12. Tidak berujung

Começar do início
                                    

"Jorok banget, Lo," ucap Pelangi yang duduk di bawah sembari menatap cowok itu.

Rayden yang duduk di hadapan Pelangi— lebih tepatnya di atas sofa, menyahut santai, "Demen nih gue kalo banyak makanan gini."

Pelangi mencibir. Lalu berucap. "Udah mau pulang, Mbak?"

Rayden memandang gadis itu, lantas mengikuti arah pandang Pelangi. Pada perempuan yang masih muda. Mungkin usianya di atas kakak gadis itu.

"Iya," jawabnya. "Itu nanti makanannya tinggal dipanasin aja, ya." Dia melirik ke arah Rayden sekilas.

"Oke." Pelangi mengacungkan jempolnya. Selanjutnya, wanita itu kembali melangkah setelah pamitan.

"Siapa, Tung?" Rayden penasaran.

"Yang biasa beres-beres rumah, sama masak."

Meskipun Pelangi hanya tinggal dengan Ayah, namun seperti rumah Zoe. Sesekali akan ada seseorang yang bertugas membersihkan rumah dan memasak. Walaupun kadang Pelangi yang akan mengerjakannya, yang berujung mendapat wejangan dari wanita yang dipanggil Mbak tadi.

Katanya, dia yang dibayar. Jadi dia juga yang harusnya bekerja, bukan Pelangi.

"Sepi banget, emang pada kemana?" Cowok itu baru menyadarinya.

"Emang biasanya gini kali."

"Kemaren kan rame, Tung."

"Itu kemaren. Kebetulan Kakak gue lagi pulang aja."

"Nggak punya temen dong, Lo?" tanya Rayden sembari mengunyah.

"Ya gitu." Gadis itu menghela nafas. "Dari gue umur sepuluh tahun, kakak gue ikut Tante yang pengen punya anak cewek. Balik ke rumah bentar, tau-tau nikah. Terus pindah lagi deh sama suaminya."

"Nggak nanya."

Pelangi melotot. Refleks, melempar pulpennya ke arah Rayden. "Ngeselin Lo anak dakjal!" desisnya kemudian. Yang dibalas Rayden dengan kekehan.

"Ini gimana, woy!" Pelangi yang geregetan menunjuk-nunjuk bukunya. "Jangan makan aja Lo, ya!"

"Yaelah." Meski terlihat ogah-ogahan, Rayden berjalan mendekat sembari membawa pulpen yang tadi Pelangi lempar. Duduk di bawah tepat di sebelah Pelangi.

Cowok itu menarik buku Pelangi, lalu berucap, "Ini ngulang doang. Kelas sepuluh udah pernah."

"Gue lupa."

"Lupa apa nggak ngerti?"

"Dua-duanya." Pelangi malah sibuk memandang Rayden dari samping.

Rayden baru akan menjelaskan, namun ucapan Pelangi berhasil membuatnya bingung bukan main. "Muka Lo banyak tainya."

Cowok itu menoleh. "Tai apaan gila!" pekiknya. "Muka ganteng-ganteng gini masa belepotan sama tai!"

Pelangi menyentuh bawah bibir sebelah kiri, bisa dibilang terlalu berani. Padahal, tidak ada sejarahnya dia menyentuh cowok lebih dulu.

"Tahi lalat." Bertepatan dengan itu, Pelangi kembali menurunkan tangannya. Yang lalu segera diraih Rayden dengan cepat. Membuat Pelangi menatap cowok itu penuh tanya.

"Jangan sering-sering grepe-grepe muka gue deh, Lo."

"Kenapa?" Gadis itu masih saja bertanya.

"Entar Lo khilaf," sahut Rayden setelah melepaskan tangannya yang memegang tangan Pelangi.

"Idih, najis." Setelahnya, Pelangi memekik. Gadis itu segera merebut pulpennya dari tangan Rayden. "Jangan digigitin!"

"Jilat dikit doang," sahut Rayden. Terkesan sangat santai.

CERAUNOPHILE [Completed]Onde histórias criam vida. Descubra agora