37. Rifki Kedua?

Beginne am Anfang
                                    

Bunda geleng-geleng kepala mendengar jawaban Nisa. "Kalian ini ya, kalo deket berantem. Nah ini lagi jauh aja, saling rindu," ucap Bunda lembut.

"Ya udah Bunda pulang dulu ya, kamu baik-baik di rumah, selagi gak ada Rifki jangan macem-mecem," ujar Bunda lembut mengelus kepala Nisa. Nisa memeluk Bundanya sebentar, setelahnya dia mencium tangan Bundanya.

"Assalamualaikum," salam Bunda.

"Waalaikumussalam, dah Bunda." Nisa melambaikan tangannya, mobil Bunda pun melaju meninggalkan perkarangan rumah Nisa.

Nisa menutup pintu utama, lalu mengayunkan kakinya menuju kamar untuk mandi. Baru sampai anak tangga ke lima, ponsel di dalam saku celana Nisa bergetar. Ia merogoh kantong celananya, lalu terpampanglah wajah ia dan Rifki disana sebagai foto profil Rifki. Tak menunggu waktu lama, Nisa menggeser tombol hijau lalu menempelkan ponselnya ke daun telinga.

"Assalamualaikum sayang,"

"Waalaikumussalam, maaf dengan siapa ya?" canda Nisa.

"Oh iya, apa bener ini dengan Ibu Nisa?" canda Rifki balik.

"Iya, benar. Ada apa ya? Ada yang bisa saya bantu?" kekeh Nisa.

"Gini bu, saya hanya ingin menyampaikan salam rindu dari pak Rifki. Katanya tolong bantu dia bagaimana cara menghilangkan rasa rindunya itu yang teramat besar kepada istri tercinta," goda Rifki.

Blush

Nisa dibuat salah tingkah sendiri. "Iih... apaan sih kamu Mas. Gombal!" kekeh Nisa dengan pipi yang merona.

"Hahaha... salah siapa yang ngajak becanda duluan," goda Rifki.

"Ya gak gitu juga ah," kesal Nisa. Ia membuka pintu kamarnya dan tak lupa menutupnya, lalu berjalan menuju ranjang tidur untuk merebahkan sebentar tubuhnya.

"Iyaiya sayangku. Oh iya kamu lagi apa sayang?"

"Lagi rebahan, tadi itu mau mandi. Tapi kamu telpon, ya udah nanti aja mandinya. Suamiku prioritasku." Nisa geli sendiri mengucap diakhir kalimatnya.

"Uhh baper, tanggung jawab kamu karena buat aku baper."

"Dih, gak mau," kekeh Nisa.

"Pokoknya aku pulang nanti, kamu harus tanggung jawab," kekeh Rifki.

"Iya deh iya," finish Nisa. "oh iya, Bunda tadi main ke sini. Kami buat kue bareng, belum lama Bunda pulang kamu telpon," curhat Nisa.

"Oh iya, gakpapa. Biar kamu ada temennya di rumah," respon Rifki. "Ngomongi apa aja sama Bunda?"

"Banyak," Nisa mendadak teringat dengan satu hal. "Salah satunya, heum... anu," gugup Nisa.

"Anu?"

"Soal a-anak." Nisa langsung menenggelamkan kepalanya di bawah bantal.

"Kenapa soal anak? Bunda mau cucu ya?"

Tak mendapat respon. "Halo sayang, kamu masih hidup kan."

Mendengar itu, Nisa menyembulkan kepalanya di bantal. "Ihh apaan sih kamu, do'ain aku mati ya!" kesal Nisa.

"Haha, gak sayang. Aku belum mau jadi duda muda. Oh iya, Bunda mau cucu ya?"

Nisa menggigit bibir bawahnya. "I-iya, iya gitu deh," ucap Nisa acuh tak acuh.

"Emang kamu siap? Aku gak maksa kok, kalo kamu memang belum siap. Nanti aja gakpapa."

Terdengar helaan nafas berat di sana, Nisa menggigit jari-jarinya. "Mas mau cepet punya anak ya?" tanya Nisa hati-hati.

"Jujur sih iya sayang, setelah menikah, pasangan mana sih yang gak mau punya anak. Pastinya Mas mau, tapi Mas gak bisa memaksa kalo kamu belum siap." ucap Rifki lembut.

"Hmmm, maaf ya Mas." Nisa merasa bersalah.

"Hahaha... Kenapa minta maaf, orang kamu gak salah. Udah deh gak usah dipikirin, nanti aja ya ngomongi itu."

"Iya Mas, oh iya Mas lagi apa?" tanya Nisa.

"Lagi istirahat bentar sambil telponan sama kamu, abis magrib nanti Mas mau meeting lagi sama klien."

"Oh ya udah, Mas istirahat dulu aja ya. Aku mau mandi, gerah banget Mas," ujar Nisa.

"Gak usah mandi aja, mumbazir air," canda Rifki terkekeh.

"Ihh... gak mau. Lengket tauk," ucap Nisa mengerucutkan mulutnya.

"Hahaha... Iyaiya, ya udah mandi gih sana sayang. Miss you."

"Miss you too my husband, semangat ya kerjanya. Dah assalamualaikum."

"Iya sayang, dah waalaikumussalam."

Tut

Nisa menghela nafas berat, memikirkan ucapan Bunda dan juga suaminya. Apakah setelah Rifki pulang nanti, ia akan siap menjadi istri sepenuhnya? Nisa tau dari ucapan Rifki, suaminya itu sangat menginginkan hadirnya seoarang Rifki junior di dalam keluarganya walaupun tadi terdengar kata tidak masalah, tapi Nisa yang dapat merasakan ada nada berat dalam ucapan itu.

Tidak mau pusing, Nisa langsung beranjak dari kasur dan bergegas mandi. Soal itu, nanti akan ia pikirkan lagi. Sekarang ia harus fokus UN dulu, agar ia mendapat nilai yang memuaskan.

***

TBC!!!

Kalo ada typo, tandai yah :)

The Gray Love✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt