31. Pukulan Telak

Start from the beginning
                                    

Siska, perempuan yang sudah rapi dengan tampilan formalnya itu, merasa aneh saat pria yang mengantar Nadir tidak meninggalkan area sekolah. Ia masih duduk di motornya. Seperti menunggu seseorang.

"Hah?" Siska kaget saat Radi berhenti di depan pria yang mengantar Nadir.

Siska jelas tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, namun ia bisa melihat ada hal yang tidak biasa.

Jelas, ada yang gak beres. Gue harus cari tau. Batin Siska.

===

Setelah menyapa Pak Ijo dengan klakson, Radi lanjut memasuki area parkir. Namun ia terpaksa berhenti saat melihat seseorang.

"Mr. Radi," sapa Tubagus dari motornya.

Radi melirik ke kiri, dimana motor Tubagus terparkir disana. Menaikan satu alisnya seakan bertanya, ngapain lo disini?

"Gue tau, gue brengsek karena udah ngerusak kakak lo."

Radi mendengus. "Basi! Selama sekarang Lyra baik-baik aja, gue akan lagi bahas masalah itu."

Keduanya masih duduk diatas motor.

"Gue denger, lo benci banget sama gue. Tapi lo gak pernah punya kesempatan ketemu sama gue. Lyra takut gue ketemu sama lo, karena katanya, kalo kita ketemu, you'll kill me. But, sampe sekarang lo udah tau gue pun, bahkan lo gak pernah mukul gue. Kenapa? Berubah pikiran lo?"

Radi melepas helm-nya. Menatap kekasih kakaknya, sekaligus saudara dari gadis bernama Nadir itu. "Males. Lo kotor." 

Tubagus tertawa mengejek. "Kita sama kotornya, kalo lo juga niat balas dendam ke gue. Lo berubah pikiran, buat gak ngabisin gue, karena lo punya taktik lain kan?"

Radi mengernyit. "Sorry?"

"Oke. Berenti basa-basi. Kalo lo mikir, lo bisa balas dendam lewat Nadir. Lo salah, sampai kapanpun gue gak pernah ngebiarin lo ngerusak adek gue. Taktik lo, bisa gue baca."

Gantian Radi yang tertawa mengejek. "Oh, gue ngerti. Lo mikir gue bisa ngabisin lo lewat cara lain, selain dari nendang muka lo yang bajingan itu? Lewat Nadir misalnya, gitu?"

"Jangan deketin Nadir, kalo niat lo buat bales dendam. Gue lebih siap duel sama lo, daripada lo nyentuh Nadir." Tubagus menatap tajam Radi.

Radi menggeleng. "Gue gak pernah mikir sepicik itu. Sebenci apapun gue sama lo, tapi gue gak ada niat buat bales dendam. Kalopun gue mau, gue lebih milih ngabisi lo, dari pada bales dendam lewat Nadir, atau siapapun."

"Gue gak akan percaya, sebelum lo bener-bener jauhin Nadir. Gue udah denger semuanya dari tante Santi. Berani-beraninya lo pulangin Nadir malem-malem, sampe ada gosip tentang dia."

Radi turun, memilih untuk bersandar di motornya itu. "Gue tau lo udah anggap dia adek sendiri. Dan, sekarang lo tau kan gimana rasanya ngekhawatirin sodara perempuan lo? Man, dulu gue juga ada di posisi lo. Bahkan khawatir gue lebih akut daripada yang lo rasain sekarang."

Radi tersenyum sinis. "Gue penasaran, gimana perasaan lo, kalo misalnya gue memperlakukan Nadir sebagaimana lo dulu memperlakukan Lyra. Bukan karena balas dendam, Man. Tapi karena gue emang suka dan butuh. Itukan alasan lo dulu ngerusak Lyra? You like and you need her."

Tubagus berdesis, turun dari motornya. "Anjing, lo!"

Bugh...

Seketika helm full face milik Tubagus mendarat di kepala Radi, disuaul satu pukulan bersarang di rahang Radi. Tubagus hendak melayangkan kembali tinjunya, namun kalah cepat dengan tendangan Radi pada perutnya yang menyebabkan cowok itu terhempas menabrak motornya hingga motor itu ikut oleng dan jatuh.

Keributan itu membuat siswi yang baru datang histeris seketika menyaksikan gurunya adu jotos dengan seorang pria tak dikenal.

Pak Ijo langsung menghampiri keduanya, berusaha melerai.

"Astagfirullah!" ucap Pak Ijo sambil membantu Tubagus berdiri. Beberapa siswa yang lain membantu mengangkat kembali motor Tubagus yang tergeletak.

Radi menatap Tubagus tajam. Mengusir pria itu lewat tatapan mata.

Sementara Tubagus mendengus sambil menepuk baju bagian perutnya. Tergambar jelas pria itu belum puas menghajar Radi. Terlihat uratnya yang merentang di bagian pelipis. Namun tepukan Pak Ijo di bahunya membuat Tubagus sadar, ini bukan tempat yang pas untuk menghajar Radi, ia juga tidak ingin Nadir tau kejadian ini.

Setelah memakai helm, Tubagus menyalakan motornya yang sedikit lecet itu. Lalu pergi meninggalkan area sekolah.

Radi mengangkat tangannya saat Pak Ijo hendak bertanya. "Saya baik-baik aja, Pak."

Walau tak yakin, tapi Pak Ijo mengangguk saja.

"Yo! Bubar anak-anak! Itu cewek-cewek ngapain malah nongkrong disitu! Sana masuk kelas!" teriak Pak Ijo yang seketika membubarkan masa.

Radi memarkirkan motor di tempatnya, ketika kemudian satu motor ikut terparkir di sampingnya.

Dasita bersiul. "Good mor... Anjir!"

Dia kaget saat melihat pelipis rekannya itu yang mengeluarkan darah, belum lagi rahangnya yang lebam.

"Kenapa lo?" tanya Dasita heboh.

Belum Radi menjawab pertanyaan Dasita. Seseorang lebih heboh menghampiri Radi.

"Ya ampun, Pak Radi!" Siska memegang lengan Radi memperhatikan wajah pria itu.

"Ayok ke UKS. Saya obatin!" Siska menarik lengan Radi.

Namun Radi menolaknya pelan. Menatap malas perempuan itu. Mood-nya semakin ancur. "Thank you. I can handle my self," balasnya lalu pergi.

Siska syok ditolak seperti itu. Sementara Dasita malah ingin tertawa namun ditahan.

===

Tubagus bukan tokoh baru, ya.
Dia muncul di part-part awal kok.
Semoga kalian masih inget sama Abang satu ini dan masalahnya✨

Btw, udah mau setaun, tapi ini kisah belum kelar-kelar😭
Goals nya tuh akhir taun cerita ini tamat, biar tahun depan bikin cerita baru.
Tapi kenapa susah banget😭

27 Desember 2020

Sir-ius? [Completed]Where stories live. Discover now