ingin kembali pada tempat yang salah.




"Hati yang utuh pada awalnya lalu kamu patahkan, dan ingin kamu sembuhkan, bagaimana bisa aku memercayai orang yang sama yang telah menjadikan semuanya sia-sia."-May

Raindu (Hujan dan Rindu)Where stories live. Discover now