Chapter 14

40.6K 4.1K 177
                                    

Haloooo bagaimana kabar?
Maafkan aku lama tak muncul.

Aku lupa kalau aku reupload cerita ini wkwkw. Nih, aku up sampai akhir...


***

Gadis itu meringkuk sendiran, ia tertidur dengan air mata yang mengering di wajahnya. Kakinya terasa kram karena bertahan dalam posisi yang sama semalaman. Ia merindukan udara segar, dikunci di dalam ruangan jeruji besi berukuran 3x3 dengan enam orang lainnya membuat ia sesak.

Dilihat sekitarannya dengan mata yang lelah, tak ada sinar matahari, ruangan masih tetap gelap dengan lampu kuning yang menjadi sumber penerangan ruangan tersebut. Ia tidak tahu jam berapa sekarang, apakah masih malam atau sudah pagi. 

"Kemana semua uang pajak masyarakat jika bentuk penjara saja sangat tidak layak seperti ini."

Lalak menoleh ke arah teman satu almamaternya. Mereka dimasukkan atas tuduhan yang sama. Beberapa orang sipir datang untuk membagikan makanan untuk semua tahanan. 

"Ini sarapan kita?" Tanya temannya yang lain dengan suara serak karena ia adalah orang yang paling lama menangis di ruanagn tersebut.

Seorang sipir tertawa dan menggeleng tak percaya, "Ya maaf ya tuan putri, ini penjara, apa yang diharapkan? steak dan jus jeruk?" Gadis itu akan menangis lagi dan Lalak segera memotongnya, "Terima kasih pak atas sarapannya."

Sipir tersebut berdecih dan keluar untuk kembali membagikan sarapan ke ruangan lainnya.

"Tunggu sampai papaku tahu," ancamnya.

"Sabar, namanya juga penjara, kalau dikasih tempat yang nyaman dan makanan enak justru nanti banyak yang pilih hidup di penjara dong." Lalak mencoba menjelaskan dengan baik.

"Tapi aku nggak bisa makan makanan ini." 

Sejujurnya Lalak juga tak bisa memakan makanan itu, hingga sipir yang lain datang pun makanannya sama sekali tak tersentuh. Lalak mencoba berbaur dengan saling mengorol, berjam-jam mereka habiskan dengan mengobrol, tidur sebentarm atau melamun. 

Satu per satu gadis di ruangnnya dipanggil oleh sipir karena ada pengunjung, setelah dua puluh menitan mereka kembali lagi, ada yang menangis dan ada juga yang tersenyum senang. Lalak berharap dengan cemas, meskipun ia menyuruh Mas Budi untuk memberitahu Eyang tapi ia tetap iri melihat teman-temannya yang lain dijenguk oleh kerabatnya.

"Saudara Keyla, mari ikut kami." 

Denga cepat Lalak berdiri dan mengikuti orang yang memanggilnya. Sang sipir membukakan sebuah ruangan kecil, Lalak masuk dengan kepala yang menghadap ke bawah.

"Udah ya Eyang, Budi balik kerja dulu. Nanti kalau sudah selesai, Budi antar pulang lagi."

Budi keluar melewati Lala yang masih berdiri di pintu. 

"Waktu berkunjung hanya lima belas menit," ujar sang sipir sebelum menutup pintu ruangan.

Lalak masih beridiri tak berani mendekat, Eyang pun tak berkomentar, ia hanya mengeluarkan semua wadah makanan dari tas besar. Berbagai macam ukuran tupperware telah tersaji di atas meja. Sebuah termos berukuran sedang pun dikeluarkan. Meja kecil tersebut kini telah dipenuhi oleh berbagai macam makanan yang berhasil membuat perut Lalak bergetar.

"Kenapa masih berdiri di sana? Nggak denger kata bapaknya? Waktunya tinggal sedikit, dimakan!" Mendengar nada tinggi Eyang, kaki Lalak bergerak dengan cepat untuk duduk di salah satu kursi.

"Kenapa masih berdiri di sana? Nggak denger kata bapaknya? Waktunya tinggal sedikit, dimakan!" Mendengar nada tinggi Eyang, kaki Lalak bergerak dengan cepat untuk duduk di salah satu kursi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Siap 86! (Complete)Where stories live. Discover now