Chapter 7

37K 3.6K 216
                                    

Haloo bagaimana kabar? Maaf lama yaaa hehehe

⚠⚠⚠⚠⚠

Btw, peringatan bahwa akan ada beberapa kalimat yang bikin ke-triggered beberapa pihak. Mohon kebijaksanaannya karena ini aku tulis berdasarkan pengalaman pribadi.


***

Apel pagi sedang dilaksanakan oleh beberapa peleton pasukan kepolisisan di halaman DPR. Tiga mobil pemadan kebakaran, 5 Ambulans serta 2 water cannon telah terparkir rapi di belakang barisan. Apel pagi yang dipimpin oleh Kapolda Metro Jaya kali ini terasa sangat menyiksa bagi para pasukan. Wajah kaku dalam sikap siap mereka menyiratkan keresahan besar. Tak ada suara lain selain pidato singkat yang diberikan.

Pasukan dibubarkan, mereka secara teratur mundur menuju pos masing-masing. Beberapa menit setelah mereka berdiri, Yel-yel mahasiswa mulai terdengar dari kejauhan.

"Lo kalau disuruh pilih, lebih pilih jaga para bajingan berdasi di dalam gedung itu atau turun bareng mahasiswa?"

Budi tertawa di barisan terdepan, ia melihat wajah kaku teman-temannya dengan geli. "Kita cuma pasukan. Apapun tindakan kita adalah keputusan atasan. Ingat bray, polisi nggak akan pernah punya pilihan untuk hal seperti ini. Mau atau pun nggak mau, pilihan kita sudah dipilihkan oleh perintah komandan."

Teman-teman disekitarnya mengangguk setuju. 

Sebagai pimpiman peleton yang bersiaga, Budi maju kedepan menghadap pasukannya dengan sikap siap. Sebuah megaphone diberikan kepadanya.

"Tidak boleh ada yang bertindak represif terhadap mahasiswa atau sipil! Disini kita menjaga agar teman-teman mahasiswa tidak ada yang terluka. Selagi masih bisa dibicarakan dengan baik-baik jangan mengeluarkan senjata. Sesuai arahan Pak Kapolda bahwa tidak boleh ada mahasiswa yang menerobos gerbang pintu masuk. Polisi bersama warga! Mahasiswa maupun ... anggota DPR." Ada jedah untuk Budi menoleh ke belakang, helaan napas panjang terdengar oleh orang-orang terdekat. Ia menatap mata teman-temannya dengan berani. "Dan tetap jaga keselamatan."

"SIAP LAKSANAKAN!"

Budi memberikan megaphone tersebut kepada teman disampingnya. Topi pengaman sudah ia kenakan dengan baik. Di ujung sana, ia bisa melihat para manusia yang menggunakan jas almamater berwarna kuning, hijau, cokelat dan lain-lain.

"Here comes trouble...."

***

Lalak turun dari Bis Kuning menuju titik kumpul. Ia turun dengan mengenakan jas almamater kuning dengan makara merah di dada kirinya. Setelah menyapa beberapa perwakilan mahasiswa dari universitas lain, ia segera bersedia di posisi menunggu para demonstran datang. Pita hitam di lengan kanannya menunjukkan bahwa ia adalah salah satu koordinator aksi. Ia melihat Aldan yang sedang berbicara dengan beberapa mahasiswa berpita cokelat yang bertugas menjadi humas.

Beberapa jurnalis dengan kalung tag tanda pengenal mulai bersedia mencari angle foto terbaik untuk berita mereka.

"Lalak!"

Gadis itu mendekat ketika Aldan memanggil.

"Apa?"

"Jumlah peserta aksi membeludak.  Teman-teman jogja ternyata datang dengan 5 bis, Bandung 8, Semarang 3. Dan baru saja dapat info tambahan teman-teman jawa Timur datang dengan 8 Bis juga sekarang sudah sampai di stasiun. mereka bakal datang dengan rombongan kereta."

"Terus lo kenapa masih di sini? Kenapa nggak jemput teman-teman ketua?"

"Terus gue tinggalin lo di sini? Peserta aksi sudah dekat. Teman-teman yang lain bisa handle. Lo ikut gue."

Siap 86! (Complete)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα