Chapter 4

39.7K 3.9K 310
                                    

Halo geng bucin ehehehe
Jangan lupa vote dan komen yaaa
Love love love
\(-ㅂ-)/ ♥ ♥ ♥

***

Lalak sedang rerebahan di hari minggu seperti ini. Ini adalah waktu rehatnya setelah kesibukan kuliah dan organisasi. Disaat ia sedang menikmati rileksasi, lalak harus mendengar omelan sedari tadi pagi. Eyang sedang uring-uringan di dapur entah karena apa, Lalak juga tidak terlalu peduli.

Seminggu ini dia merasa aneh, dia merasa seperti bukan dirinya sendiri. Berkali-kali ia mengecek ponselnya untuk menunggu pesan atau telepon acak dari seseorang. Sangat tumben pikirnya, biasanya hampir setiap hari ia akan mendapatkan pesan tak jelas tapi sekarang barang satu pesan pun tak ia dapatkan.

"Masmu kemana sih, Dek?"

"Nggak tahu."

"Kok nggak tahu, dia nggak telepon kamu? Eyang hubungi nggak diangkat padahal Eyang udah masak loh ini."

"Eyang masak apa?"

"Sop tulang, biasanya sabtu minggu bakal muncul, ini kok udah seminggu nggak ngehubungin Eyang?"

Lalak hanya mengedikkan bahunya yang membuat Eyang semakin kesal. Ditatapnya kembali ponsel yang tak menyala. Ia memberanikan diri untuk mengetikkan sesuatu tapi sebelum tangannya memencet layar 'send'  Lalak segera menghapus kembali pesan tersebut. 

Ia menggeram panjang lalu berdiri dari posisi rebahannya, dengan kesal ia ke dalam dapur dan mengeluarkan beberapa mangkuk tupperware.

"Bikin repot aja," keluhnya.

"Kamu mau ngapain dek?"

"Mau antar makanan ke rumah orangnya langsung! Percuma Eyang telepon nggak bakal diangkat, orangnya lagi ngambek."

"Ngambek? Kenapa?"

Lalak menggeleng tak mau menceritakan tentang kejadian di mobil malam itu. Dia lagi malas berbicara.

"Bilang masmu, nanti malam ke rumah, kita makan malam sama-sama soalnya kakakmu mau main kesini."

"Hm."

Setelah mempersiapkan makanan, Lalak mengambil jaket jeansnya dan pamit pergi ke rumah Budi dengan motor scoopy miliknya.

Dua puluh menit Lalak sampai ke sebuah perumahan sederhana. Ia masuk ke jalanan yang sangat dihafalnya hingga sampai di sebuah rumah minimalis sederhana dengan pagar hitam.

Lalak bisa sedikit bernapas lega ketika melihat mobil putih yang familier terpakir rapi di halaman kecil rumah tersebut. Diparkirnya motor miliknya tepat disamping mobil.

Sebelum mengetuk pintu, Lalak menyempatkan duduk berjongkok di depan kolam ikan yang hanya berisikan dua ikan koi dengan ukuran sedang.

"Halo Cabe, halo Terong, sudah makan belum? Abi kalian nggak lupa kasih makan kalian kan? Ini kalau lupa...." ujarnya sambil mengeluarkan sedikit remahan roti tang ia siapkan di rumah. Ditaburnya remahan roti tersebut di atas permukaan air yang langsung diserbu oleh kedua ikan bernama Cabe dan Terong.

Setelah puas melihat ikan-ikan tersebut Lalak segera bangkit dan mengetuk pintu rumah. Perasaan kesalnya tapi entah mengapa berubah menjadi perasaan aneh. Ia tidak bisa mendeskripsikannya tapi ada rasa bersalah, menyesal, dan malu yang kini ia rasakan.

Tak ada sahutan dari dalam, Lalak kembal mengetuk dengan kencang. Masih rak ada respon ketukannya berubah mebjadi gedoran.

"Iyaa ... Iyaaa ... Siapa???" tanya seseorang dari dalam.

Siap 86! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang