• EPISODE#7 •

50.7K 7.2K 1.4K
                                    

Happy reading!

•••

Mobil Eldrich melaju pelan memasuki kawasan sekolah Franklin kemudian berbelok menuju lokasi parkiran yang berada di bagian barat dan memarkirkan kendaraannya di tempat yang memang khusus untuk para petinggi sekolah.

"Sepertinya kita terlambat." Bella menatap sekitarnya yang sudah tampak sepi. Seandainya percekcokan antara Kenzie dan Eldrich tidak terjadi, mungkin ia bisa datang tepat waktu.

Eldrich membuka sabuk pengamannya dan menoleh ke arahnya. "Tenang saja. Biar aku yang mengantarmu ke kelas."

Bella menggeleng pelan. "Enggak perlu. Aku bisa mengurusnya sendiri." Dia ikut membuka sabuk pengamannya dan mengambil tas yang tergeletak di dashboard mobil. Setelah itu, ia menoleh ke arah Eldrich dan melempar senyum tipis. "Terima kasih sudah mengantarku. Aku duluan ya,"

Karena tidak kunjung mendapatkan balasan dari Eldrich—Bella memilih cuek dan membuka pintu mobil dengan cukup lebar. Ketika kakinya baru akan menyentuh tanah, tiba-tiba suara berat dari Eldrich menghentikan pergerakannya.

"I didn't tell you to come down." sentuhan erat terasa di pergelangan tangannya. Bella langsung menoleh dan menemukan wajah Eldrich yang berubah dingin.

"Ya?" kedua mata Bella mengerjap bingung.

Eldrich mengeram pelan. Dengan sekali hentakan, dia menarik tubuh Bella dan kembali masuk ke dalam mobil.

"Aku tidak suka caramu yang pergi begitu saja." terlihat jelas dari raut wajah tampannya jika ia sangat benci di abaikan. Tidak tanggung-tanggung ia juga melontarkan ketidaksukaannya itu.

"Ha—maksudmu?" tercipta lipatan di kening Bella menandakan dia semakin dibuat bingung dengan kalimat yang di lontarkan olehnya.

"Dari awal aku sudah katakan, aku tidak suka di bantah." tatapannya semakin lekat membuat Bella kembali bungkam—tidak berkutik. "Jika aku menginginkan sesuatu padamu maka kamu harus menurut."

Mata Bella membulat sempurna. Dia merosot mundur sambil menggeleng tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari pria itu.

Wajah Bella langsung memberenggut marah. Dia ikut menatap Eldrich dengan tidak kalah kesal. "Kamu apa-apaan sih?"

Bella menepis tangan Eldrich yang berusaha meraih tubuhnya. Dia bahkan memberi pelototan tajam yang malah terlihat menggemaskan di mata Eldrich.

"Bella!" Eldrich memberinya teguran. Namun gadis itu hanya mengabaikannya dan berdecak kesal.

"Eldrich, kita ini baru saling kenal. Tolong jangan bertindak berlebihan. Aku enggak suka." Bella memberi protes.

Eldrich hanya terdiam. Memperhatikan gadis di hadapannya—tanpa berkedip sedikitpun. Raut wajahnya pun sulit untuk di tebak. Terkesan sangat datar.

Eldrich marah? Tentu saja tidak. Melihat Bella yang asik mengomel atau mencak-mencak malah membuat Eldrich merasa sangat terhibur. Sudah lama ia tidak mendengar suara Bella, memperhatikan setiap perubahan raut wajahnya serta gerak-gerakan tubuh lainnya.

Lucu.

Bella memang gadis yang lucu dan juga pemberani. Berani mengemukakan pendapatnya. Walau itu bisa saja melukai perasaan lawan bicaranya. Namun memang inilah yang Eldrich suka dari Bella. Dia terlihat berbeda dari gadis-gadis biasanya.

Eldrich baru bisa mengedipkan mata ketika melihat Bella yang sudah mengoceh. Dia lantas menghela nafas berat kemudian mendekatkan sedikit tubuhnya.

"Sudah?"

"Ha?"

Eldrich tersenyum miring. Tanpa aba-aba, dia memajukan wajahnya semakin dekat dengan Bella. Terlihat ada raut terkejut di wajah cantiknya itu.

"Mau apa kamu?" Bella memekik kecil. Kedua tangannya spontan terangkat menahan dada Eldrich yang ingin merapat padanya.

"Jangan macam-macam! Atau aku akan berteriak!" ancamnya tidak main-main. Namun ada seberkas sinar kepanikan di antara kedua matanya.

Eldrich mengabaikan ancaman Bella. Dia bahkan bergerak—menelengkan kepalanya ke arah kiri hingga hidung mancungnya nyaris menyentuh pipi Bella.

"Eldrich.."

"Kamu selalu bilang kalau aku hanyalah orang asing, bukan?" Eldrich berbisik dengan nada berat. Bella seketika bergeming. Tanpa sadar dia menahan nafasnya sendiri. "Kalau begitu izinkan aku untuk mengenalmu lebih dalam," 

Sejenak Bella terpaku di tempatnya. Pegangan pada dada Eldrich pun perlahan mengendur. Gadis itu tampak kelimpungan setelah mendengar ucapannya.

Eldrich tahu jika setiap kalimat yang keluar dari mulutnya sering membuat Bella kebingungan—kesulitan mencerna dan memahami apa maksud dari ucapannya. Eldrich pun tahu jika Bella juga telah melupakan masa lalu mereka.

Eldrich tersenyum kecut. Bella tidak berhak melupakan semua kenangan itu. Ingatan di masa lalu wajib gadis itu ingat. Dan tugas Eldrich mulai saat ini adalah membantu dia untuk mengingat semuanya tanpa tersisa sedikitpun.

"Apa aku mendapatkan izin?"

Eldrich masih mempertahankan posisinya. Dia pun memejamkan mata sambil mengembuskan deru nafasnya di tengkuk Bella membuat gadis itu langsung merinding.

"Eldrich—"

Pria itu mengeram. "Jawab dulu baru aku lepas."

Bella meneguk ludah. Lehernya tampak tegang berusaha mempertahankan diri agar tetap menjaga jarak dengan Eldrich.

"Tapi aku—" Bella menggantungkan kalimatnya. Ia tampak ragu untuk memilih jawaban yang tepat. Hatinya pun terasa was-was dengan perasaan yang campur aduk di dalam dirinya. 

"I am waiting.."

Hidung Eldrich bergerak menyapu lehernya membuat Bella semakin gusar. "Argh, baiklah, baiklah! Terserah kamu saja."

Bella menyerah. Ia tidak tahan lagi dengan perlakuan Eldrich yang sangat membahayakan itu, terutama untuk kesehatan jantungnya.

"Sudah, kan? Kalau begitu singkirkan tubuhmu. Aku kesulitan bernafas kalau kamu menindihku seperti ini." Bella mengerang sesak. Sepertinya kesadaran gadis itu telah kembali. Bahkan dia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong tubuhnya yang kekar.

"Eldrich!" Bella merengek ketika usahanya untuk mendorong Eldrich berakhir sia-sia alias tidak ada pergerakan sedikitpun.

Eldrich terkekeh tanpa suara. Karena merasa kasihan, dia lantas menjauhkan tubuhnya dan kembali duduk di tempatnya semula. Bella akhirnya bisa menarik nafas dengan perasaan lega.

"Tenang saja, aku akan memberimu nafas buatan."

Mata Bella melotot lebar. Dia memperbaiki penampilan rambutnya yang sedikit berantakan sambil mencibir kecil. "Aku sangat marah padamu. Seharusnya kamu sadar diri dan minta maaf. Bukan malah melecehkanku seperti tadi."

Eldrich menaikkan sebelah alisnya. Ia lantas tersenyum tipis. "Baiklah, aku minta maaf. Apa aku bisa di maafkan?"

Bella berdehem kemudian mengangguk kepala. "Karena kamu sudah menjadi temanku, jadi aku maafkan."

"Hanya teman?"

Bella mendongak menatap Eldrich dengan bingung. "Memangnya apa lagi?"

"Kekasih. Aku mau jadi kekasihmu, bagaimana?"

•••

With Love,

Alyccaca

Posesif Eldrich (S#5) Where stories live. Discover now